-->

PENAMBANGAN EMAS ILEGAL TERUS BERULANG, SAATNYA EVALUASI SISTEM ATURAN

Oleh : Ani Suryani, M.Si. 

Sebanyak 13 orang penambang emas tanpa izin ditangkap di lokasi perkebunan kelapa sawit PT WHS, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar). Penangkapan ini dilakukan oleh pihak kepolisian setempat setelah menerima laporan mengenai aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut. (regional.kompas.com 2024/11/14)

Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) sudah berulang berkali-kali namun tak jua terhenti. Maraknya penambangan emas ilegal ini menyisakan kecurigaan dan dugaan kuat akan adanya oknum serta pemodal besar dibalik aktifitas tersebut, yang bukan saja pemilik modalnya berasal dari dalam negeri, bahkan ada pula pemilik modal dari luar negeri.

Kegiatan PETI ini tentu sangat merugikan. Dampak lingkungan yang diakibatkannya sangat mengkhawatirkan kelangsungan hidup generasi yang akan datang karena jelas mengganggu kesehatan manusia, mengubah keseimbangan ekosistem yang berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya kerusakan jenis, spesies dan habitat flora dan fauna. Inilah yang dapat terjadi akibat proses pemisahan bijih emas dari batuannya yang menggunakan logam berat merkuri atau air rakya yang limbahnya langsung di buang ke tanah dan aliran sungai di sekitar lokasi PETI. Selain itu juga bisa berdampak pada lingkungan sosial berupa konflik sosial yang pelik seperti berkembangnya prostitusi, perjudian dan perkelahian antar kelompok serta kriminalitas lainnya.
Bahkan dampak secara langsung juga dapat menewaskan pekerja PETI maupun para pendulang, akibat tertimbun tanah yang longsor di lokasi Peti. 

Walaupun sudah banyak kasus yang terjadi, namun masih saja penambangan PETI ini terus berjalan. Rentetan kasus PETI yang terjadi menunjukkan lambannya negara termasuk aparat penegak hukum dan instansi terkait lainnya dalam mengentaskan kasus PETI ini.

Siapa yang memiliki, menguasai, dan menikmati sumber daya alam yang diberikan oleh Sang Pencipta itu? Terbukti bahwa yang bisa mendapatkan itu semua adalah para kapitalis yang memiliki modal untuk mengelolanya. Inilah sistem demokrasi yang masih diagungkan, penguasa bisa dengan sekehendaknya mengubah aturan sesuai dengan kepentingannya. Padahal kekacauan tata kelola pertambangan dan juga bobroknya hukum di negeri ini jelas tampak karena penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Sistem ini menjadikan hukum dikuasai oleh para penguasa. Sistem ini juga yang terus memberikan karpet merah kepada para oligarki agar terus bisa menghisap harta kekayaan umat.

Hal ini berbeda dengan aturan islam. Dalam Islam, kekayaan alam merupakan bagian dari harta kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara, dan hasilnya akan diserahkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Haram hukumnya dalan islam untuk menyerahkan pengelolaan harta kepemilikan umum tersebut kepada individu, swasta apalagi kepada pemodal asing, karena sejatinya ia adalah milik rakyat. 

Negara dalam sistem islam yakni khilafah, adalah pihak yang bertanggung jawab mengelola harta tersebut untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka, ketika aktivitas penambangan membutuhkan standar yang jelas agar keamanan dan kselamatan para pekerja dapat terjamin, negara tidak boleh berdiam diri. 

Bahan galian tambang yang jumlah cadangannya melimpah, wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umat. 

Inilah jalan Islam yang diturunkan oleh Zat Yang Maha Sempurna. Dan inilah yang harus ditempuh umat dengan langkah-langkah sistematis untuk mengembalikan kembali institusi politik Islam yaitu khilafah.