-->

Memiliki Rumah Layak Huni, Islam Solusinya


Oleh : Umma Syaddid
 
Setiap orang pasti berharap untuk memiliki rumah. Keberadaan sebuah rumah akan membuat hidup terasa lebih aman dan juga nyaman karena rumah bukan hanya sekadar bangunan dari batu bata dan semen, tetapi merupakan symbol dari kebersamaan, kehangatan, dan harapan. 
 
Namun realitanya, tidak semua harapan dan impian bisa sejalan. Masih banyak diantara keluarga-keluarga yang ada di negeri ini yang belum bisa memiliki rumah layak huni. Lebih dari sepertiga penduduk Indonesia, tepatnya 36,85% rumah tangga, tinggal di rumah yang tidak layak huni. Detailnya, terdapat 32 juta dari total 75 juta rumah tangga di Indonesia hidup dalam kondisi rumah yang tidak layak. (Perkim.id.10/10). Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo. Menurut Hashim hampir ada 11 juta keluarga yang saat ini antre untuk mendapatkan rumah yang layak huni.(DetikFinance. 4/12). Angka ini menunjukkan bahwa masalah perumahan yang layak masih menjadi tantangan besar di negara ini. 

Retorika Populisme
 
Seolah menjawab apa yang dibutuhkan oleh negeri ini pasangan Presiden Prabowo -Gibran memiliki program untuk membangun rumah 3 juta unit per tahun dengan rincian 2 juta unit di perdesaan dan 1 juta unit di perkotaan. Program ini digadang-gadang akan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kekurangan pasokan rumah yang tidak layak huni di Indonesia yang rencananya akan direalisasikan pada 2025 mendatang. Program ini sejatinya adalah versi baru dari program sejuta rumah (PSR) milik mantan Presiden Joko Widodo yang juga diproyeksikan bakalan membantu perekonomian nasional, menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja baru, dan memberi peluang bagi masyarakat untuk memiliki rumah layak huni. Namun benarkah realisasinya nanti akan demikian?
 
Banyak pihak meragukan keberhasilan dan efektivitas program ini, terutama terkait dengan faktor pendanaan. Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, menyebut negara butuh Rp750 triliun untuk membangun program 3 juta rumah per tahun milik Presiden Prabowo Subianto ini. Tidak hanya faktor pendanaan, Lasarus juga mempertanyakan kesiapan Menteri PKP, Maruarar Sirait, untuk membangun 8.333 unit rumah rakyat per hari demi mengejar target 3 juta rumah. Tentu ini merupakan pekerjaan yang sangat berat. Dikutip dari Bisnis. Komentar senada juga disampaikan oleh Bambang Ekajaya, wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), "Tentu target 3 juta rumah adalah satu misi yang berat, selama ini target 1 juta rumah per tahun saja kita sulit dicapai, ini harus ada terobosan khusus," tutur Bambang, dikutip dari Kontan.
 
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) realisasi PSR sampai dengan Juli 2024 hanya mampu menyelesaikan 59,23 persen dari total target yang dibuat yaitu 1.042.738 rumah. Sehingga dengan demikian program 3 juta rumah per tahun tentu sangat sulit untuk direalisasikan dan hanya akan menambah potensi backlog setiap tahunnya.
 
Untuk memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam rencana pembangunan 3 juta rumah ini, Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) telah menggandeng 6 perusahaan di dalam negeri.Tribunenews(5/11). Selain pihak swasta pemerintah juga memberikan kesempatan kepada pihak asing untuk juga ikut terlibat. Qatar dan China disebut berminat untuk ikut pada proyek pembangunan ini. "Keluarga Al Thani sudah menyatakan minat untuk membangun 1 juta unit apartemen dengan syarat dari Emir tidak boleh rugi, tapi nggak boleh untung besar. Ini bagi mereka itu amal. Amal tapi jangan rugi, untung tipis-tipis boleh lah," papar Hashim, dikutip dari Detikcom. Demikian juga Perusahaan asal China seperti China State Construction Engineering Corporation juga menyatakan minat untuk turut andil membangun 1 juta unit hunian di perkotaan. Padahal dengan masuknya pihak swasta dan asing, tentukan hal ini akan mengubah orientasi pemenuhan kebutuhan rakyat menjadi mencari keuntungan dan materi semata. Belum lagi konsesi lahan yang diberikan ke pihak swasta dan asing atas nama liberalisasi akan mengakibatkan lahan berada di bawah kendali korporasi.

