-->

Program 3 Juta Rumah, Dapatkah Memenuhi Kebutuhan Rumah Rakyat?


Oleh : Ummu Sumayyah

Perumahan adalah kebutuhan pokok individu yang harus disediakan oleh negara. Salah satu upaya pemerintah untuk menyediakan perumahan tersebut yaitu dengan mengadakan program 3 juta rumah untuk masyarakat. Salah satu lokasi perumahan tersebut terletak di Perumahan Buana Cicalengka Raya 2 di Kampung Nunuk, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung. Lokasi tersebut dikunjungi oleh Maruarar Sirait selaku Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP). Dalam kunjungan tersebut Ara (panggilan akrab dari Maruar Sirait) selain memastikan bangunan rumahnya, juga melihat kondisi rumah, ketersediaan air hingga kualitas bangunan dan berdialog dengan penghuninya. Sedangkan Joko Suranto sebagai Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) mengungkapkan sebanyak 117 unit rumah subsidi di perumahan Buana Cicalengka Raya 2 sudah siap huni. (Jabar.tribunnews.com 30/12/2024)

Sudah seharusnya pemerintah menyediakan perumahan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak mampu, sebab rumah merupakan kebutuhan pokok setiap individu. 3 juta rumah yang disediakan tidak sebanding dengan jumlah masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu banyak rumah yang tidak layak huni sehingga menambah jumlah rumah yang harus disediakan. Untuk masyarakat yang kurang mampu tidak ada pilihan lain selain hidup berdesakan dengan keluarga besar atau mencari rumah yang jauh dari lokasi kerja karena harga lebih murah. Mereka terpaksa menyewa rumah yang kurang layak yang dekat dengan lokasi tempat ia mencari nafkah, bahkan ada yang membuat tempat berlindung dikolong jembatan hanya sekedar bisa bertahan hidup. Kondisi tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap kesehatan keluarga terutama terhadap tumbuh kembang generasi.

Sulitnya Memenuhi Kebutuhan Dasar di Sistem Kapitalisme

Ketersediaan rumah tidak identik dengan keterjangkauan masyarakat bisa memiliki rumah. Sebab sekalipun rumah tersedia, namun rumitnya persyaratan yang ditetapkan sering kali membuat masyarakat tidak bisa menikmati /mengakses rumah yang tersedia. Telah terjadi pergeseran fungsi dari peran negara, yang seharusnya menjadi bagian dari pembangunan dan pembiayaan perumahan rakyat, tetapi sekarang hanya berfungsi sebagai fasilitator untuk pengembang nonpemerintah atau swasta. Ketika pembangunan dilaksanakan oleh pihak swasta maka yang didahulukan adalah mencari keuntungan semata, apalagi adanya batasan-batasan harga dari rumah subsidi yang ditetapkan pemerintah yang tidak menguntungkan pihak pengembang.

Dalam keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023, tertuang tentang batasan-batasan Luas Tanah, Luas Lantai dan Batasan Harga Jual Rumah Umum, Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan serta Besar Subsidi bantuan Uang Muka Perumahan. Dengan penetapan tersebut dianggap merugikan pengembang, maka untuk mendapatkan keuntungan besar mereka akan mencari tanah atau lokasi jauh dari tempat strategis yang rakyat butuhkan. Hal ini bisa disebabkan karena harga lahan yang berada ditempat strategis cukup mahal.

Dengan batasan-batasan tersebut maka yang diuntungkan adalah pihak pemilik modal. Mereka bisa menguasai lahan-lahan strategis yang akan dibangun perumahan elit untuk kalangan menengah keatas. Mereka membeli tanah dari petani dengan harga murah. Dengan tanah yang luasnya bisa membuat kawasan perumahan besar, di dalamnya akan mendapatkan fasilitas kenyaman dan keamanan yang dibutuhkan masyarakat. Sayangnya pemukiman ideal seperti itu tidak bisa dinikmati oleh masyarakat yang berpenghasilan kecil. Mereka hanya bisa memilih hunian jauh dari lokasi strategis yang harus menambah biaya transportasi. Tetapi itupun tidak lantas kita bisa memperoleh rumah tersebut dengan mudah, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Selain harus menempuh kredit yang dilakukan dengan akad batil ribawi, juga harus memiliki kartu NPWP dan SPT Pajak Penghasilan (PPh). Bagi rakyat miskin kartu tersebut mustahil ada. Kalau salah satu persyaratan tidak terpenuhi, sudah pasti pengajuan ditolak.

