-->

Pajak Tetap Naik, Rakyat Makin Tercekik


Oleh : Ummu Maryam

Jelang akhir tahun perbincangan mengenai pajak naik terus mengemuka ke publik. Pasalnya, Pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada 2025, dari yang saat ini sebesar 11%.

Seperti dilansir dalam laman Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yakni makan bergizi gratis merupakan salah satu alasan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen resmi berlaku mulai 1 Januari 2025. Airlangga menyampaikan, kenaikan tarif PPN sebesar satu persen dari 11 menjadi 12 persen tersebut dinilai dapat meningkatkan pendapatan negara sehingga dapat mendukung program prioritas pemerintahan Prabowo pada bidang pangan dan energi.

“Di samping itu juga untuk berbagai program infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial dan juga program terkait dengan makan bergizi,” ungkapnya dalam konferensi pers pengumuman paket kebijakan ekonomi 2025, di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Kapitalisme, Suburkan Pajak

Pasal 7 UU HPP menyebutkan bahwa kenaikan PPN menjadi 11% berlaku mulai 1 April 2022. Selanjutnya, kenaikan akan kembali terjadi pada 1 Januari 2025 menjadi 12%. Kenaikan PPN tetap diberlakukan. Meski pemerintah memberikan batasan barang-barang yang terkena kenaikan PPN, namun sejatinya kebijakan tersebut tetap memberatkan rakyat. Bahkan meski ada program bansos dan subsidi PLN, penderitaan rakyat takterelakkan.

Ini adalah contoh kebijakan penguasa yang populis otoriter. Pemerintah merasa cukup sudah memberikan bansos, subsidi listrik, dan menetapkan barang-barang tertentu yang terkena PPN. Padahal kebijakan tersebut tetap membawa kesengsaraan pada rakyat. Protes rakyat dalam bentuk petisi penolakan kenaikan PPN diabaikan.

Dalam sistem kapitalisme, pajak menjadi bagian dari kebijakan fiskal. Kebijakan ini dianggap dapat membantu negara mencapai kestabilan ekonominya karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan yang diterima dari pajak. Cara gampang mendapatkan dana segar guna menutupi defisit anggaran negara serta membantu melunasi utang yang membengkak adalah dengan menjadikan pajak sebagai solusi menyelamatkan keuangan negara.
Selain itu dalam sistem kapitalisme, pajak menjadi sumber pendapatan tetap bagi negara. Wajar jika negara dengan gigih mendorong rakyat membayar pajak, bahkan mempropagandakan bahwa warga negara yang baik adalah yang taat pajak.

Disisi lain, negeri yang menganut sistem kapitalisme memang menjadikan pajak sebagai tumpuan sumber pemasukan kas negaranya. Kebutuhan pokok rakyatnya pun dikenai pajak yang seharusnya dijamin oleh negara malah “dipalak” oleh negara. Terbayang oleh kita yang akan terjadi kemudian jika kebijakan ini benar-benar direalisasikan, tentu berbagai harga kebutuhan rakyat akan naik, padahal saat ini saja harganya sudah tinggi.

Wajar saja, pajak memang sudah menjadi sumber utama pemasukan negara yang menganut kapitalisme. Padahal sesungguhnya, negeri kita ini kaya akan SDA yang jika dikelola dengan baik akan dapat digunakan untuk kepentingan rakyatnya. Ini karena SDA terkategori kepemilikan umum. Masalahnya, negeri ini telah salah dalam mengelola SDA yang justru diserahkan kepada asing. Alih-alih memberi kemudahan bagi rakyatnya, yang terjadi justru rakyat yang hidupnya sudah kembang kempis, dipaksa merogoh saku lebih dalam. Alhasil, jika kebijakan ini diterapkan, ini merupakan bentuk kezaliman yang nyata dari penguasa atas rakyatnya.

Karena itu, pajak yang terus meningkat menandakan bahwa negara semakin banyak memungut dari rakyatnya. Ini bisa diartikan sebagai bentuk ketidakadilan karena negara seharusnya menjadi pengurus dan penjamin kesejahteraan rakyat, bukan malah membebani mereka dengan pajak yang terus naik. Negara dalam sistem kapitalisme lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator dalam urusan ekonomi, bukan sebagai pelindung kesejahteraan rakyat.
Hal ini pun, kebijakan pajak pemerintah membuat sebagian besar rakyat jadi tambah panik. Kenapa pemerintah tidak berpikir untuk meningkatkan pendapatan negara dari sumber daya alam yang dimiliki yang notabene jumlahnya lebih besar? Seperti pendapatan pengelolaan dari hutan, emas, timah, migas atau dari pengelolaan hasil laut baik ikan maupun garam. Kenapa kemudian malah menyasar hal-hal yang itu memberatkan rakyat ?

