KESEHATAN UNTUK SEMUA HANYA BISA TERWUJUD DALAM KEPEMIMPINAN ISLAM
Oleh : Ridha Dwi Minanti, S.Pd
(aktivis dakwah dan staff pengajar di SAT AL- AHNAF)
Program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN menghadapi risiko beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimaannya. Muncul saran agar iuran naik, tetapi berdasarkan perhitungan terbaru, iuran BPJS naik hingga 10%. Itu pun tidak cukup dan masih berpotensi dalam menyebabkan defisit bagi dana jaminan sosial bagi masyarakat.
Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Rizzky Anugerah menjelaskan rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan iuran JKN sampai Oktober 2024 telah mencapai 109,62%, yang berarti beban yang dibayarkan lebih tinggi dari iuran yang didapat. BPJS Kesehatan mencatat penerimaan iuran sebesar Rp133,45 triliun, sedangkan beban jaminan kesehatan untuk masyarakat sebesar Rp146,28. triliun. Belum lagi fasilitas dan Dan tenaga Kesehatan yang tidak merata, biaya kesehatan yang mahal/komersialisasi. (Finansial.bisnis.com, 07/12/2024).
Menurut lembaga riset yang dilakukan oleh "The Indonesian Institute" masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Karena dari sekitar 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit yang ada di Indonesia, sebagian besarnya masih berpusat di kota-kota besar. Selain itu juga karena masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman masih sulit menjangkau pelayanan kesehatan pemerataan masih perlu dilakukan tidak hanya di daerah - daerah tetapi di semua tempat kesehatan, entah di puskesmas maupun dirumah sakit. Sebelum melengkapi fasilitas - fasilitas yang ada untuk membantu pengobatan pelayanan kesehatan harus sudah baik dan lengkap. Tenaga kesehatan yang tersedia di daerah pedalaman juga masih jauh dari kata cukup. Data terakhir Kementerian Kesehatan RI memang mencatat, sebanyak 52,8 persen dokter spesialis berada di Jakarta, sementara di NTT dan provinsi di bagian Timur Indonesia lainnya hanya sekitar 1-3 persen saja. Maka dari itu seharusnya lebih banyak tenaga kesehatan yang dikirimkan untuk bertugas di daerah pedalaman agar pelayanan kesehatan dapat lebih merata.(finansial.bisnis.com, 07/12/2024).
Fakta ini menunjukan suatu permasalahan yang besar. Pemerintah yang seharusnya melayani masyarakat dengan layanan kesehatan terbaik, akan tetapi menambah beban masyarakat dengan menaikkan iuran BPJS. Bukan layanan kesehatan yang terbaik yang didapatkan oleh warga, akan tetapi hanya warga negara tertentu saja yang terjamin dengan layanan kesehatan yang baik. Karena, tidak semua warga negara bisa mengakses layanan kesehatan.
Dampak kurangnya pelayanan kesehatan
Kurangnya tingkat pelayanan fasilitas kesehatan tercermin dari kendala masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di beberapa Rumah Sakit. Pasien yang mengalami penyakit dalam kategori berat diminta menanti pelayanan hingga kurang lebih 1 bulan di rumah. Padahal seharusnya, pasien tersebut seharusnya sudah mendapatkan pertolongan sejak awal.Terkadang juga pasien - pasien harus mengantri panjang untuk cek dan penebusan obat, belum lagi jika mereka dirujuk kerumah sakit lain.
Distribusi - distribusi yang berkaitan dengan penyaluran alat - alat kesehatan harus menjadi fokus pemerintah karena kesehatan merupakan sektor yang penting dalam kehidupan. Fokus utama pemerintahan seharusnya bukan hanya rumah sakit besar tetapi semua rumah sakit yang ada di Indonesia. Selain pelayanan yang disediakan dapat membantu masyarakat hal lain yang harus juga diimbangi adalah etika yang dimiliki pelayan kesehatan harus sesuai dengan kode etik.
