-->

Darurat Bencana Butuh Muhasabah Bersama, Sistem Islam Solusinya


Darurat Bencana Butuh Muhasabah Bersama, Sistem Islam Solusinya 

Oleh : Hasna Hanan

Dilansir berita dari laman tirto.id - Pemerintah Kabupaten Sukabumi menetapkan status tanggap darurat bencana dalam sepekan ke depan pascabencana hidrometeorologi yang melanda daerah itu. Selain menetapkan status tanggap darurat, pemda juga sudah mendirikan posko tanggap darurat dan penanggulangan bencana di Pendopo Kabupaten Sukabumi.
enis bencana hidrometeorologi terjadi pada Selasa (3/12/2024) dan Rabu (4/12/2024) yang memporak-porandakan sejumlah daerah di Kabupaten Sukabumi yakni banjir, tanah longsor, pergerakan tanah, dan angin kencang.

Penetapan status tanggap darurat bencana ini bertujuan untuk mempercepat penanganan bencana mulai dari pendataan bangunan terdampak, evakuasi korban, hingga penyaluran bantuan darurat atau sementara kepada penyintas. 

Selain itu bencana juga terjadi di Jakarta, CNN Indonesia -- Bencana pergerakan tanah di Cianjur, Jawa Barat, semakin meluas di 15 kecamatan dan kemungkinan masih bertambah. Kemudian juga terjadi Banjir yang disebabkan oleh luapan Sungai Cilemer Pandeglang Jawa Barat, yang terjadi sejak Senin (2/12)  merendam pemukiman warga setinggi 1-2,5 meter.
Akibatnya, akses jalan warga menjadi terbatas dan sebanyak 202 warga harus mengungsi di posko darurat.

Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un, bertubi-tubi bencana ini melanda di beberapa kawasan wilayah Indonesia, tidak sedikit korban yang tertimpa musibah ini, dari keluarga hingga materi, Penyebab bencana bukan sekadar faktor alam tapi karena ulah tangan-tangan manusia, yaitu banyaknya pelanggaran syariat karena kehidupan tidak diatur dengan syariat yang benar (Islam). Termasuk eksploitasi alam atas nama pembangunan.

Harusnya sudah dimaklumi, secara geografis Indonesia adalah negeri rawan bencana. Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim, yakni panas dan hujan, dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang cukup ekstrem. Tidak heran jika potensi bencana di Indonesia sangat besar, mulai dari kegempaan, gunung meletus, longsor, tsunami, banjir, kekeringan, kebakaran, dan sebagainya. 

Tidak heran jika nyaris tiap tahun BNPB melaporkan ada ribuan bencana terjadi di Indonesia. Sepanjang 1 Januari hingga 10 Desember 2024 saja, Geoportal Data Bencana Indonesia menyebutkan telah terjadi 1.904 peristiwa bencana. 957 kejadian di antaranya berupa bencana banjir, 405 cuaca ekstrem, 118 tanah longsor, 336 kasus karhutla, 54 kekeringan, 17 gempa bumi, 12 gelombang pasang dan abrasi, dan 5 kasus berupa erupsi gunung berapi.

Kondisi seperti ini harusnya juga sudah diwaspadai oleh negara sebagai ra'in rakyat untuk melakukan mitigasi bencana dengan serius bukan kemudian seadanya atau bahkan ketika bencana tiba saja baru menanganinya, pastinya  kerugian ekonomi dan sosial tidak terhitung besarnya. Padahal, berbagai dampak bencana yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya belum pulih sepenuhnya. Sementara itu, bencana-bencana yang sama diprediksi akan terjadi lebih besar pada tahun-tahun yang akan datang.

Sistem Kapitalisme, Lemah Penanganan Mitigasi Bencana

Paradigma berpikir sistem Kapitalisme telah mengarahkan pembangunan sekuler kapitalistik dengan menjadikan  penguasa tidak memiliki sensitivitas dan keinginan serius untuk menyolusi perihal bencana sejak dari akarnya. Bahkan,  banyaknya kebijakan penguasa  justru menjadi penyebab munculnya bencana hingga berpotensi mendatangkan bencana baru berikutnya.

Padahal  rata-rata analisis penyebab dan dampak beberapa bencana selalu menunjuk pada kebijakan penguasa. Contohnya, penggundulan hutan dan alih fungsi lahan terutama di zona penyangga (hutan). Temuan Walhi tahun 2022 menyebut 35% hutan kita rusak, bahkan hilang. Juga proyek-proyek industrialisasi di berbagai daerah, pembangunan fisik yang jor-joran, serta penanganan daerah aliran sungai yang timbul tenggelam, dan sebagainya. Semuanya seakan sulit dilakukan karena berkelindan dengan kepentingan para pemilik modal.