Demikian juga akan terjadi liberalisasi pada barang tambang seperti pasir, semen, besi, Batubara, minyak bumi, timah, juga kayu dan hutan yang termasuk bahan bangunan. Semua ini akan menyulitkan rakyat untuk menjangkau rumah hunian yang murah, layak dan berkualitas. Sungguh, kebijakan populis yang lahir dari system demokrasi kapitalisme ini telah melahirkan pemimpin yang seolah-olah peduli pada rakyat tetapi kenyataannya tidak. Kebijakan dibuat seolah pro rakyat tapi kenyataannya tidak. Puluhan juta rakyat terancam nyawa dan kesehatannya karena tidak memiliki hunian yang layak. Puluhan tahun mereka harus hidup di kolong jembatan di bantaran Sungai atau di gang-gang sempit yang tidak sehat dan sangat tidak layak. Sementara di saat yang sama pemerintah membiarkan pihak pengembang baik swasta maupun asing mengendalikan harga rumah sesuka hatinya demi keuntungan yang berlimpah. 

Demikianlah yang terjadi di negeri ini yang telah puluhan tahun hidup di bawah system demokrasi kapitalisme yang telah terbukti selama puluhan tahun pula gagal menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sekalipun telah berganti beberapa kali kepemimpinan. Akankah kita akan tetap berharap pada system yang seperti ini?

Jaminan Hunian di Islam
 
Islam sebagai system kehidupan yang komprehensip memiliki serangkaian kebijakan dan mekanisme pengaturan tentang penyediaan hunian yang layak. 

Kebijakan dalam aturan Islam menempatkan kebutuhan rumah/papan sebagai kebutuhan pokok yang hukumnya wajib bagi negara untuk memenuhinya. Negara bertanggung jawab secara langsung untuk menjamin seluruh rakyatnya memiliki rumah yang layak huni dan berkualitas. Pasalnya dalam Islam, rumah tidak hanya sebagai tempat untuk berteduh atau dijadikan sebagai barang investasi atau bermegah-megahan. Akan tetapi Islam memandang rumah adalah tempat untuk menerapkan hukum syariat, seperti syariat kehidupan keluarga, syariat kehidupan suami – istri, pendidikan anak, menutup aurot dsb. Selain itu politik perumahan Islam juga memperhatikan bagaimana kondisi lingkungan perumahan karena di sanalah generasi akan mendapatkan lingkungan yang nyaman dan aman untuk bermain dan bersosialisasi serta mendapatkan Pendidikan yang terbaik. 
 
Untuk memenuhinya Islam mewajibkan pada setiap laki-laki untuk bekerja dalam rangka mencari nafkah bagi keluarganya termasuk nafkah rumah yang layak bagi kesehatan dan penerapan syariat. Di sisi yang lain Islam mewajibkan negara bertindak sebagi Raa’in (pengurus) kebutuhan rakyat. Kewajiban ini menuntut negara bersikap sebagai pelayan bukan pebisnis kepada rakyatnya layaknya system kapitalisme hari ini. Karenanya negara di bawah kepemimpinan Islam akan memastikan setiap individu mendapatkan hunian yang layak. Untuk keperluan ini negara dapat melakukan survey secara lanngsung ke masyarakat. Bagi rakyat yang belum memiliki hunian yang layak ada beberapa mekanisme penyediannya. Pertama, negara menyediakan rumah murah bahkan gratis yang dibiayai dari Baitul Mal sehingga rakyat dapat mengaksesnya dengan murah dan mudah kedua, negara mensubsidi biaya Pembangunan rumah sehingga rakyat yang memiliki tanah tidak kesulitan untuk membangun rumah. Negara juga akan mengelola SDA bahan bangunan secara mandiri sehingga rakyat akan mudah mendapatkannya untuk membangun rumahnya. Kemudian negara juga akan memperhatikan tata ruang kota agar perumahan tidak kumuh, tidak jauh dari fasilitas public dan nyaman sebagai tempat tinggal sebagaimana yang dilakukan oleh Khilafah Abbasiyah yang membangun Kota Baghdad.
 
Negara di bawah sistem Islam tidak akan menyerahkan/mengalihkan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan papan kepada pihak swasta apalagi pihak asing. Semua pembiayaan akan ditanggung oleh negara melalui Baitul Mal. Baitul Mal sebagai lembaga keuangan negara memiliki pos-pos pemasukan. Salah satu sumber pemasukan negara yang diperuntukkan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat adalah pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan umum bersumber dari harta kepemilikan umum atau SDA yang jumlahnya melimpah seperti dari hasil tambang, hutan, laut, danau, gunung. Negara akan mengelolanya dan mendistribuskannya sesuai dengan kebutuhan rakyat dalam rangka untuk memenuhi semua kebutuhan pokok rakyatnya. Wallahu’alam