Bencana Kembali Terulang Islam Solusi Cemerlang
Oleh : Tri S, S.Si
Akibat diguyur hujan deras selama dua hari sejumlah wilayah di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diterjang banjir bandang. Menurut Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin jumlah desa yang terdampak banjir di Sukabumi makin meluas. Totalnya kini mencapai 176 desa dari 39 kecamatan, dari sebelumnya 172 desa.(Kompas.com 11/12/2024)
Banjir setinggi lebih dari satu meter itu setidaknya melanda sejumlah kampung dan desa dalam wilayah Kecamatan Ciemas, Palabuhanratu, Cidolog, Gegerbitung, Tegalbuleud, hingga Kecamatan Pabuaran. Kecamatan dengan dampak terparah meliputi Sagaranten dan Parbuaran. Akses jalan Provinsi Baros-Sagaranten juga dilaporkan terputus. Kondisi ini menyulitkan pergerakan menuju wilayah Selatan karena hanya tersisa satu jalur melalui Cikembar dan Jampang Tengah. Selain banjir, dalam waktu bersamaan BPBD Sukabumi juga melaporkan adanya bencana tanah longsor dan pergerakan tanah. Hasil rekapitulasi sementara kejadian bencana untuk bencana tanah longsor terjadi di 13 titik, banjir sembilan titik, angin kencang tujuh titik, dan pergerakan tanah di empat titik, yang tersebar di 22 kecamatan.
Bencana banjir ini menyebabkan 13.837 warga terdampak, 2.988 jiwa memilih untuk mengungsi, 10 orang meninggal dunia dan dua orang masih belum ditemukan. Kerusakan juga terjadi pada sejumlah bangunan rumah sebanyak 1.428 unit rumah rusak berat, 1.201 unit rusak sedang dan 1.272 unit rusak ringan. Selanjutnya untuk rumah yang terancam ada 653 unit dan yang terendam 1.169 unit. (Kompas.com, 11/12/2024)
Melihat kondisi yang masih parah ini pemerintah Kabupaten Sukabumi memperpanjang masa tanggap darurat bencana di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dari 11 sampai 17 Desember 2024.
Bencana banjir sejatinya bukanlah hal yang baru bagi negeri ini. Hampir setiap datang musim hujan, Indonesia selalu dikepung banjir. Bahkan saat ini tidak hanya wilayah pedesaan saja yang tergenang banjir tapi sejumlah kota besar pun ikut terdampak. Banyaknya kejadian banjir di negeri ini bisa dilihat dari laporan Geoportal Data Bencana Indonesia rentang 1 Januari – 11 Desember 2024, terjadi 957 bencana banir.
Penyebab berulangnya bencana banjir di negeri ini dipengaruhi oleh banyak factor. Selain karena factor alam (akibat Indonesia berada di persimpangan angin dan arus laut antara Asia–Australia dan antara Hindia–Pasifik), juga ada factor lain yang ikut menjadi penyebabnya. Tata kelola alam dan lingkungan yang buruk, kerusakan ekosistem pantai, penambangan pasir, penggundulan hutan akibat HPH, alih fungsi lahan dan aktifitas pertambangan menyebabkan tanah tidak lagi mampu menahan air. Kondisi ini diperburuk oleh mitigasi bencana yang lemah, lamban, dan cenderung abai. Padahal mitigasi bencana merupakan hal yang sangat penting, jika mitigasinya bagus, dampak bencana bisa diminimalkan, baik korban jiwa, harta benda, maupun infrastruktur. Namun sayangnya, alih-alih negara gercep melakukan mitigasi bencana, justru yang terjadi negara selalu gagap setiap kali terjadi bencana.
Negara selalu menjadikan keterbatasan dana sebagai penyebab kegagapan tersebut, padahal benarkah realitasnya negara memang kekurangan dana? Ataukah sebenarnya ada dana, tetapi tidak dialokasikan untuk menanggulangi bencana? Tampak bahwa memang tidak ada upaya serius dari negara untuk memberdayakan segala sumber daya yang ada demi mengoptimalkan penanggulangan bencana banjir. Akibat dari kegagapan pemerintah ini adalah masyarakat yang terdampak bencana mengalami penderitaan. Mereka harus kehilangan harta benda, mengalami kerusakan rumah, dan bahkan ada yang kehilangan nyawa. Setelah bencana, mereka juga harus mengeluarkan dana cukup besar untuk memperbaiki rumah, perabot, dan alat elektronik yang terendam banjir.
