PAJAK DIDALAM KAPITALISME HANYA MENYENGSARAKAN RAKYAT
Oleh : Sri wijayanti
Pro dan kontra terus mencuat terkait akan diberlakukannya rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan diterapkan mulai januari 2025. Kebijakan ini pun telah memicu beragam pendapat ditengah masyarakat dan juga pelaku usaha sebab terkena dampak terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebelum ditetapkan kenaikan pajak 12 persen saja, kehidupan rakyat Indonesia begitu memprihatinkan, bagaimana yang akan terjadi kedepannya bila kenaikan ini benar –benar diterapkan.
Hal ini yang mendorong berbagai aliansi memprotes kebijakan kenaikan tariff pajak tersebut. Namun sayangnya, pemerintah tidak sedikitpun mengindahkan permintaan rakyat. Bahkan terkesan mengabaikan apa yang menjadi aspirasi rakyat dengan menolak petisi penolakan pajak yang telah ditandatangani lebih dari 113.000 orang dan diserahkan kepada Sekretariat Negara (SetNeg).
Pemerintah menganggap bahwa diterapkannya kenaikan tarif pajak 12 persen tersebut tidak akan memberikan dampak signifikan kepada rakyat. Sebab, menurut pemerintah, kenaikan tersebut diimbangi dengan adanya pemberian bantuan kepada rakyat kecil yang tidak mampu seperti bansos, subsidi listrik, makan siang gratis, pembebasan pajak penghasilan selama satu tahun untuk buruh disektor tekstil, pakaian ,alas kaki dan furniture, serta pembebasan PPN untuk pembelian rumah tertentu. Menurut Fabrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan,”pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan akan tetap berada diatas 5 persen, dan target 2025 mencapai 5,2 persen. dengan demikian kenaikan PPN 12 persen tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.Beritasatu.com./21/12/2024
Ini adalah contoh kebijakan penguasa yang populis otoriter, pemerintah merasa cukup sudah memberikan bansos subsidi listrik dan menerapkan barang barang tertentu yang terkena PPN padahal kebijakan tersebut tetap membawa kesengsaraan pada rakyat. Protes rakyat dalam bentuk petisi penolakan kenaikan ppn diabaikan.
Hal ini tentu bertolak belakang dengan fakta yang ada ditengah tengah masyarakat. Sebab, fakta yang tak terbantahkan saat ini yang dirasakan rakyat Indonesia adalah kehidupan sulit, sempit, terhimpit hutang bahkan angka stunting terus mengalami kenaikan akibat permasalahan ekonomi. Dengan memperhatikan kehidupan rakyat saat ini, seharusnya Negara bukan menaikan tarif pajak menjadi 12 persen, akan tetapi menghapuskan pajak dari pendapatan APBN. Sebab, pemasukan kas Negara harusnya sangat besar dari pendapatan sumber daya alam yang melimpah luar biasa. Seperti barang tambang, gas, emas, minyak bumi, hasil hutan, hasil laut, bahkan tidak akan habis sampai tujuh keturunan, apabila kekayaan alam Indonesia diolah dan dikelola sendiri tanpa sedikitpun dibagi kepada asing.
Didalam setiap Negara yang dibangun diatas landasan sistem demokrasi kapitalis, membangun Negara hanya dengan pajak permanen dan hutang yang melahirkan riba. Hal ini berbeda dengan Negara yang dibangun diatas landasan sistem islam. Negara bisa dibangun tanpa utang dan tanpa pajak permanen, bahkan kesehatan dan pendidikan rakyat bisa gratis bagi seluruh rakyat baik muslim maupun non-muslim.
Didalam sistem islam , kepemilikan sumber daya dibagi tiga, yaitu ; 1) kepemilikan umum, 2) kepemilikan Negara, 3) kepemilikan individu. Sumber daya air (sungai, laut, danau), api (minyak bumi, batu bara, gas, dll) dan vegetasi (hutan, padang rumput) adalah milik rakyat. Dikelola oleh Negara, kemudian hasilnya digunakan untuk memenuhi hajat hidup rakyat seperti kesehatan dan pendidikan.
Sementara itu, sumber daya selain ketiganya, yaitu seperti emas, timah, nikel, dll adalah milik Negara, hasilnya untuk membangun Negara membiaya operasional Negara. Industri yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat, seperti ; listrik, telekomunikasi, transportasi, dll juga dikelola Negara untuk memudahkan kehidupan rakyat.
Sedangkan rakyat secara individual boleh memiliki bisnis apapun apabila diizinkan oleh syariat. Beginilah syariat islam menyelesaikan permasalahan keuangan ekonomi, sehingga didalam islam rakyat tidak dibebani utang Negara maupun pajak permanen yang menjadikan rakyat menderita dan kesusahan. Didalam sistem islam, penguasa sebagai raa’in dan junnah, yakni sebagai pelindung dan pelayan rakyat. keberadaan Negara sangat dirasakan rakyat , sebab Negara bertanggungjawab melayani rakyat dalam menyelesaiakan segala permasalah dan perselisihan yang terjadi ditengah –tengah masyarakat. Jauh berbeda keadaannya didalam sistem demokrasi kapitalis, Negara justru dilayani rakyat. Keberadaan Negara hanya sebagai fasilitator bagi pengusaha untuk memuluskan usahanya sebagai bentuk timbal balik. Oleh karena itu, saatnya kita tinggalkan sistem demokrasi dan kembali kepada sistem islam berdasarkan alquran dan as sunnah.
Wallahu a'lam bishowab.
Posting Komentar