WASPADA TOLERANSI KEBABLASAN JELANG NATARU
Oleh : A. Salsabila Sauma
Kembali berulang seruan toleransi beragama menjelang perayaan natal dan tahun baru oleh beberapa pejabat tnggi, termasuk Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar. Beliau menghimbau masyarakat untuk terus memelihara hubungan baik antar umat beragama supaya keharmonisan dalam masyarakat terjaga. Beliau juga menegaskan bahwa toleransi sangat penting dan sudah menjadi identitas negara Indonesia. Sehingga menjalankan toleransi negara sama dengan menjaga kebesaran dan martabat bangsa. Kemudian Nasaruddin Umar pun mengajak masyarakat untuk memanfaatkan momen nataru ini sebagai sebagai waktu untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan. (Jawa Pos).
Selain Menteri Agama Republik Indonesia, ada juga Pemkot Surabaya yang menyerukan hal serupa. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan bahwa ia berharap semangat toleransi di Surabaya dapat menjadi teladan bagi kota-kota lain di Indonesia. "Sebagai sesama umat beragama, mari kita menjaga keamanan, kenyamanan umat beragama lain. Agar bisa menikmati dan menjalankan ibadahnya dengan tenang di Kota Surabaya," pungkasnya. (Jawa Pos).
Masyarakat diimbau untuk tetap bersikap toleran dan menjaga kerukunan. Kerja sama antara pemerintah, aparat keamanan, dan warga diharapkan mampu menciptakan suasana yang aman dan damai selama perayaan Natal dan Tahun Baru di Kota Pahlawan itu..
TOLERANSI DAN PLURALISME AGAMA
Himbauan seperti di atas terlihat berlebihan di tengah masyarakat yang diisi kebanyakan masyarakat muslim. Bila berbicara tentang toleransi antar umat beragama, jelas umat Islam sudah paham. Sikap toleransi umat Islamlah kehidupan antar pemeluk beragama dapat hidup berdampingan secara harmoni dinegeri ini. Fakta yang tidak terbantahkan.
Jika ini tentang kebebasan untuk beribadah, tentu takkan ada penentangan dalam hal ini. Seluruh umat Islam sudah mengerti akan hak yang dimiliki seluruh manusia untuk beragama dan beribadah. Namun ini akan menjadi masalah bila penerapan toleransi ini sudah mencapai pluralisme agama. Kebablasan.
MUI pernah mengeluarkan fatwanya No. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 bahwa pluralism agama adalah paham yang bertentangna dengan ajaran Islam dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut. Mengapa sampai disebut haram? Satu yang paling jelas keharaman akan paham pluralisme ini adalah menyatakan bahwa semua agama benar. Karena semua agama benar, tidak boleh ada monopoli klaim atas kebenaran, termasuk Islam. Ini jelas sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan menyalahi firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 19.
Selain itu seruan untuk toleransi ini dinilai tak masuk akal karena lagi-lagi umat Muslim yang semakin terjepit kondisinya di tengah masyarakat. Seolah-olah umat muslim yang paling intoleran padahal kenyataannya karena penerapan toleransi ini dijalankan, semakain membuat pemahaman akidah umat muslim melenceng dari jalan yang lurus.
Dijadikannya HAM sebagai sandaran dan masifnya kampanye moderasi beragama, membuat umat makin jauh dari pemahaman yang lurus. Di saat seharusnya penerapan toleransi ini membuat seluruh manusia beragama aman menjalani kehidupannya, umat muslim malah terkekang. Sebab dari awal sudah jelas bahwa isu toleransi ini hanya mengntungkan satu pihak namun memberatkan pihak yang lain. Pada akhirnya, umat muslim menjadi perlu waspada dan menjaga diri agar tetap dalam ketaatan pada Allah Swt.
MENOLAK PLURALISME DAN PERAN NEGARA
Tak perlu mengajari Islam tentang toleransi karena Islam adalah agama yang menjunjug tinggi toleransi. Wujud toleransi agama Islam adalah menjunjung tinggi keadilan bagi siapa saja, termasuk non-muslim. Islam melarang keras berbuat zalim dan merampas hak-hak mereka. Islam pun mengajarkan untuk tetap berinteraksi dengan baik kepada orangtua walaupun tidak beragama Islam.
Dalam lintas sejarah peradaban islam, praktik toleransi nyata adanya. Hal tersebut sudah berlangsung selama ribuan tahun sejak masa Rasulullah Muhammad Saw. sampai masa kekhalifahan Islam, dan ini diakui oleh para intelektual Barat, salah satunya Will Durant. Dalam bukunya. The Story of Civilization, dia menggambarkan keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi, dan Kristen di Spanyol era Khilafah Bani Umayah. Mereka hidup aman, bahagia, dan damai di sana hingga abad ke-12 M.
Perlu digarus bawahi, semua itu takkan bisa terjadi bila bukan negara yang bertanggung jawab atas itu. Negara yang menjalankan syariat Islam dengan lurus dan benar akan menghasilkan masyarakat yang tentram. Umat Islam tak membutuhkan paham pluralisme untuk bisa bertoleransi. Akidah dan syariat Islam cukup untuk menjadi jalan hidup umat. Bukan hanya persoalan toleransi yang teratasi namun juga persoalan kompleks lainnya yang sedang dirasakan manusia di dunia ini bila syariat Islam dijalankan.
Oleh karena itu, umat butuh Negara Islam. Umat butuh Khilafah untuk mengurusi rakyat. Bukan negara yang terus-menerus menyengsarakan rakyatnya.
Wallahu’alam bi showab
Posting Komentar