Islam Solusi Tuntas

Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah. Islam menetapkan bagaimana profil penguasa dalam Islam dan juga mengatur bagaimana relasi penguasa dengan rakyatnya. Penguasa dalam Islam wajib mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan individu per individu. Islam mewajibkan penguasa membuat Kebijakan yang tidak menyulitkan hidup rakyat.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki pandangan yang berbeda mengenai sumber pendapatan negara. Dalam sistem Islam, pajak bukanlah sumber utama pendapatan negara. Pajak hanya dipungut dalam keadaan tertentu, yaitu ketika kas negara atau Baitul Mal kosong, dan itu pun hanya dikenakan kepada warga negara Muslim yang kaya saja. Pajak dalam Islam, yang disebut sebagai dharibah, tidak membebani seluruh rakyat seperti dalam sistem kapitalisme.

Dalam Islam, terdapat beberapa sumber pendapatan negara yang jumlahnya cukup besar dan dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Sumber pendapatan ini antara lain zakat, kharaj, jizyah, dan pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki oleh negara. Zakat merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan umat. Kharaj adalah pajak atas tanah yang dikenakan pada non-Muslim yang tinggal di wilayah negara Islam. Jizyah adalah pajak yang dikenakan pada non-Muslim sebagai imbalan atas perlindungan yang diberikan oleh negara Islam. Selain itu, negara juga memiliki hak untuk mengelola kekayaan alam yang ada di wilayahnya untuk kepentingan rakyat.Negara Islam dengan fungsi rain (pengurus rakyat) akan menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan mengelola sumber-sumber pemasukan tersebut sesuai dengan tuntunan Islam. Selain itu, negara Islam juga akan mengelola kekayaan alam dengan bijaksana dan sesuai dengan prinsip syariah. Kekayaan alam yang dimiliki oleh negara, seperti tambang, hutan, dan sumber daya energi, akan dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Hasil dari pengelolaan ini akan digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan kesejahteraan rakyat tanpa harus membebani mereka dengan pajak yang tinggi.

Dengan demikian, negara Islam tidak perlu bergantung pada pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Bahkan dalam kondisi krisis sekalipun, negara Islam memiliki mekanisme untuk mengatasi kekosongan kas negara tanpa harus membebani rakyat dengan pajak yang tinggi. Misalnya, negara bisa melakukan ijarah (penyewaan) atau memanfaatkan kekayaan alam yang ada untuk mendapatkan tambahan pemasukan.

Lebih dari itu, dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengurus dan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara harus memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak-haknya, seperti akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Negara juga harus berperan aktif dalam menciptakan lapangan kerja dan memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih kesejahteraan.

Sistem ekonomi Islam juga menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil dan merata. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesenjangan sosial dan ekonomi yang seringkali terjadi dalam sistem kapitalisme. Dalam Islam, kekayaan tidak boleh hanya berputar di kalangan orang-orang kaya saja, melainkan harus didistribusikan secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita mempertimbangkan kembali penerapan sistem Islam kaffah dalam bidang keuangan negara. Dengan mengadopsi sistem ini, kita bisa mewujudkan negara yang lebih adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat. Pajak tidak lagi menjadi beban yang menekan rakyat, melainkan hanya dipungut dalam kondisi tertentu dan dari mereka yang mampu.

Telah sangat jelas perbedaan konsep pajak dalam sistem Islam dan sistem kapitalisme. Dengan praktik pajak saat ini, telah sangat nyata siapa yang menjadi korban kezaliman penguasa. Apalagi jika rencana kenaikan PPN ini an denganp peringatan yang sangat keras bagi pelaku kezaliman ini, tetapi seolah tidak membuat mereka jera ataupun takut.
Sudah saatnya kita berupaya keras menghilangkan kezaliman ini dengan terus berjuang mendakwahkan Islam kafah ke tengah umat sehingga syariat Islam bisa diterapkan secara sempurna. Dengan demikian, mari kita beralih ke sistem Islam yang telah terbukti mampu menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh umat. Wallahu a’lam.