Menghapus Kemiskinan dengan Syariat Islam Kaffah
Oleh : Vera Novi (Aktivis Dakwah)
Palembang, Sumatera Selatan, menjadi salah satu potret nyata kemiskinan ekstrem di Indonesia. Tercatat, ada 10.644 keluarga yang hanya berpenghasilan Rp1.000 per hari (detik.com 25-10-2024). Angka ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat masih hidup dalam taraf kesejahteraan yang sangat rendah. Dengan penghasilan serendah itu, pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan hampir mustahil untuk dicapai, apalagi kebutuhan lainnya seperti pendidikan dan kesehatan.
Masalah ini diperparah oleh tingginya harga kebutuhan pokok yang terus meningkat. Warga yang bergantung pada pekerjaan buruh dengan upah rendah tidak mampu mengejar laju kenaikan harga, sementara peluang untuk memperbaiki taraf hidup melalui pekerjaan lain sangat terbatas. Ini adalah cerminan nyata dari kegagalan sistem sosial-ekonomi yang saat ini mendominasi dunia. Kondisi ini bukan sekadar statistik, tetapi representasi dari penderitaan manusia yang diabaikan oleh negara. Ketimpangan sosial seperti ini menjadi bukti bahwa model demokrasi kapitalis yang selama ini diagungkan telah gagal memenuhi janjinya untuk menciptakan kesejahteraan bagi semua.
Ironi Negara Kaya SDA
Fakta ini semakin ironi mengingat Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Namun, sumber daya ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan taraf hidup rakyat. Sebaliknya, rakyat dibiarkan bergulat dengan mahalnya biaya hidup, pendidikan yang sulit diakses, dan pekerjaan yang tidak layak. Dalam sistem kapitalisme, negara lebih berperan sebagai regulator yang memfasilitasi kepentingan korporasi daripada sebagai pelindung dan pelayan rakyat.
Akibat kondisi ini, mayoritas warga terjebak dalam pekerjaan kasar dengan upah rendah yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa keluarga bertahan dengan bantuan atau sumbangan dari pihak yang lebih mampu. Namun, sifat bantuan yang tidak rutin dan terbatas ini jelas tidak mampu menyelesaikan masalah secara sistemik.
Kemiskinan di Palembang bukanlah persoalan lokal semata, tetapi potret dari krisis struktural yang melanda banyak wilayah di Indonesia dan dunia. Demokrasi kapitalis telah menciptakan mekanisme yang secara sistematis memperkaya segelintir elit sekaligus memiskinkan sebagian besar rakyat.
Faktor Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan ekstrem yang merata ini dipicu oleh beberapa faktor utama. Pertama, kurangnya lapangan pekerjaan menjadi masalah mendasar, di mana jumlah pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan tingginya jumlah penduduk. Banyak lahan pekerjaan yang seharusnya produktif justru dialihkan untuk proyek komersial yang tidak memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat kecil. Kedua, pendidikan yang mahal dan sulit diakses juga menjadi penghambat. Biaya pendidikan yang tinggi membuat banyak masyarakat tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk bersaing di pasar kerja, sehingga memperparah lingkaran kemiskinan. Tanpa pendidikan, peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang berkualitas semakin minim. Ketiga, dominasi kapitalisme turut memperburuk keadaan. Sistem ini menyerahkan pengelolaan kebutuhan rakyat kepada pihak swasta, sehingga layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan menjadi sulit diakses oleh masyarakat miskin. Negara, yang hanya berperan sebagai regulator, tidak banyak membantu mengurangi beban hidup rakyat secara signifikan.
Khilafah: Solusi yang Komprehensif
Dalam sistem ekonomi berbasis syariat islam dengan konsep Khilafah yang berorientasi pada kesejahteraan seluruh umat manusia tanpa diskriminasi. Sistem ini tidak hanya merombak struktur ekonomi yang timpang, tetapi juga menghapus sumber-sumber ketidakadilan yang telah menjadi warisan kapitalisme. Dalam sistem Khilafah, negara bertanggung jawab untuk menyediakan pekerjaan layak bagi seluruh rakyatnya, memastikan setiap kepala keluarga memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus bergantung pada sektor informal.
Posting Komentar