-->

PAJAK NAIK, RAKYAT MENJERIT


Oleh : Agustina Marlina

Awal tahun 2025, masyarakat Indonesia akan disambut dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, mengungkapkan bahwa rencana pemerintah menerapkan PPN 12% adalah keputusan yang tidak masuk akal. Sebab, kebijakan ini hanya akan menyengsarakan rakyat tanpa memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan penerimaan negara.

Faisal juga menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12% sebagai kebijakan yang tidak adil. Pemerintah dinilai masih jor-joran memberikan insentif fiskal kepada korporasi besar. Dilansir dari CNBC Indonesia, kebijakan ini dianggap menyiksa rakyat, sementara perusahaan besar justru mendapat diskon pajak.

Mengutip tulisan Ressy Nisia, Kepala Unit Bimba AIUEO Kertasari, Ciamis, yang berjudul Efek Domino PPN 12%, rencana kenaikan ini masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Meskipun kenaikan PPN dikatakan hanya berlaku untuk barang dan jasa tertentu, masyarakat mempertanyakan definisi "barang mewah" yang dimaksud. Pada akhirnya, kenaikan pajak 12% diprediksi akan menyasar hampir semua barang dan jasa yang dikenai pajak.

Di saat harga kebutuhan pokok, pendidikan, dan kesehatan semakin naik serta sulit dijangkau oleh rakyat kecil, rencana kenaikan PPN 12% sulit diterima, khususnya oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.

Kebijakan Pajak dalam Sistem Kapitalisme

Kebijakan pajak atas rakyat, termasuk pada berbagai barang dan jasa, adalah produk dari sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, pajak menjadi sumber utama dana pembangunan dan diterapkan sebagai kewajiban bagi semua rakyat. Namun, kapitalisme sering kali tidak berlaku adil.

Negara dalam sistem kapitalisme berperan sebagai regulator dan fasilitator yang cenderung berpihak pada pengusaha besar, tetapi abai terhadap kesejahteraan rakyat. Pengusaha sering mendapatkan kebijakan keringanan pajak, sementara rakyat dibebani berbagai pajak yang semakin memberatkan kehidupan mereka.

Oleh karena itu, penerapan PPN 12% dapat dikatakan sebagai bentuk kedzaliman penguasa terhadap rakyat.

Islam dan Kebijakan Pajak

Dalam Islam, negara berperan sebagai ra'in (penjaga) yang mengurus rakyat, memenuhi kebutuhan, dan menciptakan kesejahteraan. Negara wajib membuat kebijakan yang menenteramkan kehidupan rakyat, termasuk menetapkan aturan kepemilikan dan mengelola sumber daya alam sebagai milik umum. Hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat sesuai mekanisme yang diatur syariat.

Pajak dalam Islam hanya dipungut sebagai alternatif terakhir ketika kas negara kosong dan ada kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Pajak hanya dikenakan kepada rakyat yang mampu atau kaya.

Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam itu terdapat lembah, dan di lembah itu terdapat sumur yang bernama Habhab. Allah pasti akan menempatkan setiap penguasa yang sewenang-wenang dan menentang kebenaran di dalamnya." (HR Ath-Thabrani, Al-Hakim, dan Adz-Dzahabi)