Ilegal Jual Beli Anak, Himpitan Kebutuhan Sistem Sekuler
Oleh : Ilma Kurnia P (Pemerhati Generasi)
Akhir-akhir ini sering terjadi kasus jual beli bayi yang marak terjadi di negeri ini, seorang ibu bahkan rela menjual bayinya hanya demi mendapatkan uang. Begitu pun seseorang yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan yang semestinya memiliki rasa empati yang tinggi, namun ketika sekularisme bercokol di tengah-tengah kehidupan masyarakat rasa empati pun seperti hilang tergerus hanya dengan tujuan mendapatkan kepuasan materi. Pelaku kasus penjualan bayi yaitu dua perempuan yang berprofesi sebagai bidan berinisial JE (44) dan DM (77). Telah berhasil diringkus oleh Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sejak Tahun 2010 ke-dua tersangka telah melakukan aksinya dan berhasil menjual bayi sekitar 66 bayi. Harga dari masing-masing bayi tersebut berbeda-beda menurut jenis kelaminnya, untuk bayi perempuan dijual dengan harga Rp55 juta (www.cnnindonesia.com,14/12/24).
Sementara bayi jenis kelamin laki-laki bisa mencapai Rp60-65 juta, bahkan tertinggi Rp85 juta. Menurut Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi menyampaikan bahwa kedua tersangka melakukan aksinya dengan modus menawarkan jasa perawatan bayi di klinik yang mereka kelola yakni di Rumah Bersalin Sarbini Dewi, daerah Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
Hingga saat ini poliai masih terus menyelidiki dan mendalami kasus penjualan bayi tersebut, sementara untuk tersangka JE dan DM telah ditetapkan tindak pidana perdagangan anak. Di mana kedua tersangka dikenakan Pasal 83 dan Pasal 76 F tentang perlindungan anak. JE dan DM terancam hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta (cnnindonesia.com, 13/12/24). Peristiwa ini sudah seringkali terjadi bahkan sejak dari dulu hingga kini belum bisa diberantas secara tuntas, dan masih berulang lagi. Semua bisa jadi karena penerapan sistem sekularisme kapitalis yang membuat kasus jual beli bayi terus terjadi. Berulangnya kasus sejenis menunjukkan adanya problem sistemis. Kasus ini terjadi melibatkan beberapa faktor di antaranya adanya masalah ekonomi/kemiskinan, maraknya seks bebas yang mengakibatkan banyak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain itu juga tumpulnya hati nurani dan adanya pergeseran nilai kehidupan. Ditambah dengan hukuman yang diberikan tidak sesuai dan terkesan Negara abai dalam mengurus rakyat.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa impitan ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab masyarakat melakukan tindakan penjualan anak/bayi atau upaya menutupi aib karena melahirkan anak tanpa ayah, sehingga berfikir praktis untuk menjual bayinya kepada orang lain. Semua ini berkaitan erat dengan sistem kehidupan yang sekuler kapitalis dalam seluruh aspek kehidupan. Sistem Kapitalisme menganggap bahwa kebahagiaannya adalah jika manusia mampu mendapat banyak meteri, tanpa berfikir halal ataupun haram. Kepuasan naluri bahkan dipenuhi dengan cara yang bertentangan aturan Ilahi. Beginilah standar hidup kapitalisme yang merusak akal umat dengan meraih kenikmatan dunia yang sesaat. Disisi lain adanya sindikat penjual bayi illegal membuat praktek jual bayi tidak mudah diberantas. Hal ini menunjukan bahwa negara gagal memberikan jaminan atas kebutuhan pokok (primer) baik individu mau pun kolektif, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan. Juga kebutuhan akan jaminan kesehatan, pendidikkan dan keamanan. Biaya kesehatan yang mahal terkadang tidak mampu dijangkau oleh umat, sehingga alasan ekonomi seolah-olah menjadi pembenaran bagi mereka yang merasa hidup dalam kesempitan.
Berbeda dengan islam yang dijadikan sebagai aturan untuk mengatur masalah ekonomi maka Islam memastikan setiap rakyatnya terjamin kebutuhan primer, sekunder dan juga tersiernya. Dengan mekanisme yang sesuai syariah negara berkewajiban menjamin setiap kebutuhan rakyatnya. Negara juga memastikan bahwa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dipastikan umat tidak menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan Islam. Sistem yang baik akan melahirkan masyarakat yang Islami, sebab aturan yang diterapakan berasal dari Sang Maha Pencipta alam semesta, berbeda dengan aturan atau perundang-undangan saat ini yang merupakan hasil buatan manusia yang dijalankan untuk mengatur urusan umat terbukti gagal membuat jera para pelaku kasus tindak kriminal termasuk kasus penjualan bayi/anak. Sementara dalam sistem Islam memiliki sistem sanksi yang tidak pandang bulu terhadap pelaku kriminal yang salah tetap salah dan akan dihukumi sesuai dengan hukum Allah SWT. Islam juga memiliki sistem pergaulan yang mampu menjauhkan umat dari perbuatan khalwat dan zina, sehingga dalam sistem Islam tidak akan ditemukan kasus kehamilan yang tidak diinginkan, karena setiap hubungan yang terjadi anatara laki-laki dan perempuan dilandaskan pada keimanan dan kataatan terhadap aturan Allah SWT.
Dalam Islam juga menjelaskan bahwa kasus jual beli bayi hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Keharaman jual beli bayi (anak) didasarkan pada hadis sahih perihal mengharamkan jual beli manusia merdeka (bukan budak). Dalam sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda,
“Allah berfirman, ”Ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada hari kiamat nanti, seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku lalu berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya, dan seorang yang mempekerjakan seorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang itu tidak membayar upahnya.” (HR Muslim).
Hukuman bagi pelaku jual beli bayi berupa hukuman takzir yang ditetapkan khalifah berdasarkan jenis pelanggarannya, yaitu bisa dikenai sanksi penjara, pengasingan, hingga hukuman mati. Kemudian umat harus memahami bahwa anak adalah amanah dan titipan Allah SWT. Anak merupan rezeki dan amanah dari Allah untuk manusia dimana kehadiran mereka bisa menjadi penyejuk hati bagi orang tua. Allah juga telah menjanjikan bahwa setiap anak yang terlahir akan Allah jamin rezekinya. Sedemikian sempurna islam mengatur urusan umat jika diterapkan maka akan melahirkan individu-individu yang bertakwa dan taat terhadap hukum Allah.
Wallahua’lam bishawab
Posting Komentar