Seharusnya sebelum pergantian musim yang berpotensi mendatangkan bencana banjir, negara sudah mempunyai planing mitigasi bencana. Sehingga dengannya dampak atau risiko dapat diminimalisasi. Mitigasi bencana ini terutama dilakukan di area rawan banjir yang meliputi apa yang harus dilakukan dan dipersiapkan sebelum, saat dan sesudah terjadinya bencana. Baik berupa Pembangunan infrastruktur dengan memperkuat tanggul-tanggul Sungai, revitalisasi sungi dengan pengerukan sedimen, pelarangan pembangunan permukiman di area rawan banjir, pemberian sanksi bagi pihak-pihak yang melakukan alih fungsi hutan, penggundulan hutan dsb. Namun sayangnya upaya-upaya itu masih jauh api dari panggangnya. Bahkan Ironisnya, seringkali terjadi keterlambatan pemberian bantuan dari negara ke warga yang terdampak bencana. Hal ini menunjukkan minimnya fungsi riayah (pengurusan) negara terhadap rakyatnya. Ketika hal ini terjadi maka akhirnya rakyat menyolusi sendiri masalah yang mereka hadapi. Adapun negara abai dan absen dari tugasnya.
Seringkali manusia beranggapan bahwa bencana alam adalah fenomena alam yang disebut dengan takdir, sehingga tidak bisa menghindar selain hanya bisa pasrah menerima apa pun yang terjadi. Padahal bencana alam juga dapat terjadi karena ulah tangan manusia, yaitu banyaknya pelanggaran syariat karena kehidupan tidak diatur dengan syariat yang benar yaitu Islam.
Kepemimpinan saat ini adalah kepemimpinan dengan system kapitalisme yang menuhankan materi dan mengabaikan syariat Allah. Padahal seorang pemimpin dalam Islam seharusnya menjadi Ra’in (pengurus) dan Junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Namun system kapitalisme telah membuat pemimpin menjadi sosok populis otoritarian . Kebijakan dibuat seolah-olah pro rakyat padahal sejatinya mereka hanyalah regulator kebijakan untuk para kapital. Hutan yang seharusnya berfungsi untuk menahan dan mengikat air dieksploitasi secara berlebihan atas nama Pembangunan. Maintenance sungai seharusnya bisa dilakukan untuk mencegah banjir namun anggarannya justru dikorupsi dialihkan untuk tunjangan pejabat dan sebagainya. Semua itu adalah bentuk kedzaliman akibat seorang pemimpin yang tidak menggunakan aturan syariat Islam untuk mengatur negara. Berbagai pelanggaran terhadap syariat inilah yang mengantarkan terjadinya bencana alam. Allah SWT berfirman dalam surat Ar- Rum ayat 41:” Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Dengan terjadinya berbagai bencana saat ini, umat seharusnya melakukan muhasabah, bertaubat dan berupaya untuk kembali pada syariat Allah SWT.
Syariat Islam akan menuntun seorang pemimpin untuk mengatur urusan rakyat sesuai dengan kemaslahatan mereka misalnya untuk mencegah terjadinya bencana alam hidrometeorologi. Islam mensyariatkan untuk melakukan Pembangunan terukur sustainable dan tidak melakukan eksploitasi secara berlebihan sehingga dampak terjadinya bencana bisa diminimalisasi. Islam juga memiliki konsep konservasi yang disebut ‘Hima’. Nabi SAW pernah bersabda bahwa tidak ada ‘Hima’ yang dibenarkan kecuali untuk Allah SWT dan rosulNya. Peneliti bidang kajian Islam Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadist menyebutkan bahwa di Lokasi ‘Hima’ diterapkan larangan berburu Binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem bahkan manusia dilarang memanfaatkannya untuk selain kepentingan Bersama. Demikianlah penjagaan Islam terhadap rakyatnya dengan meminimalisasikan potensi-potensi yang dapat menghantarkan pada terjadinya bencana. Dengan kata lain dalam syariat Islam diatur pula mitigasi bencana
Dalam Syariat Islam diatur anggaran yang diperuntukkan khusus ketika terjadi bencana. Baitul Mal sebagai Lembaga yang mengatur penerimaan dan pengeluaran negara memiliki alokasi pengeluaran khusus untuk bencana. Syekh Abdul Qodim Zallum menjelas kan dalam Kitab Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah bahwa pada bagian belanja negara terdapat seksi urusan darurat atau bencana alam. Seksi ini memberi bantuan kepada rakyat atas setiap kondisi darurat/bencana alam yang menimpa mereka. Sehingga seluruh kebutuhan rakyat yang dibutuhkan akibat terdampak bencana semuanya akan ditanggung dan disediakan oleh negara. Ketika kas pada Baitul Mal kosong maka negara akan tetap mengupayakan terpenuhinya kebutuhanrakyat yang terdampak banecana dengan cara melakukan pinjaman tanpa riba kepada warga negaranya yang mampu. Dengan konsep ini maka kebutuhan rakyat terdampak bencana akan tetap terpenuhi. Sehingga dengan demikian Rakyat tidak perlu khawatir, ketersediaan dana untuk bencana akan selalu terwujud karena dalam Islam tidak ada model APBN seperti dalam sistem hari ini yang bersifat tahunan sehingga kerap kali dana yang ada tidak mencukupi. Demikianlah penerapan syariat Islam akan selalu mendatangkan kemaslahatan bagi seluruh ‘alam. Wallahu alam bi showab
Posting Komentar