-->

Menyoal Krisis Air Bersih, Tanggungjawab Siapa?


Oleh : Nabilah Ummu Yazeed

Krisis air bersih telah menjadi masalah yang cukup pelik di Indonesia. Diantaranya diakibatkan oleh buruknya pengelolaan sumber daya air, deforestasi, alih fungsi lahan, pencemaran, eksploitasi air tanah, pun karna efek perubahan iklim. 

Bulan November lalu, krisis air bersih dialami oleh warga Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Penyebab krisis ini diakibatkan oleh putusnya pipa PDAM dibawah laut karna tersangkut jangkar kapal. Desember ini, di Bengkalis juga terjadi pengurangan distribusi air bersih menjadi 60% karena adanya peningkatan produksi IPA (Instalasi Pengolahan Air) sistem nano filter. Kasus krisis air bersih ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kenjeran, NTB, NTT, dll.

Sistem kapitalisme meniscayakan problem krisis air ini akan terus terjadi. Padahal air merupakan suatu kebutuhan dasar manusia dalam menjalani kehidupan. Di Negara Indonesia ini keberadaan air sejatinya sangat melimpah. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang menempati posisi di tingkat kelima kekayaan sumber daya airnya.

Sayangnya hari ini justru air dijadikan komoditas ekonomi sehingga boleh dikomersilkan. Privatisasi sumber air oleh swasta menjadikan kebermanfaatan air berputar di kalangan para elit saja. Negara tidak pernah sungguh-sungguh dalam menyelesaikan problem krisis air yang melanda masyarakat hingga ke akar masalah. 

Tentunya, segala bentuk problem krisis air walau dengan faktor yang berbeda-beda di setiap daerah tidak jauh disebabkan oleh gagal nya tata kelola air oleh negara. Negara abai terhadap perannya sebagai 'raa'in' yang idealnya bisa memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya tanpa memberatkan. Saat ini pengelolaan sumber daya air dijalankan dengan prinsip kapitalis. Dengan begitu maka air dijadikan sebagai objek bisnis yang dapat dikelola oleh siapapun yang memiliki modal. Dampaknya adalah masyarakat harus membayar mahal untuk mendapatkan air, baik air bersih maupun air untuk diminum. 

Padahal, menurut Islam pada hakikatnya air merupakan sumber daya alam yang masuk dalam kepemilikan umum. Syekh Taqiyuddin An Nabhani dan Syekh Abdul Qadim Zallum sebagai mujtahid abad ini menjelaskan dalam kitab masing-masing yaitu kitab Nidzamul Iqtishadiyyah dan Al Amwal : “Bahwa sumber air yang jumlahnya melimpah ruah, seperti sumber-sumber mata air sungai, laut, selat, teluk dan danau merupakan milkiyah ammah (kepemilikan umum)”. Sebagaimana juga disebut dalam hadis Rasulullah Saw : “Muslim berserikat dalam tiga hal: padang gembalaan, air, dan api” (HR. Abu Dawud).

Oleh karena itu maka jelaslah bahwa sumber daya air itu tidak diperbolehkan dimiliki oleh individu, swasta atau bahkan negara itu sendiri. Khilafah akan mempersilakan rakyat untuk mengambil manfaat dari sumber-sumber air tersebut untuk minum, keperluan rumah tangga, pakan ternak (ash- shaffah) hingga irigasi untuk pertanian (asy-syirb), dan keperluan transportasi. Khilafah akan melakukan pemeliharaan terhadap sumber air agar tetap terjaga kelestariannya, seperti menata tepian sungai dan membersihkan sungai (bakriy al- anhaar).

Negara dengan sistem islam juga akan melakukan tata kelola sumber daya air secara maksimal. Kelestarian air bersih akan dijaga dan diupayakan agar seluruh lini masyarakat dapat mengakses air bersih dengan mudah dan gratis. Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk, negara akan mengerahkan segenap tenaga ahli menurut bidang terkait. Diharapkan para ahli dapat menyusun strategi jangka panjang ataupun pendek. Dengan itu negara akan membuat kebijakan supaya semaksimal mungkin masyarakat dapat terhindar dari bahaya kekurangan air bersih.

Tentu tidak kalah penting ketegasan negara dalam menindak pihak-pihak yang dengan sengaja merusak lingkungan seperti deforestasi, dll. Sehingga dengan begitu potensi sumber daya air di negara kaya akan air dapat memenuhi kebutuhan air setiap individu masyarakat kapanpun dan dimanapun. Maka penting bagi kita untuk mengembalikan solusi problematika kehidupan ini kepada Islam secara Kaffah (menyeluruh)

Allahu A'lam Bishowab