-->

Penyesatan Narasi Dalam Menerapkan Kebijakan Pajak Membuat Rakyat Menderita

Oleh : Siti Rohmah, S. Ak
(Pemerhati Kebijakan Publik) 

Meskipun saat ini diputuskan kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang mewah, sejumlah barang dan jasa tetap ikut terdampak tarif PPN 12 persen. Akibat dari kebijakan yang berubah-ubah hingga tiga kali dalam sebulan tersebut ditambah narasi dan komunikasi pemerintah yang tidak efektif, harga-harga sudah terlanjur naik karena adanya efek psikologis pengusaha untuk mengantisipasi kenaikan PPN. 

Menurut Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia mengatakan bahwa menskipun pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN), pemerintah juga memastikan bahwa akan memberikan paket kebijakan insentif dan stimulus antara lain pajak penjualan rumah seharga Rp 2 miliar akan ditanggung 100 persen oleh pemerintah, insentif PPN untuk kendaraan listrik dan kendaraan hybrid, pelaku UMKM dengan omzet Rp 500 juta per tahun tidak perlu membayar PPh, diskon listrik 50 persen untuk pelanggan di bawah 2.200 VA. (www.tirto. id, 02-01-2025).

Inkonsisten Pemerintah

Inkonsisten pemerintah saat ini yang berulang kali merubah aturan masalah kenaikan PPN sampai 3 kali revisi dalam sebulan menunjukkan bahwa aturan saat ini bisa diutak atik sesuai keperluan. Rakyat banyak yang protes namun pada akhirnya pemerintah tetap menaikan PPN tersebut. Meskipun pemerintah meyakinkan bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah, fakta di lapangan yang kita rasakan saat ini harga-harga barang lain tetap naik. Hal ini terkait ketidakjelasan di awal akan barang yang akan terkena PPN 12% sehingga penjual memasukan PPN 12% pada semua jenis barang. Ketika harga sudah naik, tak bisa dikoreksi meski aturan menyebutkan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja. 

Negara nampak berusaha untuk cuci tangan dengan didukung media partisan. Pemerintah sendiri pun menyebutkan berbagai program bantuan yang diklaim untuk meringankan hidup rakyat. Padahal memang kewajiban negara mensejahterakan rakyat bukan hanya sekedar meringankan beban rakyat. Negara memaksakan kebijakan dengan membuat narasi seolah berpihak kepada rakyat, namun sejatinya abai terhadap penderitaan rakyat. Kebijakan ini menguatkan profil penguasa yang populis otoriter, dimana membuat kebijakan yang memaksakan dan tidak memikirkan kesulitan yang dialami rakyat. 

Begitulah ketika negara menganut sistem kapitalisme, pajak dijadikan sebagai sumber pendapatan untuk mengisi kas negara sedangkan kekayaan alam sendiri yang sejatinya bisa memenuhi kebutuhan APBN malah diberikan kepada swasta maupun asing. Maka regulasi yang dibuatpun membuat rakyat menderita. 

Islam Mensejahterakan Rakyat

Islam mewajibkan penguasa sebagai raa'in yang mengurus rakyat sesuai dengan aturan Islam, dan tidak menimbulkan antipati pada rakyat dan tidak membuat rakyat menderita. Islam mewajibkan penguasa hanya menerapkan aturan Islam saja. Allah mengancam penguasa yang melanggar aturan Allah. 

Karena dengan aturan islam kepemilikan sumber daya alam serta pengelolaan nya akan kembali sesuai dengan aturan Allah. Negara akan menggunakan hasil kekayaannya untuk memenuhi kebutuhan umat, baik dari segi sandang, pangan dan papan. Selain itu dari berbagai fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Pajak dalam islam di kenakan ketika ada keadaan darurat dan kas negara benar benar-benar kosong. Ketika ada kebijakan pajak pun negara hanya akan memberlakukan pada Laki-laki yang punya kelebihan harta dan dari kalangan muslimin. Begitulah islam mengatur negara dengan memikirkan kesejahteraan rakyat. Maka hanya dengan kembali menerapkan sistem islam segala sesuatu akan teratasi. Waallahu'alam bisshawab.