-->

Kebijakan Pajak Membuat Rakyat Menderita


Oleh : Ummi Naura
(Aktivis Pemerhati Muslimah Peduli Generasi)

Meski semestinya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai hanya berlaku untuk barang mewah, sejumlah barang dan jasa tetap ikut terdampak tarif PPN 12 persen. Kenaikan pungutan pajak itu terjadi atas sejumlah barang dan jasa yang sehari-hari cukup sering diakses oleh masyarakat.

Misalnya, PPN atas kegiatan membangun dan merenovasi rumah, pembelian kendaraan bekas dari pengusaha penyalur kendaraan bekas, jasa asuransi, pengiriman paket, jasa agen wisata dan perjalanan keagamaan, dan lain sebagainya.

Terdampaknya pengenaan PPN atas sejumlah barang dan jasa itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur tentang skema PPN di tahun 2025, yaitu tarif efektif 12 persen untuk barang-barang mewah dan tarif efektif 11 persen untuk barang-barang non-mewah.

Dalam Pasal 4 PMK tersebut, pemerintah menyebutkan, ada sejumlah barang dan jasa kena pajak (BKP/JKP) tertentu yang selama ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan secara tersendiri. Pengenaan PPN atas barang dan jasa tertentu itu memang telah menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) nilai lain atau besaran tertentu.

Maka gelombong protes dari masyarakat terjadi dari berbagai elemen masyarakat melakukan aksi damai menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan berlaku pada kanuari 2025 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/12/2024). Mereka juga berencana untuk menyerahkan petisi penolakan kenaikan PPN 12 persen ke Presiden. Hingga Kamis sore, petisi tersebut telah ditandantangani oleh lebih dari 120 ribu warga net. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK) 19-12-2024

Massa dari berbagai elemen masyarakat melakukan aksi damai menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan berlaku pada Januari 2025 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

PMK 131/2024 menegaskan, setiap pemungutan, penghitungan, dan penyetoran PPN atas barang dan jasa tertentu itu dilakukan sesuai dengan ketentuan regulasi yang sudah berlaku. Besaran pungutan PPN atas barang dan jasa khusus itu selama ini mengacu pada tarif PPN yang berlaku.

Meski tidak termasuk barang mewah, barang dan jasa itu tetap akan mengalami kenaikan pungutan PPN karena adanya kenaikan tarif PPN yang berlaku dari 11 persen menjadi 12 persen.
Meskipun pemerintah meyakinkan bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah, fakta di lapangan harga-harga barang lain tetap naik. Ini terkait ketidakjelasan di awal akan barang yang akan terkena PPN 12% sehingga penjual memasukan PPN 12% pada semua jenis barang. Ketika harga sudah naik, tak bisa dikoreksi meski aturan menyebutkan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja
Negara nampak berusaha untuk cuci tangan dengan didukung media partisan. Dan menyebutkan berbagai program bantuan yang diklaim untuk meringankan hidup rakyat. Negara memaksakan kebijakan dengan membuat narasi seolah berpihak kepada rakyat, namun sejatinya abai terhadap penderitaan rakyat. Kebijakan ini menguatkan profil penguasa yang populis otoriter.
 
Dalam sistem Demokrasi kapitalisme ini wajar terjadi sebab sumber pendapatan negara dan untuk membiayai pengeluaran negara bersumber dari hutang dan pajak.
Sistem ekonomi kapitalisme dan imperialisme ini berbasis kebebasan ke pemilikan artinya negara tidak memiliki kemampuan dan kekuatan dalam mengelola sumber daya manusia dan sumber daya alam. Malah ini di serahkan kepada pemilik modal dan swasta (oligarki).
Sehingga rakyat yang selalu menjadi korban dari sistem saat ini rakyat di palak secara dzolim. Dan ini akan terus terjadi selama sistem ekonomi kapitalisme masih di terapkan.
Akan tetapi berbeda ketika dalam sistem Islam. Islam menawarkan solusi tuntas
Islam tidak boleh berserikat pada 3 hal yaitu Padang rumput, air, dan api kepengurusannya benar benar di kelola oleh negara dan hanya untuk kepentingan rakyat. 

Dalam Islam sangat jelas sumber pendapatan negara terdiri dari 12 jenis, yakni pendapatan dari harta rampasan perang (anfal, ganimah, fai, dan khumus). pungutan dari tanah yang berstatus kharaj; jizyah (pungutan dari nonmuslim yang tinggal di negara Islam); harta milik umum; harta milik negara; ‘usyur (harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri); harta tidak sah para penguasa dan pegawai negara atau harta hasil kerja yang tidak diizinkan syarak; khumus barang temuan dan barang tambang; harta kelebihan dari (sisa) pembagian waris; harta orang-orang murtad; dharibah; dan harta zakat. (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah).

Dalam Islam jelas sumber pemasukan negara berasal dari ke 12 tersebut dan akan di kelola oleh negara melalui Baitul mal. Islam boleh memungut pajak akan tetapi yang harus di perhatikan kapan pajak di ambil? Dalam kondisi apakah pajak tersebut diambil? 

Yang pertama pajak di pungut pada saat kas negara sedang kosong, dan negara butuh biaya besar untuk membiayai jihad atau membiayai industri pembuatan alat alat senjata untuk berjihad. 

Kedua, ketika datang nya bencana alam seperti tanah longsor, banjir, angin topan dan lain lain. butuh penanganan yang cepat sementara di butuhkan biaya yang banyak.

Ketiga, pembiayaan untuk pakir miskin.
Keempat, pembiayaan untuk membayar pegawai, tentara, hakim, guru dan yang yang bekerja untuk kepentingan umat 

kelima, pembiayaan untuk pasilitas umum seperti perbaikan jalan raya, rumah sakit, gedung sekolah, universitas, masjid dan saluran air bersih. Apabila semua sudah tercukupi pemungutan pajak akan di hentikan. Sepanjang sejarah kas negara atau Baitul mall tidak pernah kosong.

Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas pajak serta menyejahterakan rakyat, kecuali dengan menerapkan syariat Islam secara kafah dalam institusi Khilafah. Hukum Islam adalah hukum sempurna karena berasal dari Allah Yang Maha Sempurna. Hukum Islam adalah hukum yang adil karena berasal dari Allah Yang Maha Adil. Oleh karena itu, tegaknya penerapan syariat Islam secara menyeluruh dan totalitas harus segera diwujudkan.

Wallahualam bishawâb.