Krisis Air Bersih Melanda, Kesalahan Tata kelola Sistem Kapitalisme
Oleh : Elsa Nurraeni
Persoalan kurangnya akses terhadap air bersih di negeri ini masih menjadi PR bagi pemerintah, padahal negeri ini kaya akan sumber daya air. Namun faktanya krisis air bersih masih menimpa masyarakat, khususnya saat memasuki musim kemarau. Dilansir dari KOMPAS.Com, Probolinggo. Tak kurang dari 10 ribu warga Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, saat ini tengah menghadapi krisis air bersih. Krisis ini disebabkan oleh putusnya pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang terletak di bawah laut akibat tersangkut jangkar kapal. Masalah ini telah berlangsung sejak 7 November 2024, dan berdampak signifikan pada kebutuhan air bersih masyarakat setempat. (Kompas,03/12).
Krisis air bersih di tengah berlimpahnya sumber daya air di negeri ini sejatinya menunjukkan ada salah tata kelola air yang membahayakan kehidupan masyarakat. Menurut BAPENAS kerusakan hutan menjadi pemicu kelangkaan air baku, salah satunya pohon berperan penting dalam siklus air karena menyerap curah hujan dan menghasilkan uap air yang akan dilepaskan ke atmosfer. Semakin sedikit pohon, maka kandungan air di udara yang dikembalikan ke tanah dalam bentuk hujan juga akan sedikit. Penerapan sistem kapitalisme telah menjadikan sebagian besar hutan dialihfungsikan menjadi kawasan ekonomi hingga dibabat untuk kepentingan industri. Sistem ini hanya menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama. Dalam sistem ini, membolehkan bahkan mendukung siapa saja yang ingin mengelola SDA termasuk hutan selama mempunyai modal.
Mirisnya penguasa justru tidak menunjukkan simpati atas rakyatnya akibat krisis air ini. Penguasa seolah tidak merasakan penderitaan yang menimpa rakyatnya. Bagaimana mungkin seorang penguasa bisa tidur nyenyak sementara rakyatnya tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk kelangsungan hidup mereka. Sungguh penguasa dalam kepemimpinan sekuler hanya diposisikan sebagai regulator yang abai terhadap jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
Dalam Islam, status air dan hutan tergolong sebagai kepemilikan umum atau rakyat, yang wajib dikelola oleh negara. Islam melarang menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta apa pun alasannya. Negara akan melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang caranya negara mengedukasi masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan, negara harus memetakan dengan benar terkait pembangunan yang akan dilakukan sehingga tidak merusak alam. Allah SWT berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (TQS Ar-Rum(30):41).
Negara juga akan mengendalikan mulai dari proses produksi hingga distribusi ke masyarakat hingga daerah pelosok, untuk daerah yang jauh dari sumber air, negara akan membangun teknologi unggul hingga terdistribusi ke daerah tersebut. Negara melakukan pengawasan atas berjalannya pemanfaatan air, seperti peningkatan kualitas air dan penyaluran kepada masyarakat melalui industri air bersih perpipaan hingga kebutuhan masyarakat atas air terpenuhi dengan baik, pengelolaan mata air pun bisa dinikmati oleh semua rakyat secara gratis.
Dan semua mekanisme ini hanya akan mampu dilakukan oleh sebuah negara yang menerapkan sistem Islam yakni khilafah.
Wallahu alam bishshawab.
Posting Komentar