Pendidikan Makin Sulit dan Sempit
Oleh : Dinda Kusuma W T
Pendidikan merupakan salah satu pilar utama yang menopang tegaknya sebuah negara. Sekaligus menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan sebuah bangsa. Maka seharusnya, pendidikan menjadi perhatian utama pemerintah di negara manapun. Tapi sayangnya, tidak begitu di Indonesia.
Mirisnya, pendidikan di Indonesia makin hari makin sulit dan sempit. Sulit diakses oleh masyarakat bawah karena tingginya biaya, sistem administrasi dan birokrasi yang semakin hari semakin "ruwet". Serba sempit karena minimnya anggaran dan perhatian dari pemerintah. Pendidikan seolah dipandang sebagai suatu yang kurang penting bagi negara. Lebih-lebih dipandang sebagai komoditi dagang dengan rakyat sebagai pembelinya. Siapa merasa butuh maka harus rela membeli.
Dilantiknya presiden baru, Prabowo Subianto, yang diharapkan bisa membawa angin segar bagi dunia pendidikan, justru membawa kabar tidak sedap bagi seluruh tenaga pendidik khususnya dosen yang berstatus ASN. Pasalnya Pemerintah memiliki wacana untuk menghapus tunjangan kinerja (Tukin) dosen ASN mulai tahun 2025.
Plt. Sekretaris Jenderal Kemdikti Saintek Togar M. Simatupang telah mengonfirmasikan kebenaran kabar tersebut. Togar menyebutkan bahwa tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk pencairan tukin dosen ASN di tahun 2025 ini. Penyebab utama peniadaan tukin dosen ASN ini dikarenakan adanya perubahan nomenklatur anggaran Kemdikti Saintek untuk tahun 2025. "Jadi sekali lagi bapak-ibu sekalian, tidak ada anggarannya (tunjangan dosen) di tahun 2025," ujar Togar (ayobandung.com, 12/01/2025).
Sebagaimana diketahui, gaji yang diterima dosen tergolong relatif rendah. Tunjangan kinerja tentu sangat penting bagi dosen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terlebih dalam sistem kehidupan kapitalis yang serba mahal ini. Disisi lain, dosen adalah salah satu pondasi kemajuan pendidikan di Indonesia. Bukan hanya mengajar, dosen juga berperan aktif dalam pengembangan dan penelitian ilmu pengetahuan hingga pengabdian di masyarakat sebagai pengajar. Alih-alih diberi tunjangan lebih, pemerintah malah meniadakan tunjangan tidak seberapa yang sangat penting bagi para dosen. Inilah bukti abainya pemerintahan bersistem kapitalisme terhadap pendidikan.
Konsekuensi berikutnya akibat penghapusan Tukin dosen, besar kemungkinan biaya pendidikan di perguruan tinggi akan semakin mahal. Bisa jadi, tunjangan dosen akan dibebankan kepada peserta didik atau mahasiswa. Jelas, komersialisasi pendidikan tidak bisa dihindari.
Sengkarut pendidikan semacam ini pada dasarnya berakar dari penerapan sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang dikendalikan oleh kaum kapital (pemodal) sehingga segala sesuatunya dipandang sebagai transaksi jual beli. Keuntungan materi dijadikan pertimbangan utama di segala aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.
Pemerintah mengabaikan fungsi utamanya sebagai pelindung dan pengayom rakyat, dimana salah satu kewajibannya adalah memenuhi kebutuhan pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat. Sebagai pihak yang diberi amanah penuh untuk mengelola negara dan seluruh SDA yang ada didalamnya, pemerintah harusnya mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat, mengingat SDA yang dimiliki Indonesia sangat banyak dan melimpah.
Ketika pemerintah bertindak sebagai cukong, rakyat dipandang sebagai pembeli atau sumber keuntungan, maka kesengsaraan seperti sekarang inilah yang terjadi. Dalam sistem Kapitalisme, yang kaya akan semakin kaya, sedangkan yang miskin akan semakin terpuruk. Satu-satunya jalan untuk keluar dari semua persoalan dan kesengsaraan ini adalah mencabut Kapitalisme. Menggantinya dengan sistem yang benar dan sempurna yaitu Islam.
Menoleh kepada sistem Islam sebenarnya bukan hal baru atau sebuah utopia, mengingat penduduk Indonesia merupakan muslim terbesar didunia. Fakta ini adalah satu potensi tambahan yang sangat penting sebab seorang muslim harusnya lebih menyadari pentingnya pendidikan. Islam menanamkan betapa pentingnya menimba ilmu dan betapa mulianya para penuntut ilmu.
Negara bersistem islam akan sangat mengedepankan pendidikan. Sebagaimana sejarah telah mencatat, hampir seluruh penemu penting dalam hal agama maupun sains berasal dari tokoh islam. Inilah bukti bahwa Islam sangat memperhatikan dan memfasilitasi pendidikan. Pemerintahan Islam sangat menghargai orang yang berilmu dan tidak segan memberi hadiah besar bagi orang yang menghasilkan karya yang bermanfaat bagi umat.
Ada satu masa ketika harga buku itu dinilai dengan emas, yaitu pada masa kepemimpinan Khalifah Al Makmun. Tentu Islam memandang sangat penting pula menjamin kesejahteraan para pendidik seperti guru dan dosen. Sejarah mencatat, gaji guru pada masa pemerintahan Islam (Khilafah) sangat besar, bahkan sangat fantastis jika dibandingkan dengan gaji guru saat ini. Contohnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, gaji guru sebesar 15 dinar per bulan (kurang lebih setara 100 juta rupiah saat ini). Pada masa Khalifah Shalahuddin al-Ayyubi, gaji guru berkisar antara 11—40 dinar. Dan pada masa Daulah Abbasiyyah, gaji guru sangat besar, bahkan setara dengan gaji atlet profesional saat ini. Demikianlah, tidak ada sistem yang lebih baik selain islam, yang datang dari sang khaliq, Allah SWT. Wallahu a’lam bisshawab
Posting Komentar