Salah satu contoh mengenai pelayanan yang kurang masih dirasakan oleh para pengguna BPJS kesehatan karena terkadang akses mereka dalam pengobatan masih sering dipersulit dan juga seringkali dibedakan dengan yang lainnya. Penumpukan pasien juga sering terjadi sehingga masyarakat sering kali terlambat dalam mendapatkan penanganan yang ada dan dibutuhkan. Pemerintah terutama KEMENKES harusnya lebih menaruh perhatian lebih pada dua masalah yang ada ini.
Kurangnya tingkat pelayanan fasilitas kesehatan juga tercermin dari pasien yang mengalami penyakit dalam kategori berat diminta menanti pelayanan hingga kurang lebih 1 bulan di rumah. Padahal pasien tersebut seharusnya sudah mendapatkan pertolongan sejak awal terdiagnosa suatu penyakit, baik dalam kategori apapun (ringan hingga berat). Terkadang juga pasien - pasien harus mengantri panjang untuk cek dan penebusan obat, belum lagi jika mereka dirujuk kerumah sakit lain.
Solusi
Kepemimpinan sekuler menjadikan penguasa abai terhadap perannya sebagai raa’in. Raa’in (pemimpin) di dalam Islam tidak otoriter apalagi diktator, juga tidak lemah. Namun, ia pengurus (pemelihara) yang bertanggung jawab atas siapa pun yang dipimpinnya berlandaskan Islam. Penting bagi umat Islam sekarang untuk membentuk mental raa’in ini pada remaja muslim. (Muslimahnews.net.com, 24/10/2022).
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam Q.S An-nisa’ ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَا فُوْا عَلَيْهِمْ ۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوا قَوْلًا سَدِيْدًا
"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 9)
Dalam ayat diatas Allah memerintahkan bahwa tidak sekadar generasi yang kuat fisiknya, tetapi juga kuat mentalnya. Begitu juga dengan seorang pemimpin haruslah bermental kuat dan siap untuk mengemban amanah kepemimpinan serta bertanggung jawab atas warga negaranya.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban.” (HR Imam Bukhari)
Imam Suyuti mengatakan, lafaz raa‘in (pemimpin) adalah setiap orang yang mengurusi kepemimpinannya. Lebih lanjut ia mengatakan, “Setiap kamu adalah pemimpin.” Artinya, penjaga yang tepercaya dengan kebaikan tugas dan apa saja yang di bawah pengawasannya.
Seorang pemimpin haruslah peduli dengan berbagai persoalan kehidupan. Bukan sekadar dibicarakan atau didiskusikan, tetapi membantu mencarikan jalan keluarnya. Setelah kepedulian, sifat berikutnya adalah suka membantu dan mendahulukan orang lain. Ia tidak egois. Keinginan untuk selalu didengar dan diperhatikan beralih kepada siap menjadi pendengar yang baik dan memperhatikan berbagai masalah yang dihadapi orang lain untuk kemudian menawarkan solusi problem.
Dan Negara juga seharusnya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Juga bertanggung jawab dalam pelayanaan dan penyediaan fasilitas kesehatan untuk masyarakat. Di kapitalis ini kesehatan justru dijadikan insdustri atau bisnis bagi pengusaha dan orang orang yang memiliki kuasa. Bisa dipastikan narasi pemerintah soal anggaran kesehatan yang diprioritaskan juga upaya peningkatan standarisasi profesi kesehatan sejatinya bukan untuk rakyat, melainkan demi melayani kepentingan korporasi. Kesehatan adalah kebutuhan dasar publik yang wajib disediakan negara.
Jadi sudah jelas disini untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kesehatan masyarakat tidak bisa dilakukan dalam kepemimpinan di negara yang memiliki sistem kapitalis seperti sekarang ini. Jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat ini hanya mungkin terwujud dalam sistem kepemimpinan Islam. Khalifah berperan sebagai raa'in, yang menjamin terpenuhinya layanan kesehatan hingga pelosok, dengan fasilitas yang memadai, berkualitas, dan gratis.
Posting Komentar