-->

Kenaikan Pajak, Kebijakan Dzalim Sistem Kapitalisme


                    Oleh: Hamnah B. Lin

Dilansir oleh CNBCIndonesia tanggal 20/8/2024, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan betapa tidak masuk akalnya rencana pemerintah menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. Menurut dia, kenaikan itu hanya menyengsarakan rakyat, namun tidak signifikan menambah penerimaan negara. Faisal menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12% juga tidak adil. Sebab, pemerintah masih jor-joran memberikan banyak insentif fiskal kepada korporasi besar.

"Insentif diberikan kepada korporasi yang besar, sementara rakyat dibebani terus, ini sudah hampir pasti PPN naik menjadi 12%," kata Faisal dalam diskusi Indef dikutip Selasa, (20/8/2024).

Faisal telah menghitung tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN. Menurut dia, tambahan pendapatan yang bisa didapat tidak lebih dari Rp 100 triliun. Sementara, kata dia, pemerintah sebenarnya bisa memperoleh penerimaan yang jauh lebih besar ketika menerapkan pajak ekspor batu bara. Dia memperkirakan penerimaan negara dari pajak ekspor batu bara bisa mencapai Rp 200 triliun. Namun, memang pada dasarnya pemerintah tak mau melakukannya, sehingga memilih menekan rakyat kecil.

Sebagaimana diketahui, rencana kenaikan PPN menjadi 12% tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU tersebut memberikan mandat kepada pemerintah untuk menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% pada awal 2025.

Dalam sistem ekonomi kapitalisme neoliberal yang saat ini diterapkan, yang kebebasan berkepemilikan (freedom of ownership) menjadi salah satu pilar kebebasan, ruang besar diberikan bagi mereka yang kuat modal untuk menguasai sumber-sumber ekonomi. Tidak melihat sumber ekonomi tersebut menguasai hajat hidup orang banyak ataukah tidak. Alhasil, meskipun negeri ini dikenal kaya raya dan sumber dayanya melimpah ruah, tetapi penguasa tidak pernah mampu bisa menyejahterakan rakyatnya. Karena seluruh sumber daya tersebut justru jadi rebutan pengusaha yang bekerjasama dengan para penguasa. Pada saat yang sama, modal untuk menyejahterakan rakyatnya hanya bertumpu pada pajak dan utang yang ujung-ujungnya tetap saja membebani pundak rakyat, bahkan makin mencekik rakyat.

Beban berat rakyat dalam memenuhi pungutan pajak merupakan konsekuensi atas diterapkannya sistem demokrasi kapitalisme. Sistem pemerintahan ini menjadikan pajak sebagai sumber utama dalam pendapatan negara. Dengan begitu, berjalannya roda pemerintahan pada akhirnya membutuhkan pemasukan yang sangat besar dari pajak.

Sudah makin tinggi pajak dipungut terhadap seluruh rakyat Indonesia, namun pembangunan tidak pernah merata. Lihatlah pembangunan infrastruktur terus dilakukan di pusat ekonomi, sedangkan di pelosok desa masih banyak yang belum terjangkau oleh pembangunan serupa. Begitu pula gaji dan fasilitas mewah para pejabat terus saja dinaikkan anggarannya di tengah banyaknya guru honorer yang tidak mendapatkan gaji layak.

Inilah potret buram pemerintahan demokrasi kapitalisme. Besarnya pungutan pajak atas rakyat merupakan bentuk kezaliman yang nyata. Pemerintah yang seharusnya mengurusi umat dan memberikan fasilitas hidup yang layak, nyatanya hanya menyejahterakan para kapitalis.

Hal ini sungguh berbanding terbalik dengan sistem Islam, dimana sistem ekonomi Islam menetapkan negara sebagai raa'in yang mengurus rakyat, memenuhi kebutuhannya dan mensejahterakan, membuat kebijakan yang membuat rakyat hidup tenteram. Juga menetapkan aturan kepemilikan dan menjadikan sumber kekayaan alam sebagai milik umum yang wajib dikelola negara dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan berbagai mekanisme yang diatur syara'. SDA ini adalah salah satu sumber pemasukan negara. Negara memiliki berbagai sumber pemasukan yang cukup untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat individu per individu

Sedangkan pajak merupakan alternatif terakhir dipungut oleh negara dalam kondisi kas negara kosong dan ada kewajiban negara yang harus ditunaikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, dan hanya dipungut pada rakyat yang mampu atau kaya.

Dharibah atau pajak sendiri bagi negara Islam (Khilafah) bukanlah sumber pemasukan utama, bahkan negara akan sangat jarang menggunakan pajak sebagai sumber pendapatan baitulmal. Penerimaan baitulmal yang begitu besar dan banyak berasal dari sumber selain pajak, dan jika dioptimalkan jumlahnya akan sangat melimpah.

Adapun sumber pemasukan Khilafah, adalah pertama dari anfal, ganimah, fai dan khumus. Anfal dan ganimah adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum muslim dari harta orang kafir melalui perang di medan pertempuran. Harta tersebut bisa berupa uang, senjata artileri, barang dagangan, bahan pangan dan lainnya.

Harta fai adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum muslimin dari orang kafir tanpa pengerahan pasukan dan tanpa kesulitan, atau tanpa melalui peperangan. Khumus adalah seperlima yang diambil dari ganimah. Seluruh harta ini dapat diperoleh jika terjadi peperangan dengan negara kafir harbi.

Kedua, kharaj, yaitu hak atas tanah bagi kaum muslim yang diperoleh dari orang kafir baik lewat peperangan, maupun perjanjian damai. Status tanah kharaj ini tetap berlaku walaupun pemiliknya menjadi muslim.

Ketiga, jizyah yaitu hak kaum muslim yang diberikan Allah Swt dari orang-orang kafir sebagai tanda ketundukan mereka kepada Islam. Jizyah berhenti dipungut saat orang kafir tersebut masuk Islam.

Keempat, harta milik umum, yaitu harta yang ditetapkan kepemilikannya oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya bagi kaum muslimin dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama kaum muslimin. Individu boleh mengambil manfaatnya tetapi tidak boleh memilikinya secara individu. Hasil dari kepemilikan umum inilah yang menjadi andalan utama pemasukan baitulmal.

Harta milik umum ini meliputi minyak bumi, gas alam, tambang emas, uranium, timah, batu bara, bijih besi, hutan, laut, perairan, dan kekayaan alam hayati lainnya. Semua itu telah Allah Swt anugerahkan kepada negeri-negeri muslim.

Sumber pemasukan ini sungguh luar biasa besar, hanya negara khilafah yang mampu mewujudkannya. Negara yang dituntun oleh Alquran dan Assunnah. Negara yang memiliki para penguasa bertakwa, bertanggungjawab terhadap seluruh urusan rakyatnya. Maka negara khilafah adalah kebutuhan mendesak, selain juga karena negara khilafah adalah sebuah kewajiban untuk mewujudkannya.
Allahu a'lam.