Menjaga Akidah Umat Islam di Tengah Perayaan Nataru
Oleh : Ummu Sumayyah
Sebagaimana diketahui, Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, mengajak seluruh masyarakat untuk terus menjaga keharmonisan antarumat beragama menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2024/2025. ”Kita harus memelihara hubungan baik sebagai warga bangsa yang hidup dalam keberagaman,” ungkap Nasaruddin. Ia juga menekankan pentingnya saling mendukung dan menghormati dalam merayakan hari besar keagamaan masing-masing. ”Perbedaan itu anugerah, sesuatu yang membuat kehidupan kita lebih indah,” tambahnya.
Natal yang kini dirayakan umat Kristiani bertepatan pada 25 Desember 2024 dan akan diikuti oleh momen pergantian tahun pada 31 Desember. Pemerintah, melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, menetapkan 26 Desember 2024 sebagai hari cuti bersama Natal. Namun, tidak ada libur nasional tambahan hingga pergantian tahun. Nasaruddin juga mengingatkan bahwa menjaga toleransi adalah bagian penting dari identitas bangsa Indonesia. (radarsampit.jawapos.com 15/12/24)
Tidak hanya kemenag, Pemkot Surabaya tengah memastikan kesiapan menyambut perayaan Nataru 2024/2025 dengan fokus utama pada pengamanan tempat ibadah dan menjaga kerukunan umat beragama. Perihal ini, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menegaskan pentingnya kerja sama semua pihak untuk memastikan keamanan dan kenyamanan warga, terutama umat kristiani yang merayakan Natal (JawaPos.com 13/12/24)
Perkataan Kemenag maupun Wali Kota Surabaya sungguh tidak sesuai kenyataan, terlebih mereka juga bagian dari kaum muslim. Toleransi kata ini sering digaungkan di tengah masyarakat khususnya bagi umat beragama islam apalagi menjelang masuknya perayaan Nataru seolah bagaimana sikap kita sebagai kaum muslim terhadap perayaan Natal menjadi tolak ukur seberapa jauh umat islam bersikap toleran kepada non muslim, misalnya umat islam membantu dalam perayaan akan disebut umat islam yang toleran, cinta damai dan sejenisnya tapi sebaliknya jika ada umat islam tidak menghadiri atau membantu dan tidak mengucapkan selamat natal, dikatakan tidak toleran padahal praktik toleransi dalam ikut membantu atau berpartipasi serta mengamalkan ajaran agama lain sejatinya bertentangan dengan akidah dan ajaran islam.
Hal yang sama juga akan berulang saat pergantian tahun. Banyak masyarakat dari kalangan muslim yang mengadakan acara-acara pada momen pergantian tahun, bahkan tidak jarang mewarnainya dengan berbagai pesta yang lekat dengan aktivitas maksiat, seperti campur baur antarlawan jenis maupun pesta seks dan narkoba. Mengingat beragam kegiatan di momen Nataru, sungguh tidak tepat jika ada imbauan sebagaimana dari para pejabat tadi mengingat mayoritas penduduk negeri ini jelas-jelas kaum muslim. Tentu aneh jika seruan toleransi malah ditujukan kepada kaum muslim sebagai penduduk mayoritas, apalagi jelang Nataru adalah hari raya kaum non muslim. Oleh karena itu atas nama menjaga keberagaman dan toleransi, umat Islam digiring untuk ikut memeriahkan perayaan Nataru dengan dalih pluralisme. Ini adalah toleransi versi sekuler yang bisa merobohkan keimanan kaum muslim sebagai akibat minimnya pemahaman umat sehingga mereka mudah terbawa arus karena bertentangan dengan syariat Islam.