Seharusnya pemerintah berperan langsung dalam penyediaan rumah bagi rakyat, dengan menggunakan biaya dari negara tanpa melalui pihak lain seperti bank atau pengusaha. Tetapi watak penguasa populis otoriter yang memperlakukan rakyat sebagai konsumen akan senantiasa melekat dalam setiap kebijakan, tak terkecuali dalam kebijakan pengadaan rumah tinggal. Dengan skema KPR yang berbasis ribawi, mereka yang diuntungkan sejatinya adalah para kapitalis, yaitu pengembang (developer) lembaga perbankan dan pemerintah yang mendapat citra pemimpin yang peduli.

Selain kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, lapangan pekerjaan yang tersedia makin sulit. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok yang lain pun rakyat harus bersusah payah. Apalagi dalam memenuhi kebutuhan perumahan yang semakin mahal. Dalam sistem ini penguasa tidak berfungsi sebagaimana mestinya yaitu mengurusi dan melayani rakyat melainkan hanya sebagai regulator antara rakyat dan pemilik modal. Kekayaan alam yang seharusnya digunakan untuk mengurus rakyat diobral kepada pihak swasta yang memiliki modal besar. Inilah sistem kapitalis yang hanya mengutamakan materi dibalik semua kebijakan.

Pemenuhan Kebutuhan Dasar Dalam IslamDalam pandangan Islam rumah adalah kebutuhan pokok yang harus terpenuhi oleh setiap individu. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:“Tempatkanlah mereka (para Istri) dimana kamu bertempat tinggal, sesuai dengan kemampuanmu. (QS.Ath-Thalaq; 6)

Islam memiliki serangkaian mekanisme pengaturan yang menyeluruh dalam pemenuhan kebutuhan dasar individu, orang perorang sehingga mereka bebas dari kemiskinan. Konsep dalam Islam adalah mengentaskan kemiskinan agar terhindar dari kelemahan, kemunduran, bahkan ancaman kehancuran bangsa bukan sekedar formalitas solusi tambal sulam.
Kehadiran penguasa sebagai pelaksana syariat kafah bertanggungjawab atas semua urusan rakyat bukan sebagai regulator. Politik ekonomi Islam akan menjamin terpenuhinya semua kebutuhan primer, termasuk rumah pada setiap individu secara menyeluruh, dan membantu memenuhi kebutuhan sekunder sesuai dengan kemampuannya.

Dalam pemenuhan kebutuhan pokok rumah atau sandang, Islam mempunyai mekanisme sebagai berikut: Pertama, mengatur sebab-sebab kepemilikan tanah. Kepemilikan tanah dalam Islam tidak hanya diperoleh dengan transaksi jual beli, tetapi dapat dilakukan dengan cara ihya, tahjir, dan iqtha. Kedua, mengelola ash-shawafi yaitu tanah yang dikumpulkan negara yang berasal dari negeri-negeri yang dibebaskan dan ditetapkan untuk baitulmal. Ketiga, larangan menelantarkan tanah.
 
Tanah-tanah yang ditelantarkan selama 3 tahun oleh pemiliknya akan ditarik oleh negara dan diberikan kepada orang lain, termasuk untuk pendirian rumah. Keempat, mengelola hartamilik umum. Harta milik umum adalah hak kepemilikan bersama yang ditetapkan syariat, seperti barang tambang dan barang-barang yang kepemilikannya tidak boleh dimiliki oleh individu. Kelima, melakukan transaksi dengan mudah, halal tanpa riba.

Jaminan pemenuhan kebutuhan tidak saja dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga kualitas. Hunian diharapkan dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman. Selain itu keamanan lingkungan yang menjadi hajat publik dijamin oleh negara. Lingkungan perumahan adalah tempat tumbuh kembang generasi Islam, di sanalah mereka mendapatkan tempat yang nyaman untuk bermain dan bersosialisai serta mendapatkan pendidikan terbaik. Semua itu akan terwujud dalam sistem yang menerapkan syariat Islam secara kafah.
Wallahu ‘alam bisshawab