Mewaspadai Tren Hidangan Daging Buaya
Oleh : Nibras
Baru-baru ini beredar video kuliner viral tentang hidangan daging buaya. Video itu lantas menuai pertanyaan, "Apakah halal bagi muslim?"
Sebelumnya viral juga produk yang mengandung nama "tuyul, tuak, bir, dan wine" yang mendapat sertifikat halal. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama (Kemenag) menegaskan terkait masalah yang terjadi di media sosial saat ini adalah terkait nama produk yang digunakan. Kepala pusat Registrasi dan sertifikasi halal BPJPH mengatakan produk tersebut telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku.
Sertifikasi halal pada produk-produk dengan nama produk yang menunjukkan sebutan sesuatu yang tidak halal memang kini menjadi perbincangan. Ia menegaskan,hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda antara komite fatwa MUI atau Komite fatwa produk halal atas penamaan sejumlah produk yang menunjukkan sebutan sesuatu yang tidak halal. Mirisnya, hal tersebut dianggap aman dan tidak masalah karena zatnya halal.
Pastinya,ini menimbulkan kekhawatiran atas jaminan dari kehalalan suatu produk,dan inilah yang dinamakan model sertifikasi halal dalam sistem kapitalisme. Di mana, nama dari sebuah produk tidak lagi menjadi asas dari kehalalan sebuah produk, padahal kita tahu bahwa nama dari produk tersebut sudah biasa dipakai untuk produk yang tidak halal yang masih beredar di pasaran. Tentu hal ini sangat berpotensi menimbulkan Masalah yang dapat membahayakan. Karena persoalannya adalah halal haramnya dari suatu benda dan dalam Islam sendiri hal ini merupakan persoalan prinsip.
Namun, kejadian seperti ini bukanlah hal yang aneh jika muncul dalam negara yang tegak diatas asas sekuler,dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Hal ini bisa dipastikan akan abai terhadap penjagaan rakyatnya khususnya terhadap umat Islam.
Jangankan masalah penamaan yang menyamakan produk halal dengan produk haram, sampai saat ini pemerintah pun masih membiarkan dan tidak melarang produk haram beredar dimana-mana. Contohnya adalah hidangan daging buaya yang sedang viral. (detik.com, 22-11-2024)
Negeri-negeri muslim saat ini banyak yang mencukupkan dengan memberikan penyediaan sertifikasi halal saja. Adapun terkait pengkonsumsian, negara tidak ada penegasan dan hukum yang mengatur terkait halal haramnya produk, mereka mengembalikan semuanya kepada masing-masing konsumen.
Semua ini menjadi bukti yang nyata bahwa negara sudah gagal dalam menjamin kehalalan dari setiap produk yang dikonsumsi oleh masyarakat, malah saat ini negara menjadikan sertifikasi halal ini sebagai ladang bisnis karena munculnya permintaan yang cukup besar dari kaum muslim untuk memastikan kehalalan dari produk yang mereka konsumsi.
Oleh karena itu, persoalan utama saat ini adalah negara yang menggunakan kebijakan-kebijakan sekuler yang merugikan umat Islam. Hal ini tentu beda dengan negara yang berasaskan aqidah Islam,dimana segala aturan dan kebijakan akan disandarkan pada Al Qur'an dan hadis bukan seperti saat ini yang membuat aturan dan kebijakan sesuai dengan keinginan manusia.
Seharusnya, negara hadir di tengah-tengah umat sebagai pelaksana syariat Islam. Sebab, negara berperan penting dalam menjaga dan melindungi umat. Salah satunya, negara memastikan rakyatnya jauh dari benda-benda dan perbuatan yang haram, negara Islam memiliki kewajiban dalam hal menjamin kehalalan benda yang dikonsumsi oleh manusia.
Jaminan ini diwujudkan dengan memberikan jaminan halal dan memberikan layanan tersebut dengan biaya yang murah bahkan gratis, negara juga akan melakukan pengecekan ke pasar-pasar untuk memastikan barang yang dijual itu halal atau haram. Sungguh, jika penerapan syariat Islam ini diterapkan di negara kita, seluruh masyarakat akan merasa tenang sebab umat Islam dijamin keterikatannya dengan syariat Islam.
Wallahu a'lam bishawab. []
Posting Komentar