Krisis Air Bersih, Berharap Pada Siapa
Krisis Air Bersih, Berharap Pada Siapa
Oleh: Hamnah B. Lin
Tak kurang dari 10.000 warga Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, saat ini tengah menghadapi krisis air bersih. Krisis ini disebabkan oleh putusnya pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang terletak di bawah laut akibat tersangkut jangkar kapal. Masalah ini telah berlangsung sejak 7 November 2024, dan berdampak signifikan pada kebutuhan air bersih masyarakat setempat. Menanggapi kondisi tersebut, berbagai kelompok dan elemen masyarakat terus mengirimkan bantuan air bersih untuk memastikan kebutuhan warga terpenuhi ( kompas.com, 3/12/2024 ).
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di bidang infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR), Insannul Kamil menyatakan bahwa proyek penyediaan air minum masih kekurangan dana Rp150 triliun. Apabila mengacu pada APBN 2020—2024, total dana penyediaan air minum adalah Rp130 triliun. Pendanaan yang berasal dari APBN sebanyak 42%. Kemudian kerja sama pemerintah dengan badan usaha hanya 24%. Sisanya berasal dari pendanaan lain. Oleh karena itu, pemerintah berusaha mendorong pihak swasta untuk berinvestasi dalam bidang ini.
Banyak faktor yang menyebabkan adanya krisis air bersih. Salah satunya karena kebijakan pemerintah sendiri. Misalnya, keberadaan UU pengelolaan SDA, seperti perizinan tambang batubara dan nikel. Kedua tambang itu membuang limbah tanpa mengolahnya. Ini jelas membuat air di sekitarnya tercemar hingga akhirnya membuat masyarakat di sekitar tempat penambangan kesulitan air bersih.
Masalah penggundulan hutan, baik karena penebangan liar, pembakaran, atau karena pembukaan tambang, menyebabkan hilangnya pohon-pohon yang seharusnya menyimpan air tanah sehingga membuat air tak bisa disimpan. Akhirnya, ketika air hujan datang, tanah tidak kuasa menahan beban. Banjir pun melanda. Walhasil, saat musim kemarau tiba, daerah itu pun akan terdampak kekeringan.
Kemudian kapitalisasi air juga membuat masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih dengan mudah. Sebagai contoh, masuknya pengusaha-pengusaha air minum membuat mereka menguasai sumber air minum besar. Hanya demi keuntungan, mereka pun menjual air itu. Jika masyarakat ingin mendapatkan air bersih, harus membeli dahulu, padahal air kemasan tersebut juga berasal dari mata air di Indonesia.
Selain itu, kebijakan lain seperti pembangunan infrastruktur jalan tol, bandara, atau yang lain justru mengurangi daerah resapan air hingga akhirnya membuat wilayah yang dahulunya tidak terkena banjir, jadi mendapatkan kiriman banjir.
Munculnya masalah air merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama. Dalam sistem ini, pengusahalah yang berkuasa sehingga apa pun usahanya, asal bisa mendapatkan cuan, akan dilakukan, meskipun bisa merampas hak masyarakat sekitar. Sebagaimana hak mereka mendapatkan air bersih.
Kapitalisme juga membuat negara hanya sebagai fasilitator. Negara malah berlepas tangan dari tanggung jawabnya. Ini karena mereka mengalihkan tanggung jawab memenuhi kebutuhan masyarakat kepada swasta. Ini tentu bukan cara yang nyata membela masyarakat, tetapi demi keuntungan pribadi.
Hal ini sungguh berbanding terbalik dengan Islam, Islam sebagai agama memiliki aturan untuk mengatur kehidupan manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Salah satunya persoalan sumber daya air. Islam menetapkan air merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki oleh swasta/individu. Air menjadi tanggung jawab negara Islam (khilafah) untuk mengelolanya secara gratis. Tidak boleh dikelola oleh swasta untuk diperjualbelikan.
Rasul SAW bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Daud dan Ahmad). Hadis tersebut menyatakan bahwa ketiga perkara tidak boleh dimiliki individu / swasta.
Islam melarang tegas negara/individu untuk melakukan praktek jual beli air. Islam mewajibkan negara mengelolanya secara gratis untuk kesejahteraan rakyatnya hingga benar-benar tercukupi kebutuhannya tanpa kekurangan. Negara wajib mengatur kelayakan air dengan mendorong adanya inovasi pengelolaan air agar layak dan aman dikonsumsi.
Melalui teknologi lingkungan berbasis akidah Islam akan dapat diterapkan dalam semua aspek agar tak menimbulkan pemborosan terutama dalam penggunaan tanah dan air. Negara wajib mengedukasi rakyat agar senantiasa menjaga ekosistem tanah dan air agar berfungsi dengan baik.
Oleh sebab itu kedudukan air merupakan harta berharga yang tidak bisa diukur dengan mata uang sekalipun. Air merupakan harta milik umum yang haram dinikmati oleh segelintir orang saja. Karena itu negara sebagai pemilik kebijakan sepatutnya berpikir bagaimana agar rakyat tetap mendapatkan haknya, tidak terlunta-lunta menunggu adanya air bersih.
Sudah saatnya hadir sebuah negara yang menjalankan syariat Islam, meriayah kepentingan umat, dan menjalankan hukum - hukum Islam yang universal. Jauh dari tekanan dan perjanjian dengan asing, mampu berdikari hingga umat atau rakyat sejahtera. Yakni negara khilafah islamiyah minhajinnubuwwah.
Allahu a'lam.
Posting Komentar