-->

Pagar Laut : Proyek Pesanan Konglomerat?


Oleh : Alimatul Mufida (Mahasiswa)

Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan adanya pagar laut misterius yang membentang di sepanjang 30,16 kilometer di laut wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Dikutip dari CNN Indonesia (27/01/25), pembangunan pagar laut misterius Tangerang sepanjang 30,16 km ini mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Berdampak pada masyarakat pesisir yang mayoritas beraktivitas sebagai nelayan, kurang lebihnya sebanyak 3.888 orang dan 502 pembudidaya di lokasi tersebut.
Dikutip dari Kumparan. NEWS (21/01/25) Sebanyak 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM) diterbitkan di wilayah Kabupaten Tangerang yang menjadi lokasi berdirinya pagar laut tersebut. Sebanyak 263 SHGB itu terdiri dari 234 bidang milik PT Intan Agung Makmur, 20 bidang milik PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perorangan.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, membenarkan pagar laut yang berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Total ada 263 HGB yang diterbitkan di lokasi tersebut. 

Lucunya di negeri ini, laut lepas bisa memiliki Hak Guna Bangunan (HGB). Padahal, berdasarkan aturan yang berlaku tidak boleh ada hak di atas laut. Bagaimana mungkin laut lepas dimiliki seorang individu bahkan memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan? Ironisnya, setelah ditelusuri oleh Jurnalis Tempo, secara keseluruhan manuver dan upaya yang dilakukan dalam rangka mengubah batas wilayah pantai ini semua hanya rekayasa belaka, mulai dari kepala desa, warga, firma hukum, tanda tangan, dan KTP warga khayalan yang tidak nyata. 

Pakar hukum tata negara Mahfud MD menuding ada orang dalam yang melakukan kolusi, terkait dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan yang sudah dika vling seperti pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Apalagi, kata Mahfud, di area tersebut juga sudah dipatok berupa kavling-kavling. Dia menuding ada aparat atau birokrasi yang bermain di balik penerbitan sertifikat HGB dan SHM itu. Dia menekankan agar kasus ini diusut karena merupakan pelanggaran hukum. 

"Ini tendensinya pidana, tendensinya kolusi. Sampai begitu banyak (sertifikat), ratusan. Bukan semata salah ketik, ada kongkalikong pasti. Oleh sebab itu, ini harus diusut," tutur eks Ketua MK tersebut. 

Merugikan Nelayan, Lingkungan, dan Ekosistem Laut

Nelayan di pesisir utara Tangerang menjadi sasaran utama dampak kerugian dari berdirinya pagar laut. Mereka nyaris kehilangan mata pencaharian karena wilayah untuk mencari ikan sangat terbatas yang membuat hasil tangkapan ikan berkurang signifikan. Selain itu, seringkali pagar-pagar yang berdiri membuat perahu nelayan rusak. 

Di darat pun penduduk dipaksa menjual tanahnya dengan harga murah yang semata-mata hanya untuk memenuhi proyek strategis pesanan konglomerat. Belum lagi proses pembangunan proyek yang akan berimbas pada tercemarnya laut dan pesisir pantai. Biota laut akan kehilangan habitatnya akibat dari reklamasi di kawasan tersebut. 

Proyek Strategis Nasional ataukah Proyek Pesanan Konglomerat? 

Dikutip dari Detik.com (24/03/2024) Proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah disetujui oleh presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tahun 2024 ini. Dalam keterangan di situs resmi Kementerian Perekonomian disampaikan, detail proyek di PIK yang masuk dalam PSN adalah pengembangan Green Area dan Eco-City yang bakal diberi nama 'Tropical Coastland', dengan total wilayah pengembangan berbasis hijau seluas 1.756 hektare yang berlokasi di PIK 2. Pertanyaannya, apakah ini betul-betul dapat menjadi proyek strategis yang kelak akan memberikan dampak nyata dan kesejahteraan bagi warga sekitar? 

Nampak nyata sekali jika proyek ini hanya sekadar proyek bagi-bagi kue dan politik balas budi yang tentu hanya akan mensejahterakan segelintir orang yaitu para oligarki. Pembangunan PSN yang masih menjadi rencana saja sudah menimbulkan banyak sekali persoalan dan kerugian. Apalagi jika sudah dibangun? Pasti akan lebih menampakkan jurang kesenjangan antara si miskin dan si kaya. 

Laut Milik Ummat, Bukan Segelintir Orang

Status kepemilikan dijelaskan secara detail dan gamblang dalam syariat Islam. Laut merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki individu maupun swasta. 
Harta milik umum adalah harta yang dibutuhkan oleh seluruh kaum Muslim atau menjadi hajat hidup orang banyak, yang jika tidak tersedia akan menyebabkan keguncangan dan perselisihan, misalnya air. Rasulullah saw. menjelaskan sifat-sifat harta kepemilikan umum ini secara rinci dalam riwayat-riwayat shahih. Dari Abu Khurasyi dituturkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاء فِى ثَلاَثٍ: فى الْكَلإ وَالْمَاء وَالنَّارِ

Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud).
Jadi jelas, jika sistem Islam diterapkan tidak akan bisa muncul nasionalisasi bahkan swastanisasi sumber daya alam oleh segelintir orang. 

Berdasarkan penjelasan mengenai definisi atas harta milik umum tersebut, maka bila dilihat secara seksama Indonesia memiliki begitu banyak potensi. Sumber Daya Alam yang dimiliki negeri ini begitu banyak dan berlimpah. Pengelolaan yang baik atas sumber-sumber alam tersebut tentu akan mampu menghidupi dan mensejahterakan rakyat. Keharaman kepemilikan harta umum atas segelintir orang, swasta atau pun asing tentu membutuhkan keberadaan penerapan syariat islam secara kaffah dibawah naungan Khilafah yang akan mengeliminasi aturan kufur yang rusak dan merusak. Wallahu A'lam bishawab. []