Area Perumahan Komersil di Depok, Potret Konsumtif dan Hedonisme ala Kapitalisme
Oleh : Alin Aldini, S.S., Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Memiliki hunian di wilayah strategis namun dinamis (selain pusat kota, selama pedesaan sekali pun mampu berdaya dan menjamin kesejahteraan), rakyat akan menerima dan bersedia tinggal di kawasan tersebut. Namun lain halnya jika penggusuran dengan tanpa adanya kompensasi yang memadai hanya untuk dibagun area/kawasan perumahan elit bagi segelintir orang yang memiliki modal, tentu akan membuat masyarakat sekitar masygul, bahkan menuai bentrokan.
Pasalnya, sebuah area komersial premium akan segera dibangun di Depok. Area tersebut merupakan Sinsa District di kawasan pengembangan seluas 25 hektare, yakni Eco Town. Lotte Land Sawangan yang merupakan kolaborasi antara Vasanta Group dan Lotte Land Indonesia berencana untuk melakukan serah terima area komersial tersebut pada kuartal IV 2025 mendatang. Pembangunannya pun akan dimulai pada 6 Desember 2024 mendatang. Presiden Direktur Lotte Land Indonesia Lee Je Hong mengatakan langkah ini untuk menunjukkan konsumen bahwa pengembang menyelesaikan pembangunan tepat waktu (detik.com, 08/12/2024).
Sinsa District sendiri berada di wilayah EcoTown, area pengembangan seluas 25 hektar di Depok yang dikelilingi danau alami seluas 26 hektare dan 18.500 pepohonan dengan 438 spesies. Dengan pemandangan Gunung Salak dan area hijaunya, Eco Town menyuguhkan lokasi yang memungkinkan penghuninya dapat menikmati alam namun tetap terhubung dengan gaya hidup masa kini.
Kawasan ini juga memiliki lokasi yang sangat strategis, dengan dua akses jalan utama, yakni Jalan Bojongsari dan Jalan Muchtar. Selain itu, kawasan ini juga diapit oleh dua akses tol, yaitu Tol Pamulang dan Tol Desari, yang memudahkan mobilitas penghuni. Sinsa District juga dikelilingi berbagai fasilitas pendukung seperti rumah sakit bertaraf internasional ‘Aspen Medical Hospital’ dari Australia, Mall The Park Sawangan, dan berbagai tenant ternama di antaranya Mitra 10, Hokben, dan Starbucks (suara.com, 07/12/2024).
Namun, buah sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini menjadikan hunian yang layak dan sesuai harapan pun seakan hanya menjadi mimpi. Selain karena harga properti; baik itu berupa lahan atau bangun yang mahal, juga hilangnya mata pencaharian akibat penggusuran sepihak oleh pengembang (developer), lalu di mana peran dan tanggung jawab pemerintah jika terjadi bentrok antara warga sekitar dengan operator/swasta? Jelas, ini menjadi mimpi buruk yang mengakibatkan ketimpangan sosial. Pasalnya, yang akan dibangun hanya menggambarkan potret konsumtif dan hedonisme ala kapitalisme (yang memiliki modal banyak), rakyat biasa jelas terpinggirkan.
Faktor krusial yang menyebabkan rumah/properti semakin mahal adalah dominasi swasta dalam penyediaan rumah. Sejak dahulu, harga rumah selalu dikendalikan oleh pihak pengembang swasta. Mereka menaikkan harga rumah sesuka hatinya, semata demi mendapatkan keuntungan yang besar.
Para pengembang ini sebenarnya mendapatkan pinjaman modal dari pemerintah untuk membeli lahan, tetapi mereka lalu mematok harga tinggi untuk perumahan yang mereka tawarkan. Mereka juga mendapatkan lahan dengan lokasi yang strategis pada saat banyak rakyat digusur dari tempat tinggalnya. Dengan privilese lahan itu, bukannya memudahkan rakyat untuk memiliki rumah, mereka justru mematok harga rumah dengan tinggi (muslimahnews.net, 21/05/2024).
Padahal, kebahagiaan seseorang itu salah satunya memiliki tempat tinggal. Dari Nafi’ bin al-Harist, dari Nabi SAW bersabda, “Di antara kebahagiaan seseorang adalah tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, serta kendaraan yang nyaman.”
Bagai buah simalakama, sekali atau dua kali harga-harga naik termasuk rumah dan properti itu bisa dimaklumi, namun jika berkali-kali bahkan setiap tahun ditambah lagi dengan proyek-proyek yang ujungnya bakal mangkrak bahkan di tangan pemerintah itu sendiri, maka itu bukan lagi sebuah 'lelucon' yang menghibur, sudah keterlaluan dan jelas zalim secara struktural dan sistematis.
Maka dari itu, Islam menawarkan sistem ekonomi yang bebas dari riba dan akad yang batil/rusak. Ketimpangan sosial apalagi penggusuran dan pengrusakan alam jelas kecil kemungkinannya akan terjadi, sebab Islam memiliki banyak pos pemasukan untuk membantu rakyat (Muslim/Non-Muslim) agar memiliki hunian yang layak, bahkan dengan cuma-cuma.[]
Posting Komentar