-->

Kampus Dikepung Moderasi, Ancaman Bagi Generasi


Oleh : Hanum Hanindita, S.Si.

Belum lama ini, Universitas Brawijaya (UB) melalui UPT. Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (UPT. PKM) meresmikan “Griya Moderasi Beragama” di Gazebo Raden Wijaya. 

Rektor UB, Prof. Widodo, mengapresiasi program ini. Ia juga mengatakan bahwa program yang digagas pemerintah melalui Kementerian Agama ini sejalan dengan tujuan dan cita-cita UB dalam membentuk karakter sivitas akademika yang toleran, moderat, serta memiliki komitmen pada Pancasila sebagai konsesus dalam berbangsa dan bernegara(prasetya.ub.ac.id, 13/12/24).

Kepala Subdirektorat Kelembagaan dan Kerja Sama Diktis Thobib Al-Asyhar pernah menjelaskan, Rumah Moderasi Beragama di kampus-kampus PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) berperan sebagai pusat penguatan dan penyebaran wacana beragama yang moderat di tengah masyarakat. Kampus PTKI merupakan garda terdepan dalam mengawal pemikiran dan gerakan moderasi beragama. 

Lebih dari itu, gagasan moderasi beragama juga ditularkan melalui kelompok-kelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diturunkan di desa-desa. Mereka menyebarkan indikator moderasi seperti komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan di tengah masyarakat dengan beragam kegiatannya (viva.co.id, 14/11/23).

Moderasi agama makin gencar digalakkan, khususnya menyasar lingkungan pendidikan (kampus). Ini adalah ancaman yang nyata bagi generasi.

Bukan Agenda Baru

Moderasi agama bukanlah hal baru di Indonesia. Ia merupakan program yang selalu dikawal perjalanannya oleh pemerintah. Rumah moderasi pertama pun telah diresmikan di UIN Bandung pada November 2019 oleh Menteri Agama saat itu yakni Jenderal (Purn) Fachrul Razi.

Moderasi Islam atau Islam moderat merupakan ide dari pemikir sekuler-liberalis Barat, terutama mereka yang terlibat aktif dalam proyek pengendalian dan riset kebijakan-kebijakan global.

Moderasi beragama adalah penerapan dari rekomendasi RAND Corporation (lembaga think tank AS). Pada 2003 lalu, RAND Corporation membuat laporan yang merekomendasikan AS untuk mewujudkan “Islam yang cocok” bagi agenda Barat dan memecah belah umat Islam. Itulah Islam moderat. Pada 2007, RAND Corporation juga merilis dokumen Building Moderate Muslim Networks yang berisi langkah-langkah membangun jaringan muslim moderat. 

Menurut Janine A Clark, Islam moderat adalah “Islam” yang menerima sistem demokrasi. Sebaliknya, Islam radikal adalah yang menolak demokrasi dan sekularisme.

Secara singkat moderasi bertujuan untuk melawan Islam, menghancurkan eksistensi dan kemurnian Islam serta mengubah cara beragama kaum muslim sesuai dengan arahan dan keinginan negara kafir imperialis. 

Praktik-praktik moderasi yang sering kali dinarasikan adalah ajakan untuk melakukan toleransi beragama. Sebagai contoh, pluralisme, yaitu suatu paham yang meyakini bahwa semua agama benar dan sama-sama mengajarkan kebaikan. Akibatnya, siapa pun tidak boleh menganggap agama lain salah dengan alasan toleransi beragama. Contoh paling sering yang ditemui adalah kaum muslim yang seolah “dipaksa” ikut serta dalam aktivitas perayaan agama lain dengan alasan saling menghormati antarumat beragama. Tentu saja ini cara toleransi yang keliru.

Moderasi juga menderaskan pemikiran untuk mengambil ajaran Islam hanya sebatas spiritual saja. Sementara, aspek Islam politik seperti ajaran Khilafah dianggap ekstrem atau radikal. Akhirnya kaum muslim cenderung mengambil jalan tengah, hanya berislam setengah-setengah, alias tidak kafah.

Agenda moderasi beragama ini terus digencarkan di kalangan pemuda. Ini akan membuat mereka menerima dan rela berkompromi dengan pemikiran, konsep, maupun ide Barat yang berlawanan dengan Islam. Misalnya ide-ide kufur seperti kapitalisme, sekularisme, pluralisme, feminisme, demokrasi dan HAM. Ujung-ujungnya mereka akan jadi pemuda dengan pemikiran dan prinsip hidup yang sekuler dan liberal.

