-->

Perempuan, Antara Kewajiban dan Karir


Oleh : Rini Yulianti

“Seorang ibu adalah semilir angin sejuk yang bisa menghembuskan nafas kedamaian dan kasih sayang ke seluruh ruang kehidupan. Dan ia sangat berpengaruh dalam pembentukan manusia yang baik.”
(Muhammad Syeikh al-Ghazali)

Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember, pada tahun 2024 ini merupakan Peringatan Hari Ibu yang ke-96. Pada Peringatan Hari Ibu tahun ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengambil tema "Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045". Tema tersebut memiliki pesan tentang pentingnya pemberdayaan perempuan, diharapkan perempuan berkontribusi aktif dalam pembangunan negara baik dalam bidang ekonomi, sosial politik, dan budaya (detik.com, 16-12-2024).

Pesan tersebut sekilas memiliki dampak positif terhadap perempuan. Namun, jika kita perhatikan lebih dalam, hal tersebut hanyalah pengalihan terhadap tugas utama perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummu wa rabbatul bait). Jika dikembalikan kepada fungsinya, tugas pembangunan negara adalah tugas pemimpin negara, bukan tugas rakyat apalagi perempuan.

Dalam sistem kapitalisme saat ini, produktivitas seseorang diukur berdasarkan jumlah materi yang dihasilkan. Perempuan dituntut memiliki kemandirian finansial. Semakin produktif dalam menghasilkan materi akan semakin dihargai, dihormati, dan dianggap mulia. Sedangkan seorang ibu rumah tangga dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan sejumlah materi. Karena itu, banyak perempuan saat ini memilih bekerja agar mandiri secara finansial. Hal tersebut menjadikan para perempuan mengesampingkan kewajiban utamanya sebagai seorang istri, ibu, dan hamba Allah Swt.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan prosentase tenaga kerja formal wanita pada tahun 2023 adalah 35,75 (www.bps.go.id, 18-7-2024).
Banyaknya tenaga kerja perempuan ini buah dari sistem kapitalisme saat ini, sulitnya lapangan pekerjaan, tingginya kebutuhan ekonomi, mahalnya fasilitas kesehatan dan pendidikan, kenaikan pajak, digaungkannya kesetaraan gender dan dampak buruk lainnya. Hal inilah yang mendasari banyaknya perempuan memilih untuk bekerja di luar rumah sehingga dapat membantu ekonomi keluarga.

Pemberdayaan perempuan hanyalah cara sistem kapitalisme untuk mengekploitasi perempuan. Mereka dijadikan komoditas untuk bisa menghasilkan materi dengan dalih kema dirian finansial. Perempuan dieksploitasi dari berbagai sisi, seperti rendahnya upah tenaga kerja perempuan dibandingkan tenaga kerja laki-laki, bahkan dijadikan alat untuk bisa menaikkan penjualan produk dengan berbagai macam bentuk pengemasan pemasaran.

Dengan dirusaknya pemikiran perempuan dengan dalih pemberdayaan perempuan menjadikan kemandirian finansial adalah tolok ukur kesuksesan dalam karirnya dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi. Tak ayal, banyak perempuan melupakan tugas utamanya sebagai seorang istri, ibu, dan pendidik utama bagi anak-anaknya. Seorang perempuan yang memilih menjadi ibu dan pekerja akan memiliki dua tanggung jawab yang harus diselesaikan, dan itu tidaklah mudah. Akan ada banyak konsekuensi yang harus dihadapi, seperti kelelahan, stres, tidak optimal dalam mengurus anak dan rumah tangga.

“Ibu adalah sekolah pertama bagi keluarganya. Jika engkau menyiapkannya dengan baik, maka engkau telah menyiapkan generasi yang berakhlak mulia.”
(Hafiz Ibrahim)

Perempuan dalam Islam memiliki peran yang sangat penting, yaitu sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya yang akan membentuk peradaban. Seorang ibu adalah teladan bagi anak-anaknya dan membentuk akhlak yang mulia. Darinya anak-anak akan mempelajari aqidah, adab, dan syariat, sehingga terbentuklah generasi yang beriman kepada Allah Swt., tangguh dalam berjuang, dan berakhlakul karimah.

Dalam Islam, perempuan berhak menjadi pemimpin. Hal tersebut karena perempuan juga dikaruniai naluri kepemimpinan sebagaimana laki-laki meskipun kadarnya berbeda sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw. sebagai berikut.
“Dan seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.”
(HR. Al Bukhari)

Akan tetapi, Islam memberikan batasan kepemimpinan kepada perempuan, yaitu wilayah kepemimpinan seorang perempuan adalah keluarga dan rumah tangga suaminya. Oleh karena itu, hendaklah perempuan memiliki kemampuan dalam menunaikan amanah kepemimpinannya, karena akan dimintai pertanggung jawaban atas objek yang dipimpinnya yaitu semua anggota keluarga dan urusan internal rumah tangga.

Hak-hak yang diberikan kepada perempuan dalam Islam meliputi hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan mahar dan nafkah, hak berperan dalam kehidupan sosial dan politik sesuai batasan syariat, hak waris, serta hak ekonomi. Perempuan disarankan untuk menuntut ilmu pengetahuan, berkontribusi dalam masyarakat, dan menjalankan peran sebagai ibu, istri, dan anggota masyarakat.

Lalu, bagaimana Islam memandang perempuan yang bekerja?
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.”
(QS. An-Nisa: 34)

Dari firman Allah Swt. tersebut menjelaskan bahwa kewajiban mencari nafkah atau bekerja adalah kewajiban suami. Perempuan yang sudah menikah tidak memiliki kewajiban untuk mencari nafkah karena sudah ditanggung oleh suami. Sedangkan bagi yang belum menikah, maka akan menjadi tanggung jawab wali, yaitu ayah atau saudara laki-laki, untuk memberikan infaq sebagai kebutuhan sehari-hari. Namun Islam tidak melarang seorang perempuan untuk bekerja di luar rumah selama bisa menjaga diri dan kehormatannya serta menghindari hal-hal yang bisa menjatuhkan dirinya ke dalam fitnah.

Islam mengatur hal-hal yang perlu diperhatikan perempuan yang memilih untuk bekerja di luar rumah, yaitu mendapatkan ijin dari wali atau suami, ada kepentingan untuk bekerja tanpa melalaikan tugas pokoknya mengurus rumah tangga, menutup aurat, menjaga adab dan akhlaknya sebagai muslimah, bekerja pada bidang yang sesuai dengan tabiat perempuan, serta bekerja pada tempat kerja yang halal dan tayyib. Begitu sempurnanya syariat Islam mengatur segala aspek kehidupan semua makhluk ciptaan-Nya. MasyaAllah.

Wallahualam bishawab