Generasi Sadis, Dampak Penerapan Sistem Sekuler Kapitalisme
Oleh : Nurfaidah
Mahasiswi Aktivis
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus pembunuhan anak terhadap orang tua semakin sering muncul baik di dunia maya maupun dalam kehidupan sekitar kita dengan tingkat kekejaman yang semakin mengerikan. Seperti yang baru-baru ini terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang remaja berinisial AMS berusia 14 tahun membunuh ayah dan neneknya dengan pisau, sementara ibunya terluka parah karena tikamannya. Insiden ini terjadi saat mereka tidur sekitar pukul 01.00 pada tanggal 30 November 2024. Sejauh ini polisi masih menyelidiki motif dari aksi pelaku tersebut dengan dugaan tekanan akademis dan pola asuh yang buruk sebagai faktor penyebabnya (bbcnewsindonesia 1/12/2024)
Semakin maraknya kasus-kasus semacam ini yang menujukkan perilaku sadis dan brutal dikalangan generasi muda menadakan kasus ini bukan lagi sekedar kasus tapi sudah menjadi fenomena yang lahir dari persoalan sistemis.
Faktor apa yang mempengaruhi?
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai apa yang menyebabkan generasi muda berperilaku sedemikian rupa. Penting untuk memahami bahwa perilaku sadis dan brutal ini tidak muncul secara tiba-tiba. Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan karakter anak yang tidak manusiawi ini. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perilaku generasi muda adalah pola asuh keluarga, seperti kata pepatah:
“Keluarga adalah madrasah pertama”
Sebaris kalimat pepatah diatas menunjukan betapa pentingnya peran keluarga dalam membentuk karakter seorang anak. Karena lingkungan keluarga adalah tempat pertama dimana anak belajar bersosialisasi,mengembangkan nilai-nilai moral, dan membentuk identitas diri. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam sebuah keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan emosional anak.Namun, karena sistem sekuler kapitalisme yang sedang terterapkan dalam negara kita saat ini menghasilkan pola asuh keluarga berparadigma seluler kapitalisme.
Alhasil tercipta orang tua yang fokus utamanya hanya untuk memenuhi kebutuhan materi anak dan mengabaikan Pendidikan dan pemahaman agama anak. Karena Paradigma ini juga menciptakan orang tua yang sibuk bekerja siang malam sedangkan anak dan segala kebutuhannya diserahkan sepenuhnya kepada babysitter. Selain itu, sering kali orang tua terjebak dalam standar materi ala kapitalisme yang mengukur keberhasilan anak dengan nilai akademik yang tinggi,prestasi yang melimpah dan berbagai penghargaan. Meskipun harus mengurangi waktu tidur anak dan menambah jam belajar mereka, memaksa mereka dengan berbagai macam ancaman dll. Jika pola asuh seperti ini terus terjadi, anak akan merasa tertekan sehingga muncul berbagai macam penyakit mental seperti frustasi, stress, bahkan depresi.
Setelah keluarga, Lingkungan sekolah dan Masyarakat memegang posisi kedua dalam pembentukan karakter seorang anak termasuk membentuk kesalehan komunal pada diri anak.
Sayangnya, karena penerapan sistem sekuler yang mendegradasi nilai kesalehan, dengan menormalisasi perilaku yang melanggar aturan islam seperti pergaulan bebas, pacaran, campur baur dan semacamnya.
Begitupun dengan Masyarakat, karena dampak dari penerapan sistem sekuler menjadikan mereka manusia individual dan abai terhadap apa yang terjadi dilingkungan sekitar. Alhasil tidak ada lagi saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah dari kemunggkaran yang terjalin diantara mereka. Karena berlaku kalimat “Hidupku aturanku dan Hidupmu aturanmu.”
Negara sebagai pilar pertama tentu juga berperan penting dalam fenomena ini. Saat ini, kontrol dan pengawasan negara dari konten-konten negatif yang dapat merusak generasi seperti kekerasan dalam film, penyimpangan seksual, seks bebas, video game,film porno dll. Dapat kita lihat, faktor-faktor diatas yang menjadi penyebab fenomena ini sebenarnya saling berkelindan. Dan semua itu terkait dengan sistem hari ini yang merusak fitrah manusia, termasuk mengubah karakter masyarakat menjadi masyarakat yang terbiasa dengan kekerasan. Kemudian diperparah dengan negara yang tidak menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat.
Bagaimana dalam islam?
Dalam sistem islam dengan pemimpin yang penuh kesadaran bahwa amanahnya sebagai pemimpin adalah suatu amanah besar dan harus dipertanggung jawabkan hingga akhirat kelak, akan benar-benar menjalankan perannya sebagai raa’in yaitu pengurus segala urusan rakyat maka prioritas utamanya adalah kemashlahatan rakyat. Pemimpin dalam islam yang disebut Khalifah akan berusaha menjauhkan umat hal-hal yang dapat menjerumuskan pada kemaksiatan serta memastikan masyarakat menjalankan ketaatannya kepada Allah Taala.
Negara islam (Khilafah) dibawah kepemimpinan seorang Khalifah akan melakukan pengawasan pada media dan melarang peredaran tayangan yang tidak mendukung perkembangan generasi, seperti konten porno, film berbau sekuler liberal, media penyeru kemaksiatan, dan perbuatan apa saja yang mengarah pada pelanggaran terhadap syariat Islam.
Negara juga akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat melalui kemudahan akses dan pelayanan. Semisal, kemudahan dalam bekerja, harga pangan murah, harga tanah/ rumah murah, dan layanan pendidikan dan kesehatan gratis. Dengan jaminan ini, penanggung nafkah tidak akan tertekan atau terbebani dalam mencukupi kebutuhan keluarganya. Para ibu bisa fokus menjalankan perannya sebagai ibu dan madrasah pertama bagi anak-anaknya dengan tenang tanpa dibayangi beban ekonomi keluarga sehingga tidak akan ditemukan anak-anak yang kurang kasih sayang dari orang tuanya.
Begitupun pola asuh, dalam sistem islam yang tidak hanya berorientasi pada pemenuhan materi, tetapi orang tua dituntut untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam mendidik, mengasuh, mencukupi gizi, dan menjaga anak dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Setiap keluarga muslim wajib menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam mendidik anak.
Dengan pendidikan berbasis akidah Islam akan terbentuk karakter iman dan ketaatan yang dapat mencegahnya berbuat maksiat. Anak juga diajarkan bertanggung jawab atas setiap perbuatannya sehingga akan terbentuk generasi yang mampu bersikap dewasa dengan menjadikan halal haram sebagai standar perbuatan. Begitupun dengan Masyarakat, dipastikan untuk menjalankan perannya sebagai kontrol sosial dengan pembiasaan amar makruf nahi mungkar. Sehingga tercipta kepedulian antar Masyarakat, jauh dari individual. Demikianlah gambaran sistem Islam kafah yang dijalankan negara Khilafah dengan sumber aturan dari Allah SWT, Sehingga fenomena seperti ini kemungkinan terjadinya sangat sedikit sekali.
Posting Komentar