-->

PENGAMPUNAN KORUPTOR : MENYAKITI HATI RAKYAT


Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Presiden Prabowo Subianto kembali menjadi sorotan setelah mengemukakan wacana pemberian pengampunan kepada para koruptor yang bersedia mengembalikan hasil korupsi mereka ke negara (www.tempo.co.id, Sabtu 21 Desember 2024) (1). Ini ia sampaikan dalam pidatonya di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, pada Rabu 18 Desember 2024.

Masyarakat harus bersikap waras dan mendengar hal ini tentu akan menyakiti hati rakyat. Masyarakat sudah semestinya memandang wacana pengampunan koruptor tidak lain sebagai bukti bahwa negara telah berdiri memberi perlindungan kepada para koruptor dalam lingkungan pemerintahan. Padahal korupsi merupakan “ekstra ordinary crime”. Mereka pengkhianat rakyat, karena tidak amanah dalam menjalankan tugasnya dan tanggung jawab jabatannya yang sebagai pelayan rakyat. Namun negara ini bersikap seolah tak kuasa melawan koruptor.

Negara memberi amnesti (ampunan) yang dianggap sebagai solusi untuk mengembalikan kekayaan negara. Maka tak heran pegiat anti korupsi Herdian Syah Hamzah alias Castro menuturkan bahwa strategi pengampunan koruptor berkedok amnesti tersebut memperlihatkan wajah rezim yang sesungguhnya. Rezim memang memperlihatkan wajah aslinya yang memang hendak memberikan perlakuan istimewa bagi para koruptor dan teman-temannya koruptor, ungkap Chastro kepada Media Indonesia. 

Inilah wajah negara yang diatur dengan sistem kapitalisme demokrasi sistem politik demokrasi meniscayakan perlindungan kepada para koruptor. Pasalnya praktik politik demokrasi begitu mahal untuk mengamankan agar para penguasa yang juga berstatus pengusaha ini bisa mengembalikan modal. Maka perlu undang-undang yang melindungi aktivitas mereka atau melepaskan mereka dari sanksi. Maka dibuatlah undang-undang dan kebijakan baru untuk menyukseskan agenda tersebut. Meskipun aturan itu bertentangan dengan penegakan hukum dan undang-undang korupsi yang ada di Indonesia. 

Sebagaimana pernyataan Yusril yang menyebut undang-undang tindak pidana korupsi atau Tipikor memang jelas menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus sifat pidana dari perbuatan korupsi. Akan tetapi ia mengatakan ketentuan pemberian amnesti dari presiden telah diatur dalam ketentuan lain yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Dasar 1904. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh, amnesti bagi koruptor bertentangan dengan komitmen presiden Prabowo sendiri. Pada Maret dan Agustus 2024, presiden Prabowo berkomitmen untuk memberantas korupsi. Ia berulang kali menekankan komitmen untuk tidak berkompromi terhadap korupsi. Jadi selama sistem kapitalisme demokrasi eksis sebagai sistem kepemimpinan, masyarakat hanya akan menelan kegetiran. Karena kebijakan penguasa bisa dipastikan berpihak kepada pengusaha. Seperti amnesti koruptor ini.

Berbeda halnya ketika sistem politik diatur oleh sistem Islam, yakni Khilafah. Sistem ini tegak di atas landasan akidah yang terwujud dalam seluruh amal perbuatan. Sehingga aturan halal haram, benar salah, terpuji dan tercela; sangat jelas sebagai pedoman. Islam telah menetapkan bahwa korupsi termasuk perbuatan khianat. Karena pelaku korupsi melakukan penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Dengan demikian, korupsi hukumnya haram. Pelakunya berdosa, karena sudah melakukan kemaksiatan.

Dalam Khilafah, pelaku maksiat tidak dibiarkan dan dibebaskan begitu saja. Tidak pula hanya sekedar menanggung sanksi sosial dari masyarakat. Setiap kemaksiatan dihukumi kejahatan dan pelaku kejahatan wajib diberi sanksi. Untuk perbuatan korupsi, Syariah telah menetapkan pelakunya akan diberi sanksi takzir. Syekh Abdurrahman Al-Maliki dalam kitabnya Nizamul Uqubat halaman 78 hingga 89 menjelaskan, takzir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Hakim (Qadhi). Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda atau goromah, pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa yakni tashir hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas yaitu itu hukuman mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman takzir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. 

Selain pelaku korupsi diberi sanksi takzir, syariat menetapkan harta hasil korupsi termasuk harta ghulul atau harta yang diperoleh melalui korupsi. Harta gulul hukumnya haram. Rasulullah saw bersabda :
“Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian gaji untuk-Nya, maka apa yang ia ambil setelah itu adalah harta gulul (Hadis riwayat Abu Daud dan Al-Hakim). Harta gulul wajib diserahkan kepada negara, yang nantinya akan dimasukkan ke dalam Baitul Mal, di pos kepemilikan negara.

Sanksi yang jelas dan tidak berubah dari Islam untuk para koruptor dan hartanya, akan memberi efek jawabir sebagai penebus dan zawajir atau pencegah. Khalifah wajib berlaku adil kepada siapapun yang terbukti bersalah melakukan korupsi. Termasuk jika pelakunya adalah teman sendiri, kerabat, ataupun sanak saudara. Sebab Islam menetapkan hukum harus ditegakkan dan semua rakyat sama di hadapan hukum. Demikianlah sanksi bagi koruptor dalam Khilafah yang niscaya bisa menimbulkan efek jera dan mampu mencegah korupsi.

Selain sistem sanksi, Islam juga memiliki tiga pilar untuk mencegah terjadinya kemaksiatan dan kejahatan. Tiga pilar ini akan berjalan dengan optimal dalam sistem Khilafah. Ketiga pilar tersebut adalah :
1. Ketakwaan individu 
2. Budaya amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat dan 
3. Kehadiran negara sebagai raain atau pengurus, dan junnah atau pelindung. Ketakwaan individu akan mencegah seseorang untuk berbuat maksiat, sehingga tatkala dia menjadi pejabat negara dia akan berusaha amanah untuk mengurus masyarakat.

Khilafah berusaha maksimal mencegah kemaksiatan, dengan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar untuk menghentikannya. Kondisi individu dan masyarakat yang bertakwa ini, yang merupakan individu berkepribadian Islam dan masyarakat Islami; adalah hasil didikan Islam yang berasal dari keluarga Islam dan sistem pendidikan Islam yang dijalankan oleh negara Khilafah. Negara Khilafah pun adalah negara rain (pelayan dan pengurus) dan junnah (pelindung) yang akan senantiasa memastikan pejabatnya amanah dengan tugas-tugasnya, dan memastikan rakyatnya mendapatkan keadilan. Seperti inilah cara Khalifah dalam Khilafah menyelesaikan masalah korupsi. Bukankah solusi seperti ini yang diinginkan oleh rakyat?

Wallahualam Bisawab

Catatan Kaki :
(1) https://www.tempo.co/hukum/prabowo-bakal-beri-amnesti-untuk-koruptor-yusril-cuma-beberapa-ribu-lah-1184318