BERCERMIN DI BALIK KISAH PENJUAL TEH DAN SEORANG PENDAKWAH
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)
Viral beberapa waktu lalu, seorang pendakwah kondang Gus Miftah memberikan komentar tak elok pada seorang penjual teh yang tengah menawarkan dagangannya saat beliau berceramah. Akhirnya berujung pada dikecamnya si pendakwah yang memang mempunyai gaya bicara yang ceplas-ceplos dan ‘nylekit omongane’ bahasa Jawanya, alias perkataannya banyak yang menyakitkan hati dan menohok perasaan (www.cnnindonesia.com, Selasa 3 Desember 2024) (1). Ada beberapa hal yang bisa dijadikan bahan perenungan dari peristiwa ini.
Berdakwah tentu haruslah dengan kata-kata yang baik dan menyejukkan hati. Tidak justru akan menimbulkan kemarahan hati bagi yang mendengarnya. Karena mengajak kebenaran adalah mengajak untuk berpikir logis sesuai tuntunan Islam. Tentu itu tidak akan didapatkan jika dibalut dengan kata-kata kasar dan menohok, yang hanya akan membuat yang mendengar menjadi defensive lalu timbullah ego dalam dirinya; sehingga kebenaran akan sulit meresap dalam hatinya. Allah memberikan tuntunan dengan baik tentang hal ini dalam surat An-Nahl 125, Allah berfirman :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
Alhamdulillah Gus Miftah, terlepas karena desakan netizen atau karena Presiden karena beliau sudah menjadi pejabat sebagai staf khusus atau karena memang beliau sadar bahwa saat itu beliau sedang khilaf; sudah meminta maaf pada bapak Son Haji si pedagang teh. Kita tentu menghargai seorang tokoh yang bersedia meminta maaf, tentu ini sebuah langkah besar bagi beliau.
Tidak masalah jika kita sangat dermawan, bahkan itu sesuai tuntunan agama. Yaitu saat menjadi penceramah dengan memborong semua dagangan para pedagang seperti yang dilakukan Gus Miftah. Karena memang itu sebuah kebiasaan baik, menolong orang adalah sunah dan berpahala. Tapi jangan sampai itu menjadi kebiasaan, sehingga orang jadi melihat itu sebuah tuntunan yang wajib. Karena itu akan membuat orang bergantung hanya pada kebaikan si penceramah. Karena terbiasa diborong dagangannya, saat di penceramah memutuskan tidak melakukannya; maka para pedagang merasa diperlakukan tidak adil, baper alias terbawa perasaan, merasa tidak dihargai. Padahal mau memborong atau tidak dagangan tersebut, itu sepenuhnya hak bagi yang memberi. Karena itu dalam Islam termasuk amalan sunah. Jika dilakukan akan berpahala, jika tidak dilakukan tidak berdosa. Janganlah karena amalan sunah terbiasa dilakukan, suatu ketika tidak dilakukan dianggap melakukan dosa. Ini sungguh pandangan yang tidak tepat.
Yang juga menjadi hal yang patut dikritisi, hal ini menjadi viral dan semakin viral karena ada sejumlah konten creator yang memanfaatkan momen ini untuk mendongkrak akun mereka. Dibuatlah narasi seakan si penjual teh adalah orang yang terzalimi, beramai-ramai memojokkan Gus Miftah tanpa memberikan solusi sesuai syariat berkaitan hal ini. Seharusnya masyarakat diberikan edukasi berkaitan dengan amalan sunah dan cara berdakwah yang benar sesuai tuntunan Islam. Sosok Gus Miftah dan pak Son Haji janganlah dieksploitasi secara pribadi, tapi dikritisi dari sisi amal perbuatan mereka dengan sentuhan dakwah yang menyejukkan. Apalagi Gus Miftah saat itu adalah pejabat negara utusan khusus presiden, tentu perlu diberi masukan pada masyarakat berkaitan tentang karakter seorang pejabat dalam Islam yang benar. Haruslah amanah, berpola pikir dan pola sikap Islami alias berkepribadian Islam, paham syariat, lemah lembut pada rakyatnya dan tegas pada musuh-musuh Islam.
Kemudian ramai-ramai konten kreator memberikan bantuan pada pak Sonhaji, lalu dibuat sebagai konten; dengan harapan bisa viral dan meraup cuan yang banyak. Tentu ini tidak bisa dibenarkan. Karena secara tidak langsung ini mengkomersilkan sedekah. Pola konten seperti ini banyak dibuat, karena mudah mendatangkan keuntungan bagi para konten creator. Bagi-bagi uang dengan memberikan tebak-tebakan, tantangan yang seringkali konyol dan tidak berfaedah, atau memborong makanan satu gerobak sekaligus dengan mengekspoitasi mimik gugup, Bahagia, atau kaget dari masing-masing obyek konten. Komersialisasi sedekah akan sangat rawan membuat orang terpeleset pada riya, melakukan amalan tidak dengan Ikhlas.
Semua ini bermuara pada kondisi saat ini, di mana masyarakat telah terjerat pada paradigma sekuler kapitalistik. Umat sangat jauh dari Islam karena telah membatasi Islam sebatas mengatur masalah ritual seperti syahadat, shalat, zakat, puasa, naik haji, nikah, talak, cerai, dan waris. Diluar itu, mereka tidak memakai standar Islam. Sehingga nilai sedekah dikomersilkan, kemiskinan dieksloitasi, dan dakwah menjadi sebatas hiburan sehingga ucapan kurang terjaga. Maka kini saatnya kembali kepada Islam secara kafah, menyeluruh. Karena Islam akan memberi solusi secara tuntas berbagai problem kehidupan. Ini akan terwujud jika dalam naungan Khilafah, yang akan memberikan jaminan diterapkan Islam kafah. Karena Khilafah sebagai negara dengan dua fungsi : raa’in (pengurus dan pelayan) dan junnah (pelindung), yang akan memastikan umat tidak akan terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran di luar yang merusak akidah.
Wallahualam Bisawab
Catatan Kaki :
(1) https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241203202150-24-1173426/video-viral-gus-miftah-mengolok-penjual-es-teh-pakai-kata-kata-kasar
Posting Komentar