-->

Kenaikan Gaji Guru, Hanya Janji Manis Saja


Oleh : Tsari, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Di Hari Guru Nasional, 25 November 2024, tidak tanggung-tanggung, Presiden Prabowo Subianto memberikan kado manis untuk para pahlawan tanpa tanda jasa dengan menaikkan alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru ASN dan non-ASN pada 2025 menjadi Rp81,6 triliun, naik sebesar Rp16,7 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan gaji guru tersebut, diumumkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa, 26 November 2024, usai rapat bersama Prabowo. 

Katanya, gaji guru yang berstatus ASN akan naik sebesar satu kali lipat dari gaji pokok. Sedangkan gaji guru non-ASN akan naik sebesar Rp2 juta per bulan syaratnya telah mengikuti sertifikasi guru. Tambahan gaji bagi guru berstatus non-ASN atau guru sekolah swasta sebesar Rp2 juta tersebut berasal dari program sertifikasi guru. Tambahan gaji ini di luar gaji yang diberikan oleh sekolah asal mereka mengajar (Tempo.com, 29/11/2024).

Namun, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, menegaskan kenaikan gaji guru, sebagaimana yang dijanjikan oleh Prabowo saat berkampanye adalah hal yang mustahil. Sebab, tidak ada sumber dananya. Menurutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah minus karena harus membiayai makan bergizi gratis Rp10.000 per siswa per (Tempo.co, 2/12/2024).

Jika faktanya seperti itu, tentu saja kenaikan gaji guru hanyalah janji manis Presiden Prabowo dalam kampanyenya. Yang pasti para guru tidak bisa berharap banyak dengan janji-janji manis tersebut. Tetap saja guru tidak akan merasakan sejahtera, yang ada malah masalah terus bertambah. Sepeti yang kita ketahui, guru merupakan profesi yang paling banyak terjerat pinjol ilegal. Menurut survei yang dilakukan NoLimit Indonesia pada 2021, sebanyak 42% masyarakat yang terjerat pinjol ilegal adalah guru (CNBC Indonesia, 17/10/2024).

Itulah faktanya, guru banyak terjerat pinjol juga banyak guru memiliki profesi yang lain menguatkan hal itu. Hal ini terkait erat dengan sistem kehidupan yang diterapkan hari ini. Guru hanya dianggap seperti pekerja, sekadar faktor produksi dalam rantai produksi suatu barang. Dan menempatkan posisi guru sebagai komoditas ekonomi. Sebagaimana berjalannya sebuah proses produksi, gaji guru sebagai faktor produksi harus dibuat serendah mungkin agar keuntungan yang diperoleh bisa lebih besar. 

Kesejahteraan guru tentunya berkaitan dengan kualitas pendidikan. Meskipun demikian kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak hal, tidak hanya kesejahteraan guru. Selain kesejahteraan guru, kualitas pendidikan di antaranya juga dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur pendidikan dan kualitas guru dan lain-lain. Tapi, nyatanya kompenen tersebut banyak yang tidak terpenuhi, mulai dari problematika kurikulum pendidikan yang dinilai kurang tepat, penyediaan infrastruktur pendidikan yang jauh dari kata layak, juga sarana dan prasarana yang kurang memadai, hal ini sangat mempengaruhi performance guru dalam memberikan pengajaran.

Sistem hari ini juga menjadikan negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan hanya sebagai regulator dan fasilitator. Tidak mengherankan jika nasib guru dan murid sama-sama di ujung tanduk karena fungsi kepemimpinan penguasa tidak mengarah pada aspek mengurusi urusan rakyatnya. Banyak yang masih beranggapan mahalnya biaya pendidikan semakin bagus pula kualitas pendidikannya, padahal pendidikan mahal tidak selalu berkaitan dengan kualitas generasi, mahalnya pendidikan semakin menegaskan adanya komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan.

Islam sangat memperhatikan guru karena memiliki peran yang sangat penting dan strategis mencetak generasi yang berkualitas dan akan membangun bangsa dan menjaga peradaban. Dalam Islam, negara bukan sebagai regulator, melainkan pe-ri’ayah (raa’in) dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya. Dengan begitu, siapa pun yang terpilih menjadi penguasa, ia adalah pemimpin yang amanah dan adil, serta akan mengatur hajat hidup rakyatnya dengan sebaik-baiknya.

Keberadaan pendidikan tidak ubahnya fasilitas umum bagi rakyat. Negara Khilafah akan menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara bisa diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Dan juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Serta berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.   

Terkait pembiayaan pendidikan oleh Khilafah, terdapat dua sumber pendapatan Baitul Maal untuk membiayai pendidikan. Pertama, pos fai dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara, seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Khusus untuk pajak, dipungut dari rakyat hanya ketika kas Baitul Maal kosong, itu pun hanya kepada laki-laki Muslim yang kaya. Kedua, pos kepemilikan umum, seperti sumber kekayaan alam, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Semua jenjang pendidikan (dasar, menengah, tinggi), juga menyangkut gaji para guru/dosen, serta pengadaan infrastruktur, sarana, dan prasarana pendidikan yang seluruhnya menjadi kewajiban negara untuk membiayainya. Khilafah berkepentingan untuk menyediakan para guru terbaik untuk mendidik dan mencerdaskan generasi.

Khilafah juga akan memastikan guru digaji dengan layak tanpa harus ada tambahan maupun tunjangan tertentu. Karena hal tersebut didukung oleh sistem ekonomi Islam yang menjamin distribusi harta secara merata di tengah-tengah rakyat. Ini untuk memastikan tiap individu rakyat bisa hidup sejahtera karena terpenuhinya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan.

Dalam catatan sejarah, pada masa Khilafah Abbasiyyah gaji guru sangat fantastis, yakni sama dengan gaji para muazin, yakni 1.000 dinar/tahun (sekitar 83,3 dinar/bulan). Dengan nilai 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas dan harga emas saat ini sekitar Rp1,5 juta/gram, ini berarti gaji guru pada masa itu sekitar Rp6,375 miliar/tahun atau Rp531 juta/bulan (Muslimah News, 03/12/2024).

Guru adalah profesi yang seharusnya dihormati dan dihargai semua pihak, dan kesejahteraannya harus diperhatikan, pada kenyataanya masih banyak guru yang berpenghasilan di bawah UMR. Lebih mirisnya lagi gaji guru honorer yang tidak sampai Rp500.000, per bulan. Hal ini membuktikan, selama sistem pendidikan masih di bawah cengkraman kepemimpinan kapitalisme, nasib para guru dan anggaran pendidikan semakin putus asa. berbeda dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah bagi seluruh rakyatnya secara adil dan merata sehingga negara akan berupaya untuk menyediakannya dengan optimal.[]