-->

Rumah Moderasi Beragama, Mengancam Akidah Umat


Oleh : Rohayah Ummu Fernand 

Universitas Brawijaya (UB) melalui UPT. Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (UPT. PKM) telah meluncurkan "Griya Moderasi Beragama" di Gazebo Raden Wijaya, Rabu (11/12/2024).

Ketua panitia peluncuran Griya Moderasi Beragama Universitas Brawijaya, In'amul Wafi, M.Ed. dalam sambutannya menjelaskan bahwa hadirnya program ini sangat relevan bagi kehidupan kampus, terlebih bagi generasi muda seperti halnya mahasiswa. (prasetya.ub.ac.id, 13-12-2024).

Sekularisasi Pemikiran

Arus moderasi beragama masih terus digalakkan oleh pemerintah, termasuk di kampus atau perguruan tinggi. Sudah berjalan beberapa waktu ini, Kementerian agama membangun rumah moderasi beragama atau RMB di sejumlah kampus perguruan tinggi keagamaan Islam atau PPKI. Kementerian agama menyampaikan bahwa adanya RMB terbukti memiliki manfaat besar dalam menciptakan kerukunan beragama di tengah masyarakat. Selain itu, potensi-potensi kerawanan terkait isu agama bisa dicegah dengan adanya RMB. 

Keberadaan RMB ini juga didukung identitas akademika yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang agama yang mumpuni. Maraknya pendirian rumah moderasi beragama menunjukkan cara pandang negara atas konflik dan solusinya, khususnya konflik antar umat beragama. Padahal sejatinya, ini bukanlah solusi. Mengingat sejatinya justru upaya untuk menjauhkan umat dari aturan agamanya (Islam), karena prinsip-prinsip yang diajarkan bertentangan dengan Islam yang lurus. 

Pada dasarnya, ide moderasi beragama yakni moderasi Islam ini adalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam ke tengah-tengah umat yang diberi warna baru. Ide ini menyerukan semua agama sama, dan menyerukan untuk membangun Islam inklusif atau yang bersifat terbuka, toleran terhadap ajaran agama lain. Menyusupkan paham bahwa semua agama benar, apalagi menjelang hari raya umat non-muslim, ide moderasi yang mengusung toleransi kembali banyak diperbincangkan.

Padahal sudah sangat jelas bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala telah menegaskan di dalam al-Qur'an surah Ali-Imran ayat 19, yang artinya, "Sungguh, agama yang (diridai Allah) di sisi Allah hanyalah Islam."
Begitu juga dalam surah Ali-Imran ayat 85, yang artinya, "Siapa saja yang mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Allah Swt. telah sangat tegas menyatakan bahwa agama yang benar dan mulia di sisi Allah hanyalah Islam. Apalagi terdapat celaan yang bersifat jazm atau pasti, bahwa tidak akan diterima agama selain Islam. Dan mereka tidak akan selamat di akhirat kelak. 

Dari sinilah kita mendapati penganut Islam moderat memberlakukan toleransi melampaui batas yang telah digariskan oleh Islam. Bahkan murtadnya seseorang ataupun menjadi ateis dianggap sebagai hak seseorang. Tampak sangat jelas, ide ini bertentangan dengan akidah Islam.

Inilah moderasi beragama yang harus dipahami oleh umat Islam hari ini. Mereka tidak boleh tertipu dengan slogan-slogan kerukunan, keharmonisan, dan slogan-slogan lainnya yang sebenarnya hanya membawa kemudharatan pada umat Islam. 

Kepemimpinan Islam Mampu Menjaga Akidah Umat

Pada hakikatnya, penerapan aturan Islam secara sempurna akan membawa kebaikan bagi umat muslim maupun non-muslim, di bawah naungan negara Khilafah. Ide moderasi ini telah menjadikan nilai-nilai Islam yang datang dari Al-Khaliq al-Mudabbir yang disetarakan dengan aturan buatan manusia. Selanjutnya, pelan tapi pasti, gagasan ini tidak hanya mengebiri Islam yang sejatinya merupakan ideologi, tetapi akan mengubah Islam dipahami sebatas agama ruhiyah yang dihilangkan sisi politisnya sebagai solusi atas seluruh aspek kehidupan.

Jika pemerintah telah memasukkan ide ini ke dalam kurikulum pendidikan dengan berbagai program turunannya, maka proses pendidikan sungguh telah menjauhkan generasi muslim dari urusan agamanya. Padahal pendidikan adalah pilar kebangkitan Islam, karena dari sana akan terlahir generasi cemerlang yang bangkit pemikirannya.

Lalu dengan segenap ketakwaannya, mereka siap berkontribusi secara maksimal dalam membangun peradaban. 

Dalam kitab Nizham al-Islam yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, telah digambarkan secara umum kegiatan pendidikan Islam, salah satunya adalah penegasan bahwa kurikulum pendidikan Islam wajib berlandaskan akidah Islam. Mata pelajaran dan metodologi penyampaiannya, seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikitpun dari asas tersebut. Kurikulum pendidikan pun hanya satu, tidak boleh digunakan kurikulum lain, selain kurikulum negara yang juga berasaskan akidah Islam. 

Dengan asas akidah Islam ini, maka Islam menetapkan tujuan pendidikan yang sejalan, yakni membentuk kepribadian Islam serta membekali peserta didik dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Di tingkat perguruan tinggi, ilmu-ilmu tsaqofah diajarkan secara utuh, seperti halnya ilmu pengetahuan yang lain. Dengan syarat tidak mengakibatkan adanya penyimpangan dari tujuan pendidikan, semisal toleransi. Mahasiswa akan diajarkan toleransi Islam, tidak bercampur dengan pemikiran asing.

Sesungguhnya Islam sudah memiliki aturan tentang toleransi yang dapat menjadi pedoman di mana saja umat Islam melakukan aktivitas, termasuk di kampus, dan dianggap sangat relevan bagi kehidupan kampus, terlebih generasi muda. Seperti halnya mahasiswa, agar dapat bersikap dengan bijak, serta toleransi dapat diwujudkan. Islam adalah agama yang memiliki aturan tertentu dan definisi tertentu, sesuai dengan ketetapan Allah dan rasul-Nya, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berinteraksi di tengah masyarakat. 

Penguasa dalam Islam memiliki kewajiban memberikan nasihat takwa, yakni menjaga akidah umat dan menjaga kehidupan agar tetap terikat dengan aturan syarak juga mengingatkan umat melalui berbagai media dan melalui Departemen Penerangan negara dan penempatan qadhi hisbah yang akan secara langsung menjaga akidah umat. Sungguh hanya kepemimpinan Islam yang mampu menjaga akidah umat.
Wallahu alam bissawab.[]