-->

Jual Bayi Kian Banyak, Kapitalisme Biangnya

                    
                      Oleh: Hamnah B. Lin

Dilansir oleh Republika tanggal 12/12/2024, bahwa Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta meringkus dua oknum bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pelaku jual-beli bayi melalui sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta.

Para tersangka ini telah melakukan penjualan ataupun berkegiatan sejak tahun 2010," kata Direktur Ditreskrimum Polda DIY Kombes FX Endriadi saat konferensi pers di Mapolda DIY, Sleman, DI Yogyakarta. Endriadi mengungkapkan bahwa dua tersangka menjual bayi Rp 55 juta hingga Rp 65 juta untuk bayi perempuan. Sedangkan bayi laki-laki dijual Rp 65 juta sampai Rp 85 juta dengan modus sebagai biaya persalinan.

Kasus jual beli bayi terkategori sebagai perdagangan anak. Kasus serupa pada 2023 mencapai 59 kasus. Menurut psikolog anak, remaja, dan keluarga sekaligus Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani Sani Budiantini Hermawan, kasus perdagangan bayi yang terungkap masih jauh lebih kecil dibandingkan kenyataannya di lapangan. 

Kejahatan perdagangan bayi dipicu banyak faktor, di antaranya faktor ekonomi, pergaulan sosial, terkikisnya rasa nurani, dan pergeseran nilai kehidupan. Karena kasus sudah berulang terjadi dan dipicu banyak motif, kejahatan jual beli bayi tidak bisa kita pandang karena motif ekonomi atau individu semata, tetapi sudah menjadi problem sistemis yang harus diberikan solusi yang sistemis pula. Di antara faktor-faktor yang mendorong maraknya jual beli bayi dan anak ialah sebagai berikut:

Dari sisi ekonomi, kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan kadang kala memicu seseorang berbuat kriminal. Ketika seseorang sudah putus asa dalam mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, mereka memilih cara instan demi mendapatkan materi yang diinginkan. Terkadang, keterbatasan ekonomi juga membuat seseorang rela menjual bayinya sendiri kepada orang yang mau mengadopsinya lantaran kehadiran sang bayi dianggap sebagai beban ekonomi. Ada pula yang tega menjual bayinya karena takut masa depan bayi suram akibat kemiskinan.

Dari sisi sosial, pergaulan bebas saat ini tidak lagi dipandang sebagai hal yang memalukan. Bahkan, banyak generasi kita yang terjebak arus liberalisasi perilaku seperti seks bebas, zina, hingga hamil di luar nikah. Mereka yang mengalami kehamilan tidak diinginkan memilih untuk menggugurkan bayinya (aborsi), membuang bayi yang baru dilahirkan, menaruhnya di panti asuhan, atau menyerahkannya di tempat-tempat yang mau merawat bayi yang terbuang.

Dari sisi empati dan nurani, kita ketahui sistem kehidupan sekuler yang saat ini kita jalani telah menjauhkan manusia dari aturan agama (Islam). Masyarakat menjadi individualis dan minim empati. Banyak kasus kriminal dan kejahatan yang antara pelaku dan korban masih ada hubungan kerabat atau keluarga. Ada anak yang tega membunuh orang tua kandungnya. Dengan sadis, ada adik yang membantai seluruh keluarga kakak kandungnya. Kini perdagangan bayi pun menjadi wadah bisnis bagi para pelaku kejahatan. Nurani terkikis, keimanan makin tipis, dan perilaku kian bengis serta sadis.

Dari sisi pergeseran nilai, di dalam sistem sekuler kapitalisme saat ini, nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam meraih kebahagiaan dan kesuksesan adalah mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya, meski dengan cara haram. Kebahagiaan dan kesuksesan diukur dengan kesenangan materi, harta yang melimpah, dan tidak kekurangan. Alhasil, manusia berlomba-lomba mengumpulkan cuan tanpa memandang apakah pekerjaannya halal atau haram.

Sungguh kapitalisme adalah biang dari maraknya jual beli bayi hari ini. Dimana rasa takut kepada Allah telah sirna. Ketakwaan kepada Sang Pencipta ada tatkala di tempat ibadah saja, bahkan terkadang juga tak ada. Berbagai aturan Sang Pencipta telah berani dirubah dan dikompromikan demi kepentingan bersama. Negara sebagai pilar terpenting telah menuntun manusia jauh dari Sang Pencipta.

Hal ini sungguh berbeda tatkala Islam yang menjadi aturan yang diterapkan oleh negara khilafah. Negara dengan sempurna menerapkan isi Alquran dan assunnah. Ada beberapa langkah yang negara khilafah akan lakukan dalam kasus maraknya penjualan bayi ini, diantaranya:
1. Membentuk ketakwaan komunal melalui:
Penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan kurikulum yang terintegrasi dengan akidah Islam, semua materi ajar harus mengandung penguatan iman peserta didik sehingga akan membangun rasa takut kepada Allah Taala. Selain itu, layanan pendidikan diberikan secara gratis sehingga dengan pembentukan kepribadian Islam, ketaatan, dan rasa takut kepada Allah Swt. akan mencegah seseorang berbuat maksiat dan kriminal.

Kemudian negara khilafah juga melakukan kebijakan preventif, yakni mengoptimalkan peran negara sebagai pencegah maksiat, di antaranya: Pertama; Melakukan kontrol dan pengawasan terhadap informasi dan penyiaran agar bersih dari unsur maksiat, seperti pornografi, konten tidak senonoh, dan sejenisnya melalui Departemen Informasi dan Penerangan

Kedua; Penerapan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan tidak memberi peluang bagi seseorang menjual anaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Hukum-hukum syarak telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan tiap warga negara Islam secara menyeluruh, seperti sandang, papan, dan pangan.

2. Penerapan sistem pergaulan dan sosial sesuai syariat Islam. Aturan Islam sangat rinci dalam menjaga pergaulan lawan jenis, di antaranya larangan berzina, khalwat (berduaan dengan nonmahram), ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), menjaga pandangan, kewajiban menutup aurat dengan berpakaian syar’i, dan sebagainya. Penerapan sistem pergaulan Islam akan menutup semua celah kemaksiatan, seperti perzinaan.

Adapun dalam kasus jual beli bayi hukumnya haram dan termasuk dosa besar, sekaligus menunjukkan rusaknya masyarakat pada tingkat kerusakan yang parah. Keharaman memperdagangkan bayi (anak) didasarkan pada hadis sahih perihal mengharamkan jual beli manusia merdeka (bukan budak). 

Dalam sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah ra. dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Allah berfirman, ‘Ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada hari kiamat nanti, seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku lalu berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya, dan seorang yang mempekerjakan seorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang itu tidak membayar upahnya.’” (HR Muslim No 2114). Sanksi bagi pelaku jual beli bayi berupa hukuman takzir yang ditetapkan khalifah berdasarkan jenis pelanggarannya, yaitu bisa dikenai sanksi penjara, pengasingan, hingga hukuman mati.

Inilah Islam, agama yang sempurna mampu mengatur seluruh urusan manusia, tatkala Islam diterapkan maka kesejahteraan, keaamanan akan terwujud nyata.
Wallahu a'lam.