Toleransi tersebut justru bertujuan mengacak-acak akidah umat islam. Di antara akibat penerapan sistem sekuler adalah landasan kehidupan yang berkonsep pemisahan agama dari kehidupan. Dengan kata lain, nilai-nilai agama dipisahkan dari kehidupan dan interaksi sosial kemasyarakatan. Sebaliknya, agama hanya boleh mengatur kehidupan khusus sedangkan dalam ranah hal bernegara tidak boleh bawa bawah agama dan diatur sungguh sangat miris ketika sistem yang diterapkan hari ini bukan islam tapi sistem kapitalisme yang asas nya pemisahan agama dari kehidupan atau bahasa kerennya Sekularisme, oleh karena itu sistem ini telah menyerang tiap sendi kehidupan. Sekularisme ini pula yang merestui munculnya toleransi versi sekuler sehingga terjadi salah kaprah dan pembenaran, termasuk saat masyarakat menyikapi momen Nataru. Ketika kita mengkritisinya, mereka berdalih bahwa aktivitas-aktivitas itu mereka sebut hak asasi manusia (HAM), padahal dampak aktivitas sekuler itu terus dikempanyekan kepada seluruh masyarakat. Ini membuat umat islam makin jauh dari pemahaman yang lurus. Oleh karena itu, pada akhir tahun ini umat perlu waspada dan menjaga diri agar tetap dalam ketaatan pada Allah Swt. Inilah pentingnya umat membutuhkan adanya pengingat karena kecenderungan masyarakat makin longgar.
Kelonggaran seperti ini terjadi negara tidak memfungsikan diri sebagai penjaga akidah. Islam memiliki konsep yang jelas dalam interaksi dengan agama lain dan memiliki batasan toleransil. Sebagaimana disampaikan oleh Allah Taala, “Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukkulah, agamaku.’” (QS Al-Kafirun [109]: 1—6). Allah Taala juga berfirman dalam ayat, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Oleh karena itu barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS Al-Baqarah [2]: 256).
Ayat-ayat di atas adalah batasan konsep toleransi menurut syariat Islam. Selan itu, Allah juga berfirman dalam ayat, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 42). Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya perkara halal itu sudah jelas dan perkara haram itu sudah jelas. Dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar.” (Muttafaqun ‘alaih).
Di dalam islam prinsip toleransi adalah menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat serta tetap memberikan kebebasan kepada non muslim untuk memeluk dan menjalankan agamanya termasuk hari besar mereka dan mereka tidak dipaksa untuk memeluk islam bahkan mereka diberikan perlindungan dari pemimpin karena mereka berstatus ahlul dzimmi, orang yang tunduk di bawah sistem islam dengan tetap memeluk agamanya. Di samping itu para pemimpin dan pejabat negara di dalam islam akan memberikan nasihat takwa agar umat tetap terikat dengan aturan Islam khususnya dalam moment Nataru yang berpotensi membahayakan akidah umat.
Negara juga menyiapkan Departemen Penerangan guna memberikan penerangan/penjelasan bagaimana tuntunan Islam dalam menyikapi hari besar agama lain. Sikap seorang Muslim kepada kaum Nasrani semestinya seperti Nabi Muhammad saw. Beliau tegas mengajak kaum Nasrani, juga Yahudi, untuk masuk Islam bukan malah ikut membantu dan berpertisipasi merayakan hari besar non muslim karena sesungguhnya Islam mempunyai aturan bagaimana batas toleransi kita kepda non Islam, oleh karena itu jelaslah, Islam adalah agama yang lurus,Agama yang diturunkan untuk semua Umat, islam rahmatan lil alamin (Islam rahmat bagi seluruh alam) dan setiap Muslim wajib memegang teguh Islam. Ia haram meninggalkan keyakinan Islamnya. Ia juga haram meninggalkan identitas keislamannya. Sebaliknya, identitas Islam harus dipegang teguh oleh setiap Muslim dalam seluruh aspek kehidupannya. Apalagi dalam urusan peribadatan tetapi ini semua akan lurus saja ketika sistem islam diterapkan dan pasti penjangaan akidah akan lebih baik lagi ketika ada negara islam yang membantu menjaga akidah umat dan ini salah satu fungsi ketika sistem islam diterapkan, akidah umat akan terjaga dari hal hal yang haram dan sia sia.
Wallahu a'lam Bisshawab
Posting Komentar