-->

Awas! Toleransi Tanpa Batas Rusak Akidah


Oleh : Novi Ummu Mafa

Menjelang akhir tahun, seruan toleransi kembali digaungkan oleh berbagai pihak, mulai dari pejabat negara hingga tokoh masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh wali kota Surabaya Eri Cahyadi yang menghimbau kepada masyarakat untuk bekerja sama dalam memastikan keamanan dan kenyamanan umat Kristiani yang merayakan Natal. (Jawapos, 13-12-2024). Di balik gaung ini, sering kali tersembunyi potensi penyimpangan dari ajaran Islam yang murni. Menteri agama, kepala daerah, dan sejumlah pejabat publik kerap menyerukan toleransi yang justru bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Hal ini menunjukkan tidak adanya pemahaman mendalam mengenai tugas penguasa sebagai penjaga urusan umat, termasuk dalam melindungi akidah umat Islam.

Seruan yang berpijak pada konsep Hak Asasi Manusia (HAM) dan disokong oleh masifnya kampanye moderasi beragama semakin memperparah kondisi ini. Umat Islam didorong untuk menerima semua bentuk keberagaman tanpa batas, termasuk dalam hal keyakinan, sehingga semakin jauh dari pemahaman Islam yang lurus. Pada akhir tahun, terutama saat perayaan Natal dan Tahun Baru, umat Islam membutuhkan pengingat untuk menjaga diri tetap berada dalam ketaatan kepada Allah Swt.

Toleransi dalam Islam: Antara Prinsip dan Penyimpangan

Islam tidak menolak keberagaman. Sebaliknya, Islam telah menetapkan aturan yang jelas mengenai interaksi dengan pemeluk agama lain. Prinsip toleransi dalam Islam bukanlah toleransi tanpa batas yang mengabaikan akidah dan syariat, melainkan toleransi yang terikat dengan aturan-aturan Allah Swt. Hal ini terbukti pada masa kejayaan Islam ketika penerapan syariat secara kafah mampu menjaga keharmonisan masyarakat yang plural.

Namun, saat ini, negara justru gagal menjalankan peran sebagai penjaga akidah umat. Tidak ada langkah tegas untuk memberikan penjelasan tentang batas-batas interaksi umat Islam dengan perayaan agama lain, seperti Natal dan Tahun Baru. Akibatnya, banyak umat Islam yang tergelincir dalam perilaku yang bertentangan dengan syariat, seperti menghadiri misa Natal, mengucapkan selamat Natal, atau bahkan ikut serta dalam tradisi perayaan Tahun Baru yang berakar pada budaya non-Islam.

Kebutuhan Akan Pengingat dan Pengaturan Negara

Dalam sistem Islam, negara memainkan peran sentral dalam menjaga akidah umat. Pemimpin dan pejabat negara berfungsi sebagai pelindung yang memberikan nasihat takwa agar umat tetap terikat dengan aturan Islam, khususnya di momen-momen yang berpotensi membahayakan akidah.

Salah satu contoh konkritnya adalah adanya lembaga khusus seperti kadi hisbah yang bertugas memberikan pengawasan di tempat-tempat umum dan memastikan tidak terjadi pelanggaran syariat, termasuk dalam interaksi umat Islam dengan agama lain. Negara juga memiliki Departemen Penerangan yang secara aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana tuntunan Islam dalam menyikapi hari besar agama lain, seperti Natal dan Tahun Baru.

Sebagai agama yang sempurna, Islam telah menetapkan batas-batas interaksi dengan nonmuslim, termasuk dalam perkara perayaan keagamaan. Umat Islam diperintahkan untuk menghormati keyakinan agama lain, tetapi tidak ikut merayakan atau mengadopsi tradisi mereka. Prinsip ini sebagaimana firman Allah Swt., “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6).

Bahaya Toleransi Kebablasan

Sayangnya, seruan toleransi kebablasan saat ini justru mendorong umat Islam untuk menyamakan semua agama. Kampanye moderasi beragama menanamkan pemahaman bahwa perbedaan agama hanyalah variasi kebenaran yang harus diterima. Padahal, Allah Swt. telah menegaskan bahwa satu-satunya agama yang benar di sisi-Nya adalah Islam (QS. Ali Imran: 19).

Toleransi tanpa batas ini juga berpotensi melemahkan akidah umat. Ketika umat Islam terbiasa menerima semua tradisi dan ritual agama lain tanpa filter syariat, mereka secara perlahan kehilangan kepekaan terhadap pelanggaran hukum syarak. Akibatnya, perilaku-perilaku yang dahulu dianggap menyimpang kini diterima sebagai hal yang biasa.

Membangun Kesadaran Umat

Menghadapi kondisi ini, umat Islam harus waspada dan memahami bahwa menjaga akidah adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Momentum akhir tahun seperti Natal dan Tahun Baru sering menjadi pintu masuk bagi seruan toleransi yang kebablasan. Oleh karena itu, umat perlu memperkuat pemahaman tentang ajaran Islam yang murni, terutama terkait interaksi dengan agama lain.

Sebagai individu, setiap muslim harus mengingatkan dirinya dan orang-orang di sekitarnya agar tetap berada dalam ketaatan kepada Allah Swt. Sebagai komunitas, umat Islam harus bersatu menuntut para pemimpin untuk menjalankan tugasnya sebagai penjaga akidah umat.

Khatimah

Islam telah memberikan panduan yang sempurna untuk menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat. Prinsip toleransi dalam Islam telah terbukti menciptakan kedamaian dan keadilan selama berabad-abad di bawah naungan khilafah. Namun, toleransi ini bukanlah toleransi yang kebablasan.

Umat Islam harus menyadari bahwa hanya dengan berpegang teguh pada syariat, keharmonisan yang hakiki dapat terwujud. Seruan toleransi yang mengabaikan hukum syariat adalah jebakan yang dapat merusak akidah umat. Maka, di tengah gaung toleransi menjelang Natal dan Tahun Baru, sudah sepatutnya umat Islam waspada dan tetap teguh dalam ketaatan kepada Allah Swt. 
Wallahu a’lam bissawab.