Tradisi Banjir Nirsolusi
Oleh : Dinda Kusuma W T
Bak tradisi tahunan, berbagai bencana khususnya banjir dan tanah longsor terjadi dan terjadi lagi setiap musim penghujan tiba. Sampai-sampai kondisi ini tidak tampak sebagai sebuah persoalan, hanya sekedar rutinitas yang memang harus terjadi tiap tahunnya. Miris, ditengah pembangunan infrastruktur sedemikian rupa, ternyata masalah pokok seperti drainase yang baik masih terabaikan. Sebagai negara tropis yang musim penghujannya sudah bisa diprediksi tiap tahun, harusnya pemerintah mengambil pelajaran dan mampu memberi solusi tuntas.
Baru-baru ini Kabupaten Sukabumi berduka akibat bencana hidrometeorologi parah. Pada Selasa (3/12/2024) dan Rabu (4/12/2024) sejumlah daerah di Kabupaten Sukabumi porak-poranda akibat banjir, tanah longsor, pergerakan tanah, dan angin kencang. Penyebab utama bencana ini meliputi curah hujan ekstrem, sistem drainase yang tersumbat sampah, dan dampak perubahan iklim (Sukabumikota.go.id, 13/12/2024).
Sebagai upaya tanggap darurat, pemerintah Kota Sukabumi bekerja sama dengan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) , aparat wilayah, serta masyarakat untuk mengevakuasi warga, menyediakan posko darurat, dan membersihkan saluran air. Selain bantuan logistik dari masyarakat, pemerintah juga mengandalkan stok CPPD (Cadangan Pangan Pemerintah Daerah) yang tersedia.
Ironisnya, bencana banjir ini tidak hanya terjadi di Sukabumi, namun hampir di seluruh wilayah Indonesia. Upaya tanggap darurat penanggulangan bencana bukanlah yang diharapkan oleh masyarakat. Banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang bisa ditanggulangi secara preventif. Kendati kali ini tidak ada korban jiwa, namun kerugian materi dan psikologi yang diderita oleh korban atau masyarakat terdampak tentu sangat besar.
Lebih lagi, penghujan kali ini terhitung masih berada di awal musim. Masih ada beberapa bulan kedepan yang diprediksi curah hujannya akan semakin tinggi. Jika diawal musim saja sudah terjadi bencana banjir dimana-mana, entah bagaimana Indonesia selama kurang lebih enam bulan kedepan sepanjang musim hujan. Tidak selesai disitu, jika selama musim penghujan banyak banjir, kemungkinan besar pada musim kemarau juga akan terjadi bencana lanjutan yaitu kekeringan atau krisis air bersih. Sebab sebagian besar air yang harusnya mampu diserap oleh tanah, mengalir begitu saja menjadi banjir.
Persoalan bencana hidrometeorologi bukan hal sepele. Menyangkut kesejahteraan bahkan kelangsungan hidup manusia. Namun, fakta bahwa banjir telah menjadi rutinitas, bisa dikatakan pemerintah abai terhadap hal ini. Berbagai upaya mengatasi banjir hanya program menghabiskan uang rakyat tanpa hasil. Bahkan banjir semakin parah.
Pada dasarnya, bencana hidrometeorologi khususnya banjir, adalah bencana yang terjadi akibat buruknya beberapa aspek kehidupan masyarakat. Bukan hanya faktor hujan ekstrim, tapi didukung oleh buruknya sistem drainase, kebiasaan membuang sampah sembarangan terutama di sungai atau saluran air, hilangnya pepohonan sebagai penyangga air hujan akibat ilegal logging, karhutla atau penambangan terbuka dll. Semua faktor tersebut berangkat dari sistem kehidupan masyarakat dibawah kendali pemerintahan. Bisa dikatakan, banjir adalah persoalan sistematis yang harus diselesaikan secara sistematis pula.
Pemerintah sebagai pengelola negara, adalah satu-satunya instansi yang mampu menyelesaikan persoalan bencana ini. Masyarakat atau individu tidak akan mampu menyelesaikannya. Sayangnya, pemerintahan Indonesia merujuk pada sistem kapitalisme. Kenyamanan dan kesejahteraan hidup rakyat tidak menjadi fokus utama pemerintah. Banyak sektor yang pengelolaannya diserahkan kepada swasta asing tanpa melihat lagi dampak buruknya bagi lingkungan.
Satu-satunya jalan untuk menyelesaikan problem ini adalah meninggalkan sistem kapitalisme. Selama kapitalisme masih diterapkan, maka mustahil banjir akan menemukan solusi. Begitupun dengan persoalan-persoalan lain yang terus menghantam Indonesia. Sesungguhnya, kapitalisme inilah akar permasalahannya. Sebab menjalankan seluruh urusan manusia berdasarkan keuntungan materi semata, pasti akan menimbulkan bencana.
Menerapkan kapitalisme secara otomatis akan memaksa manusia meninggalkan aturan agama, khususnya agama Islam yang memiliki aturan kehidupan lengkap dan sempurna. Banyak prinsip kapitalisme yang bertentangan dengan islam. Disisi lain, Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim. Dimana ajaran Islam memandang bahwa sumber kebahagiaan dan kesejahteraan umat berasal dari ridha Allah, bukan dari banyaknya materi.
Dalam sebuah negara bersistem Islam, persoalan banjir dan hidrometeorologi lainnya tidak akan dibiarkan berlarut-larut. Kondisi yang berkaitan dengan kesejahteraan dan kebutuhan dasar umat akan diperhatikan dan diselesaikan dengan cepat. Pemimpin Islam mengatur dan mengelola negara atas dasar keimanan dan rasa takutnya kepada Allah, sehingga tidak mungkin membuat aturan atau keputusan yang menguntungkan pribadi atau golongannya saja.
Dengan menerapkan sistem Islam secara total dan keseluruhan dalam kehidupan, niscaya akan menyelesaikan semua persoalan umat manusia serta mendatangkan rahmat Allah SWT. Tidak hanya terhindar dari banjir dan tanah longsor, tapi niscaya negeri ini juga akan terhindar dari benca-bencana alam lainnya. Wallahu'alam bish shawab.
Posting Komentar