-->

Kapankah Penderitaan Anak-anak Gaza Berakhir?


Oleh : Bunda Hanif

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Selasa (24/12/2024), melaporkan setiap jam, satu anak tewas di Jalur Gaza akibat serangan brutal Israel. (Ankara, Beritasatu.com, 25/12/2024).

Sedikitnya 14.500 anak Palestina telah meninggal dunia dalam serangan Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza sejak 2023. Sejak Hamas pada 7 Oktober tahun lalu melakukan perlawanan, Israel tak henti-hentinya melancarkan serangan di Jalur Gaza. Padahal telah diserukan gencatan senjata oleh Dewan Keamanan PBB. Akibat serangan yang dilancarkan Israel, lebih 45.300 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak, tewas dan lebih 107.700 lainnya terluka.

Atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant. 

Israel juga merusak berbagai fasilitas, seperti sekolah dan rumah sakit. Rumah Sakit Kamal Adwan juga tak luput dari serangan, padahal rumah sakit tersebut merupakan fasilitas kesehatan utama yang masih beroperasi di Gaza Utara, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Jumat (28/12/2024). (Republik.co.id, 28/12/2024)

UNRWA menyatakan, membunuh anak-anak Palestina di Gaza tidak dapat dibenarkan, Meskipun ada yang selamat tapi mereka terluka secara fisik dan emosional. Tanpa akses kependidikan, anak-anak Palestina di Gaza terpaksa mengais-ngais puing-puing bangunan. 

Anak-anak di Gaza juga menghadapi resiko kematian akibat cuaca dingin karena ketiadaan tempat tinggal yang memadai. Padahal bantuan berupa perlengkapan musim dingin seperti selimut dan kasur banyak berdatangan dari negeri-negeri lain, Namun untuk bisa masuk ke Gaza bukan perkara mudah, harus menunggu persetujuan entitas Zion*s Yahudi.

Tahun 2024 merupakan tahun terburuk dalam sejarah bagi anak-anak. Ini disebabkan konflik yang terus berkecamuk di seluruh dunia, termasuk Gaza, Sudan, Ukraina dan sejumlah tempat lainnya. Anak-anak Palestina bahkan sudah mengalami penderitaan sejak pendudukan Zion*s pada 1967 dan penderitaan itu telah bertambah sejak Oktober 2023.

Berbagai seruan internasional untuk menghentikan genosida di Gaza seolah-olah hal yang sia-sia. Kebrutalan entitas Zion*s Yahudi tidak bisa dihentikan hingga kini. Solusi yang diserukan dunia internasional bagi krisis Palestina masih sebatas solusi dua negara. Seolah-olah tidak ada solusi lain yang lebih mampu menuntaskan krisis di sana. Padahal krisis Palestina sudah melebihi batas kemanusiaan dan terkategori genosida. 

Serangan Zion*s Yahudi terhadap fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit menegaskan bahwa mereka tidak hanya menyasar Hamas, tetapi memang menargetkan pembantaian warga sipil dengan korban terbesar adalah perempuan dan anak-anak. Serangan kepada Hamas hanyalah dalih untuk terus melakukan pembantaian.

Dengan adanya krisis Palestina ini, seharusnya semua pihak fokus dengan fakta terjadinya gelombang migrasi warga Yahudi ke Palestina sebagai cikal bakal berdirinya entitas Zion*s Yahudi. Tindakan perampasan dan pengusiran warga muslim Palestina dari rumah-rumah mereka oleh entitas Yahudi, sebagai konsekuensi peningkatan jumlah warga Yahudi. 

Untuk merebut kembali Palestina dibutuhkan aktivitas jihad. Palestina memerlukan bantuan tentara-tentara muslim khususnya dari negeri-negeri muslim yang lokasinya terdekat. Sayangnya yang terjadi justru sebaliknya. pemimpin negeri-negeri muslim malah menjalin kerjasama dengan Zion*s Yahudi. 

Status tanah Palestina adalah tanah kharajiyah yang menjadi milik kaum muslim hingga hari kiamat. Karenanya, sungguh tidak layak tanah Palestina dikuasai kafir penjajah. Yang lebih miris, para pemimpin negeri muslim malah menyetujui solusi dua negara bagi Palestina. Mereka mengkhianati bangsa Palestina.

Kaum muslim saat ini tidak bisa mengharapkan solusi dari dunia internasional. Palestina tidak butuh apapun dari negeri-negeri muslim selain pengiriman bantuan tentara muslim. Bukan hanya sekedar kecaman yang dilontarkan kepada Zion*s Yahudi ataupun bantuan kemanusiaan. Sekalipun itu dapat sedikit mengurangi penderitaan mereka, namun tidak mampu melepaskan mereka dari penjajahan Zion*s Yahudi. 

Para pemimpin negeri muslim hanya menjadikan isu Palestina sekadar pencitraan sebagai topeng untuk menunjukkan empati pada Palestina. Namun, mereka menyetujui solusi dua negara untuk Palestina. Ini menunjukkan keberpihakan mereka tidak tulus untuk kemaslahatan tanah para Nabi itu.

Sudah saatnya kaum muslim sadar bahwa keadilan bagi Palestina maupun kaum muslim di seluruh dunia mustahil diperoleh dari sistem kapitalisme. Sistem buatan musuh-musuh Islam ini telah memberikan jalan pada penjajah Zion*s untuk membantai anak-anak Gaza. 

Kaum muslim seharusnya menyatukan pemikiran dan perasaan dan berusaha membangkitkan kembali syariat Islam Kaffah melalui cita-cita tegaknya Khilafah. Hanya ideologi Islam saja yang mampu menggerakkan pemuda-pemuda muslim untuk bangkit melawan rezim di negeri mereka masing-masing agar bergerak mengirimkan tentara ke Palestina untuk membebaskan wilayah tersebut. Dengan begitu, tanah Palestina akan kembali kepada umat muslim. 

Wallahu a’lam bisshowab