-->

Harvey Moeis, 300T VS 211M


Oleh : Ria Nurvika Ginting, SH, MH (Dosen FH-UMA)

Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra Dewi akhirnya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan membayar denda Rp. 1 Miliar. Jika tidak dibayar maka akan digantikan dengan kurungan 6 bulan serta Harvey juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp. 210 Miliar. Apabila tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian jika tidak mencukupi maka diganti hukman penjara. (CNBCIndonesia, 26 Desember 2024)

Kronologi kasus ini bermula pada tanggal 14 Agustus 2024 ketika Harvey Moeis menani sidang perdana atas dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah. Kasus ini semakin menarik perhatian publik dikarenakan kasus tersebut melibatkan nama-nama besar termasuk istrinya yang merupakan seorang aktris terkenal yakni Dewi Sandra. Hal ini dikarenakan Jaksa Penuntut Umum mengungkap adanya aliran dana korupsi ke Sandra Dewi yang digunkan untuk membeli aset-aset mewah dan tas-tas breaded milik Sandra Dewi. 

Selain itu, dana korupsi tersebut juga diduga mengalir ke rekening Ratih Purnama yakni Asisten Pribadi Sandra Dewi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasangan tersebut. (Metro.TV, 27 Desember 2024)

Namun, selama menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung diduga menggunakan perjanjian prenuptial (pisah harta) dengan Harvey sebagai upaya menghindari penyitaan aset oleh Kejaksaan Agung. Dalam kasus Harvey ini akhirnya ditetapkan 22 orang sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dan salah satu nama yang muncul adalah Helena Lim yang dikenal sebagai Crazy Rich Pantai Indah Kapuk. Ia didakwa telah membantu Harvey menampung hasil korupsi Harvey melalui usaha money changer miliknya. Harvey dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor serta Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana pencucian uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Metro.TV, 27 Desember 2024)

Surga Para Koruptor

Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) yang berarti berasas pada hukum. setiap perbuatan yang melanggar hukum maka harus diberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku. Pada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No.31 Tahun 1999 telah jelas dinyatakan bahwa korupsi merupakan tindakan kriminal yang ‘merugikan negara’. unsur pidana ini telah jelas terbukti dengan adanya kerugian 300T yang disebabkan dari tindak korupsi Harvey Moeis. 

Bagaikan panggung sandiwara jika kita lihat di negeri ini para koruptor yang telah didakwa masih bisa tertawa dan santai dalam menghadapi persidangan. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi seorang ayah yang tertangkap mencuri ayam atau motor dalam rangka memenuhi kebutuhan lambung anak dan istrinya. Para koruptor diperlakukan dengan santun bak pahlwan sedangkan ayah yang mencuri untuk kebutuhan keluarganya dianggap penjahat kelas kakap yang tidak bisa diampuni lagi. 

Kasus Harvey menunjukkan betapa negeri ini menjadi surga para koruptor. Mengapa demikian? Kerugian yang diakibatkan Harvey mencapai Rp. 300T dan ia hanya dijatuhi hukuman ganti rugi Rp.220 M dan denda 1M. Sungguh hal ini tidak sebading. Jika mengutip apa yang disampaikan mantan Menkopolhukam, Mahfud MD hanya 0,007% dari kerugian yang akan dikembalikan oleh Harvey. Dimana letak keadilan?, tambahnya. (CNBCIndonesia, 26 Desember 2024)

Pertimabangan hakim hingga menjatuhi hukuman hanya 6,5 tahun penjara dan denda Rp.1 M serta ganti rugi Rp.220 M yang merupakan separuh dari tuntutan Penuntut Jaksa Umum adalah menurut hakim tuntutan ini terlalu berat dibandingkan dengan kesalahan yang dilakukan terdakwa. Hakim mengatakan PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT) tidak melakukan penambangan ilegal di Bangka Belitung karena memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP). Hakim juga menyebutkan vonis Harvey lebih ringan karena ia sopan selama pesidangan. Selain itu, hakim menyebutkan Harvey punya tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum sebelumnya. Hakim juga menyampaikan Harvey tidak memiliki kedudukan struktural di PT Refined Bangka Tin (RBT) tidak memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan kerja sama dengan PT Timah Tbk. (CNNIndonesia, 26 Desember 2024)