Program ini juga menjadikan pemuda sebagai agen dalam menyebarkan ide moderasi melalui program KKN di PT
KI. Selain itu diharapkan akan lahir dari program ini para mubalig, penyuluh dan guru-guru yang moderat dalam mengajarkan Islam.

Mengapa Menyasar Mahasiswa?

Moderasi beragama menyasar kampus karena mahasiswa memiliki peran penting dalam menyebarkan dan mengembangkan moderasi beragama di masyarakat. Mahasiswa dapat menjadi pionir untuk mengedukasi masyarakat terkait moderasi beragama.

Maka kita dapati hari ini, generasi muda terus didorong untuk menjadi agen utama penguatan moderasi beragama, sekaligus menjadikannya sebagai mainstream pergerakan mereka.

Mahasiswa merupakan generasi muda yang berada di posisi sebagai agen perubahan. Sebagai entitas yang unik, posisi mereka begitu ideal di masyarakat. Mereka memiliki banyak potensi luar biasa mulai dari potensi fisik,semangat melakukan perubahan dan pergerakan, hingga pemikiran yang kritis.

Meskipun demikian, atas nama komitmen kebangsaan, kekritisan mahasiswa dalam berbagai aksi kerap dibungkam, tidak boleh menuntut perubahan sistem, apalagi menawarkan sistem baru, yaitu penerapan Islam kafah yang malah dianggap radikal dan bisa dikriminalisasikan. Padahal, akar masalah berbagai kekacauan negara adalah sistem sekuler demokrasi.
 
Bagaimana Menyikapi Moderasi?

Sebagai seorang muslim, kita harus berislam secara menyeluruh. Ini adalah konsekuensi dari keimanan kita kepada Allah Swt.. Di dalam Al-Qur'an Allah Swt. berfirman yang artinya,
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu" (TQS. Al-Baqoroh : 208).
 
Oleh karena itu sikap moderat atau mengambil Islam hanya setengah-setengah tidaklah mencerminkan mukmin sejati.

Selain itu seharusnya potensi pemuda yang begitu luar biasa ini diarahkan kepada mainstream pergerakan yang benar. Potensi demografi pemuda muslim dunia apabila dipersatukan dengan ideologi Islam justru akan menjadi kekuatan besar untuk mewujudkan kembali kebangkitan Islam. 

Kita tidak boleh merelakan moderasi agama membajak potensi dan peran pemuda Islam serta merusak identitasnya. Jangan biarkan pemuda dibentuk menjadi agen pemikiran sekuler Barat dan menghilangkan api semangat untuk memperjuangkan agamanya. Sebab pemuda adalah poros bagi perputaran dunia. 

Sungguh, kewajiban kaum muslim, terutama generasi muda, adalah menolak tegas proyek moderasi agama, bukan justru menjadi bagian penyerunya.

Memang kondisinya nanti akan berbeda jika penguasa menerapkan aturan Islam dalam mengatur negara. Menjaga akidah adalah salah satu kewajiban negara yang harus ditunaikan. Dengan ketetapan ini, negara tidak akan memfasilitasi berbagai hal yang justru dapat merusak akidah dan agama umat seperti dengan membangun Rumah Moderasi.

Saat ini dimana masih berada dalam alam sekularisme yang bisa dilakukan adalah tetap bertoleransi sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasul yakni saling menghargai dan tidak mengganggu ibadah agama selain Islam, bukan dengan ikut merayakannya. Ini adalah bentuk toleransi yang relevan yang bisa dilaksanakan di kampus atau lingkungan manapun.

Selain itu, senantiasa berpegang teguh pada kitabullah dan sunnah agar aktivitas yang dijalankan tidak keluar dari koridor aturan Islam.

Pemuda muslim harus memahami Islam secara kafah dan menjadikannya sebagai poros pergerakannya. Dengan bermodalkan pemahaman Islam kafah, para pemuda akan menjadi pelopor dalam membongkar berbagai narasi sesat moderasi beragama. 

Para pemuda juga wajib berpegang teguh pada syariat, mendakwahkannya dalam upaya menegakkan kembali Khilafah, sehingga ada perisai yang akan melindungi akidah umat. 
Wallahu a'lam bishowab.