Belum lagi kebijakan AMDAL yang saat ini sangat longgar tanpa memperdulikan protes para aktivis lingkungan, menjadikan  pelaku usaha kelas kakap berani menjalankan usaha meski izin belum keluar. Tidak sedikit di antara mereka yang lolos hukum meski jelas melanggar aturan. Kongkalikong kapitalis dan pejabat penguasa memang telah menjadi budaya yang mengakar di Indonesia.

Selama ini, masyarakat selalu jadi pihak yang disudutkan, karena  pengetahuan yang minim, tidak mau direlokasilah, tidak bisa diaturlah, dan sebagainya. Padahal semua menyangkut political will penguasa. Ketersediaan data dan informasi, minimnya pengetahuan masyarakat, ketersediaan teknologi, fasum, dan alat, semuanya adalah tanggung jawab para penguasa untuk mencerdaskan mereka bukan kemudian dijadikan sumber kesalahan, rakyat Juga butuh difasilitasi dan diberi jaminan kesejahteraan. Mereka hanya berpikir, jika mereka meninggalkan kampung halaman, mereka tinggal di mana dan hidup seperti apa? Penguasa hanya menuntut rakyat demikian, sedangkan solusinya tidak ada. 

Butuh Sistem Islam Solusi Dalam Mitigasi Bencana 

Islam menetapkan bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengurusi urusan umat (raa’in) dan menjaga mereka (junnah). Oleh karenanya, penguasa wajib mengerahkan segala daya untuk menyejahterakan umat dan menjauhkan mereka dari bala' kemaksiatan yang akan menimpa mereka seluruh kaum muslimin, karena semua itu bukan hanya menyangkut urusan di dunia, tetapi juga urusan akhirat rakyatnya.

Sehingga didalam Islam dalam menangani persoalan bencana para pemimpin Islam dituntut untuk melakukan berbagai hal demi mencegah bencana, sekaligus menghindarkan masyarakat dari risiko bencana.Hal yang paling mendasar adalah dengan cara menerapkan aturan dan kebijakan yang tidak merusak lingkungan atau membiarkan hal-hal yang bisa mengundang azab Allah Ta'ala

Sebagaimana firman Allah SWT yang memberikan peringatan kepada manusia 
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi!’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.'” (QS Al-Baqarah: 11).

Juga firman-Nya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum: 41).

Juga hadis Nabi saw., “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu tempat, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Hakim, Baihaqi, dan Thabrani).

Bencana adalah ketetapan Allah Swt., tentu benar adanya. Bencana bisa terjadi kapan pun dan di mana pun sebagai ujian dan peringatan bagi manusia. Namun, Islam memberi tuntunan untuk menghindarinya, sekaligus menuntun cara menghadapinya, termasuk dalam hal ini mengatur soal mitigasi bencana.
1. Pemimpin Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus, mulai dari penataan lingkungan dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan orang per orang. Juga sistem keuangan, pertanahan hingga sanksi untuk mencegah pelanggaran.

2. Adapun di tempat-tempat yang rawan bencana, harus ada kebijakan yang lebih khusus lagi. Tentu tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi risiko, tetapi juga soal manajemen kebencanaan (disaster management). Mulai dari pendidikan soal kebencanaan, pembangunan infrastruktur, serta sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu pun soal sistem logistik kedaruratan, serta sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar-benar akan diperhatikan.

3. Hal-hal diatas bisa dijalankan dengan sumber-sumber pendanaan yang ada dalam Baitul mal, sehingga sistem keuangan Islam sangat kuat, yang diambil dari sumber-sumber pemasukan negara, terutama dari kepemilikan umum seperti hasil pengelolaan SDA yang secara syar’i wajib masuk ke kas negara. Dengan demikian, persoalan dana tidak akan menjadi penghambat yang serius bagi mitigasi bencana. Atau bahkan menjadi alasan bagi aktor negara asing maupun lembaga nonnegara untuk membangun pengaruh politik melalui tawaran utang dan bantuan.

Hanya sistem kepemimpinan Islam yang bisa diharapkan mampu menyelesaikan problem bencana dengan solusi yang mendasar dan tuntas. Dimulai dari fondasi negara dan kepemimpinan yang lurus, yakni berlandas tauhidullah, lalu ditopang oleh penerapan syariat Islam secara kafah. Inilah yang akan menjadi pintu pembuka bagi datangnya rida Allah Swt. sekaligus kebaikan hidup yang dirasakan oleh semua.
Wallahu'alam bishowab