Si Miskin Tak Mendapat Pendidikan yang Layak dan Berkualitas di Sistem Kapitalis
Oleh : Riani Kusmala Dewi
Pendidikan seharusnya menjadi hak dasar setiap individu tanpa memandang status ekonomi, sosial, maupun latar belakang keluarga. Namun, dalam realitasnya, pendidikan di Indonesia saat ini kerap kali menjadi komoditas yang diperdagangkan. Menjadi lahan basah dalam mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Fenomena ini terlihat jelas pada kasus yang viral baru-baru ini.
Berdasarkan berita dari Kompas.com 13 Januari 2025, Seorang siswa sekolah dasar di Medan dihukum duduk di lantai karena menunggak pembayaran SPP.
Tindakan tersebut tidak hanya mencederai martabat siswa, tetapi juga mengungkapkan berbagai permasalahan sistem pendidikan di Indonesia.
Kasus siswa yang dihukum karena tidak mampu membayar SPP menjadi salah satu contoh nyata bagaimana pendidikan di Indonesia terjerat dalam pusaran kapitalisme. Dalam sistem ini, pendidikan tidak lagi dianggap sebagai hak setiap orang, melainkan sebagai komoditas yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayar. Negara, yang seharusnya menjadi penanggung jawab utama dalam menyediakan pendidikan bagi warganya, justru menyerahkan sebagian besar tanggung jawab tersebut kepada pihak swasta.
Sekolah-sekolah swasta, meskipun sering kali menawarkan kualitas yang lebih baik, cenderung berorientasi pada keuntungan. Konsekuensinya, siswa dari keluarga kurang mampu sering kali harus menghadapi diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil. Dalam kasus di Medan, tindakan menghukum siswa dengan cara memaksanya duduk di lantai bukan hanya bentuk sanksi, tetapi juga penghinaan yang berpotensi menimbulkan trauma psikologis dan melanggengkan stigma sosial terhadap siswa tersebut.
Ironisnya, kasus seperti ini terus berulang karena minimnya peran negara dalam menyediakan pendidikan yang gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat. Sistem pendidikan di era kapitalisme saat ini sebagian besar bergantung pada pendanaan dari masyarakat; hal ini mencerminkan kegagalan negara dalam memenuhi amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dampak kapitalisasi dalam dunia pendidikan ini begitu luas, tak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Dampak yang dapat dirasakan oleh masyarakat antara lain terciptanya diskriminasi sosial. Siswa dari keluarga miskin sering kali diperlakukan berbeda hanya karena ketidakmampuan mereka untuk membayar biaya pendidikan. Diskriminasi ini tidak hanya terjadi secara langsung, seperti dalam kasus siswa yang dihukum di Medan, namun juga secara struktural melalui terbatasnya akses ke pendidikan berkualitas bagi masyarakat miskin. Selain itu, kapitalisasi pendidikan dapat menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi pendidikan. Biaya pendidikan yang tinggi menjadi salah satu alasan utama mengapa banyak anak dari keluarga miskin tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka. Hal ini berkontribusi pada tingginya angka putus sekolah di Indonesia, yang pada akhirnya menghambat upaya pemerintah dalam mencerdaskan bangsa.
Kapitalisasi pendidikan juga dapat menimbulkan trauma dan dampak psikologis bagi pelajar, di mana karena karut-marutnya sistem pendidikan saat ini banyak perundungan yang dilakukan sesama pelajar itu sendiri, dan juga kasus siswa yang dihukum karena tidak mampu membayar SPP dapat meninggalkan dampak psikologis yang mendalam. Siswa yang dipermalukan di depan teman-temannya mungkin kehilangan kepercayaan diri, merasa rendah diri, atau bahkan mengalami trauma yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mencari solusi tuntas untuk menyelesaikan masalah ini. Pendidikan Islam adalah salah satu solusi yang dapat kita pilih.
Dalam Islam, pendidikan dipandang sebagai hak dasar setiap individu yang harus dijamin oleh negara. Islam menetapkan bahwa pendidikan adalah kewajiban negara, dan pemerintah memiliki tanggung jawab penuh untuk menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyatnya, tanpa memandang latar belakang suku, ras, dan agama.
Setiap warga negara yang patuh pada negara Islam akan mendapat jaminan dalam hal pendidikan yang berkualitas. Sistem Islam memiliki sumber daya yang memadai untuk mendukung layanan pendidikan ini. Dana untuk pendidikan diambil dari harta kepemilikan umum, seperti hasil pengelolaan sumber daya alam yang menjadi milik rakyat, pajak, serta zakat. Dengan sumber daya ini, negara dalam sistem Islam dapat menyediakan pendidikan gratis. Tidak ada biaya yang dibebankan kepada siswa, baik untuk pendaftaran, operasional, maupun fasilitas lainnya. Pendidikan benar-benar menjadi hak yang dapat diakses oleh semua orang, tanpa memandang status sosial dan ekonomi.
Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, mulai dari ruang kelas, laboratorium, hingga fasilitas pendukung lainnya, yang merata di seluruh wilayah.
Berbeda dengan sistem pendidikan di Indonesia saat ini, banyak daerah terpencil tidak mendapatkan akses pendidikan secara layak. Ketidakmerataan akses pendidikan ini adalah bukti rusaknya sistem kapitalis yang diterapkan saat ini. Pendidikan hanya terpusat pada kota-kota besar dan wilayah tertentu saja, sedangkan di pelosok negeri, mereka terbatas dalam hal mendapatkan pendidikan, seperti sarana gedung yang tidak memadai juga tidak adanya tenaga pendidik atau guru di daerah mereka.
Maka dari itu, sistem Islam akan meningkatkan kualitas guru atau pengajar. Guru adalah elemen penting dalam pendidikan. Dalam sistem Islam, negara akan memastikan bahwa para guru mendapatkan pelatihan yang baik serta insentif yang layak, sehingga mereka dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal. Sungguh berbeda dengan keadaan saat ini di mana kesejahteraan guru, terlebih honorer, sungguh jauh dari kata layak.
Sistem pendidikan Islam akan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan dalam Islam tidak hanya bertujuan mencerdaskan otak, tetapi juga membentuk akhlak mulia. Dengan demikian, kasus-kasus seperti penghinaan terhadap siswa tidak akan terjadi, karena pendidikan mengedepankan penghormatan terhadap manusia.
Pendidikan yang berkualitas dan merata adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang maju dan beradab. Ketika pendidikan hanya menjadi hak eksklusif bagi mereka yang mampu membayar, maka kesenjangan sosial akan semakin melebar, dan potensi generasi muda akan terbuang sia-sia.
Kasus siswa di Medan ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk meninjau ulang sistem pendidikan kita. Negara harus hadir sebagai penyedia utama layanan pendidikan, bukan sekadar sebagai regulator. Pendidikan bukan barang dagangan, melainkan hak dasar yang harus dijamin oleh negara demi masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat.
Dengan mengadopsi sistem yang menempatkan pendidikan sebagai tanggung jawab negara, seperti yang diajarkan dalam Islam, diskriminasi dalam dunia pendidikan dapat dihapuskan. Generasi muda akan tumbuh menjadi individu yang cerdas, berakhlak, dan siap berkontribusi untuk membangun peradaban yang lebih baik. Sudah saatnya kita beralih dari kapitalisasi pendidikan menuju sistem yang lebih memanusiakan manusia, dan sistem Islam kafah hadir sebagai solusi atas permasalahan pendidikan saat ini. Karena Sistem Islam berasal dari Allah yang mengetahui kebutuhan manusia.
Wallahualam
Posting Komentar