-->

Kapitalisasi Pendidikan Menjadikan Bullying Jadi Kebiasaan


Oleh : Fitriani, S.Hi (Pendidik di Ma`had Al-Izzah Deli Serdang)

Lagi-lagi kasus perundungan atau bullying masih terus terjadi. Bukan hanya sekali tapi sudah berulang kali. Bahkan bullying terjadi di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi wadah anak didik mendapatkan ilmu namun hanya karena menunggak membayar SPP, siswa harus dihukum dengan duduk diatas lantai. 

Sebagaimana yang viral diberitakan, pelajar dari salah satu sekolah SD di Medan mengalami perundungan oleh wali kelasnya karena menunggak SPP 3 bulan akhirnya disuruh belajar di lantai. Walaupun akhirnya wali kelas mendapatkan sanksi atas sikapnya karena menurut kepala sekolah aturan tersebut tidak mengetahui adanya peraturan yang mengizinkan hukuman tersebut."Kepsek bilang tidak tahu. Sama sekali tidak tahu dan dijawab tidak ada," tandasnya. (tribunnews.com, 12/01/2025)

Hal yang serupa juga pernah terjadi beebrapa waktu lalau ketika seorang Siswa SMA di labuhan batu tidak didizinkan sekolah karena juga menunggak SPP 3 bulan. Sungguh miris, dan hal ini harusnya tidak terjadi Bukankah pendidikan adalah hak setiap warga? Siswa miskin atau pun kaya punya hak yang sama. Seharusnya negara menyiapkan pendidikan untuk rakyat secara gratis kan ya. Maka mengapa hal ini bisa terjadi? 

Hal ini tidak lain karena buah dari penerapan sistem kapitalisme saat ini. Memperoleh pendidikan gratis dan berkualitas kenyataannya sangat sulit. Jangankan pendidikan gratis, rakyat malah makin tercekik dengan kebijakan pajak yang makin tinggi dan harga sembako yang makin melangit. Maka, bagaimana negeri ini bisa mewujudkan generasi berkualitas jika masih banyak generasi yang tidak mampu bersekolah karena kesulitan ekonomi?

Sekolah negeri hanya bebas biaya di tataran SD dan SMP. Itu pun hanya bebas biaya SPP. Sementara itu dengan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah tetap legal mengambil pungutan kepada orang tua siswa atas nama komite sekolah. Walhasil, anak didik dari kalangan ekonomi sulit tetap terbebani dengan pungutan ini itu di sekolah. Tentunya ini tetap sangat memberatkan masyarakat. Sedangkan untuk level SMA,sampai saat ini kebijakan wajib belajar baru menjangkau sembilan tahun (sampai tingkat SMP saja).

Akibatnya, masih banyak siswa yang tidak mampu melanjutkan sekolah sampai tingkat SMA karena kendala biaya. Kalau pun sudah masuk di SMA, kasus-kasus tunggakan SPP siswa SD di Medan dan siswa SMA di Labuhanbatu sering kali kita jumpai. Ujung-ujungnya, siswa-siswi putus sekolah di jenjang SMA masih menjadi catatan buram pendidikan di negeri ini. Pendiddikan sulit di akses rakyat miskin.

Hal ini akan tetap terjadi, selama sistem kapitalisme yang menjadi landasan pendidikan, maka problem pendidikan akan terus berurat dan berakar. Kualitas generasi pun, makin jauh dari harapan.
Maka hal ini sebenarnya tidak akan terjadi jika sistem Islam yang menjadi landasan pendidikan. Karena Negara dalam Islam akan menjadi pengelola dan penyelenggara pendidikan secara langsung. Hal ini, jelasnya, karena Rasulullah saw. bersabda dalam riwayat Ahmad dan Bukhari, Imam (Khalifah) adalah raain (ibarat penggembala, pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.

Maka, satu-satunya harapan hanya pada Islam. Secara iktikad, umat harus yakin bahwa aturan dari Allah pasti mampu menyelesaikan seluruh permasalahan. Karana Allah yang menciptakan alam semesta, manusia, dan kehidupan ini, maka tentu lebih tahu yang terbaik bagi ciptaan-Nya.

Lalu berdasarkan sejarah telah terbukti bahwa selama Islam diterapkan berabad-abad dalam kehidupan dan bernegara, Islam telah mampu memberikan kesejahteraan, pendidikan yang merata dan berkualitas, serta keamanan bagi warga negaranya. Dalam penerapan Islam, tidak ada ceritanya seorang siswa putus sekolah karena tidak mampu menanggung biaya pendidikan. Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara Khilafah diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj, serta pos milkiyyah amah.

Seluruh pemasukan Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai(harta yang diperoleh dari musuh dengan damai tanpa peperangan-red.), dan kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan maupun perjanjian damai-red.), serta pos milkiyyah amah (kepemilikan umum), boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan.

Sudah saatnya Islam menjadi solusi bagi permasalahan pendidikan dan permasalahan bangsa secara keseluruhan. Dengan Islam, akan terwujud peradaban mulia yang sangat memperhatikan pendidikan dan kesejahteraan warga negaranya, muslim maupun nonmuslim.
Maka hanya dengan system pendidikan Islam sajalah generasi berkualitas, beriman dan bertaqwa bisa diwujudkan.

Begitu pula perundungan atau bully ini akan berakhir jika system kapitalis dienyahkan dan Islam yang diterapkan di seluruh aspek kehidupan. Maka sudah saatnya umat Islam hari ini menjadikan perjuangan mengembalikan Islam sebagai agenda utama mereka sebagai wujud kepedulian kepada generasi sehingga segala bentuk perundungan bisa diakhiri. Wallahu`alam bisshawab