Demokrasi Menyuburkan Korupsi, Islam Solusinya

Negeri ini akan tetap menjadi surga bagi para koruptor jika sistem yang diterapkan masih sama. Demokrasi-Kapitalis merupakan sistem yang berbiaya mahal. Sistem ini juga berdiri atas dasar pemisahan agama dari kehidupan. Hal ini menyebabkan agama tidak boleh ikut campur dalam hal-hal kehidupan. Oleh karena itu, manusia diberikan wewenang penuh untuk membuat aturan atau hukum. Kesombongan manusia yang lemah dan terbatas untuk membuat aturan dan hukum sendiri yang menjadi penyebab muncul banyaknya penyimpangan dan pertikaian. 

Selain itu, sistem Demokrasi-kapitalis berdiri berdasarkan standar kepentingan/materi. Selama kepentingan/materi merupakan hal yang bisa diraih maka segala cara pun bisa dilakukan. Termasuk didalamnya tawar-menawar dan perubahan atutran/hukum yang telah ditetapkan diawal. Hukum tersebut akan berpihak pada yang memberikan keuntungan, salah satunya adalah materi.
Dari sini, pemilik modal (kapital) yang pada akhirnya memiliki kekuasaan. Selama memiliki modal maka hukum tidak akan berpengaruh. 

Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam yang berdiri atas dasar aqidah Islam yang mana segala aturan dan hukum yang berlaku berasal dari sang Khaliq. Hak membuat aturan dan hukum tersebut hanya milik sang Kahliq yakni Allah Swt. Aturan tersebut mengatur seluruh lini kehidupan. Dengan demikian, aturan tersebut tidak akan dapat ditawar-tawar dan tidak bisa diubah sesuai dengan kepntingan ataupun keuntungan yang ingin didapat. 

Kasus korupsi dalam sistem Islam tidak bisa disamakan dengan ‘mencuri’. Pelaku korupsi dlsm sistem Islam disebut Khaa’in (pelaku khianat) artinya ia menggelapkan harta yang telah diamanahkan. Dalam sistem Islam hukuman bagi koruptor adalah ta’zir (jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim) bukan potong tangan. Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak didtetapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhiantan (koruptor), orang yang merampas harta orang lain dan penjambret (HR.Abu Dawud)
Hukuman ta’zir ini bisa berupa tasyhir atau perwartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi ataupun di sosial media), penyitaan harta dan hukuman kurungan bahkan sampai hukuman mati. 

Dalam meminimalkan tindakan korupsi ini, sistem Islam memiliki mekanisme yang unik. Mekanisme tersebut yakni: (1) sistem penggajian yang layak; (2) larangan menerima suap dan hadiah; (3) perhitungan kekayaan; Kekayaan pejabat akan dihitung diawal dan di akhir jabatannya. Jika ada kenaikan yang tidak wajar yang bersangkutan harus membuktikan bahwa kekayaan itu benar-benar halal. Inilah yang kita kenal saat ini yang merupakan pembuktian terbalik. Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Bila pejabat gagal membuktikan bahwa kekayaannya tesebut didapat dengan cara halal maka Umar memerintahkan pejabat menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada Baitul Maal atau membagi dua kekayaannya itu separuh untuk yang bersangkutan dan sisanya untuk negara. (4) penyederhanaan birokrasi; (5) hukum yang setimpal. Hanya dengan menerapkan sistem Islam Korupsi dapat diberantas hingga negeri ini terbebas dari para koruptor. Hal ini hanya dapat terwujud dengan diterapkannya syariah dalam seluruh lini kehidupan dalam sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah.