-->

Warga Gaza Menderita, Butuh Bantuan Kita


Oleh : Fadhillah Noviantika, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

“Sebanyak tiga sampai empat anak harus berbagi tempat tidur, dan lebih banyak lagi yang terpaksa tidur di lantai. Beberapa pasien dari ledakan rumah sakit datang berteriak kesakitan, tetapi yang lain diam, shock atau tidak dapat diselamatkan. Dengan anestesi, yodium, alkohol, darah, dan bahkan kain kasa yang semakin menipis atau bahkan habis sama sekali, kami memiliki persediaan alat yang semakin menipis untuk membantu meringankan penderitaan manusia. Orang-orang yang berbondong-bondong ke RS Kamal Adwan untuk tidur di lorong-lorong kami atau bahkan di tempat parkir, dengan keyakinan bahwa tempat itu lebih aman daripada rumah mereka, tanpa diragukan lagi mereka sama takutnya dengan kami.” Itulah yang dikatakan dr. Hussam Abu Safyia, Sp.A (opinia.id, 6/10/2023).

Warga Gaza terus menderita, sebanyak 43.000 warga Palestina dinyatakan syahid dan setidaknya 100.000 orang mengalami luka dengan level beragam. Sudah berlangsung 1 tahun lebih sinyal genosida ini, tidak bisa dihindarkan anak-anak menjadi korban yang paling rentan disusul lansia dan orang dengan pengidap penyakit. Rezim Zionis Yahudi mendapat gugatan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) berupa dikeluarkannya surat perintah penangkapan PM Israel Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant mantan Menteri Pertahanan atas kejahatan perang dan kemanusiaan di Gaza, bak serpihan kain di pelupuk mata mereka mengabaikan dan tetap melanjutkan serangan secara brutal.

Memang, Rumah Sakit Kamal Adwal menjadi benteng pertahanan terakhir warga Palestina untuk mengatasi efek rasa sakit baik psikis maupun fisik, sedangkan terjadi ketimpangan yang sangat signifikan berbeda jauh antara stok BHP medis (Bahan Habis Pakai) dan pasien yang datang. Seorang anak yang mendapat perlakuan tidak bijak dari orang dewasa terlepas berada di situasi aman saja cukup memberi dampak besar terhadap proses tumbuh kembangnya, ketika anak-anak spesial di Gaza menghadapi kondisi sangat buruk bahkan tumbuh di zona genosida akan berdampak pada kekurangan gizi, putus sekolah, guncangan hebat pada psikis atau terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell menganalisa “Dari hampir semua ukuran, tahun 2024 telah menjadi salah satu tahun terburuk yang pernah tercatat bagi anak-anak dalam sejarah UNICEF, baik dalam hal jumlah anak yang terkena dampak maupun tingkat dampaknya terhadap kehidupan mereka” seperti dilansir di Al Jazeera, Sabtu (28/12).

Badan perlindungan anak seluruh dunia pun selama ini hanya memberikan opini by data tanpa aksi nyata, tak ayal warga seluruh dunia turut mengecam tindakan pasif UNICEF. Slogan “Don’t take away children rights” dan “Bersatu untuk anak-anak” hanya menjadi omong kosong belaka. 

Tergeraknya warga seluruh dunia dalam membentuk aliansi lintas negara, agama, dan budaya dalam bersuara membela Palestina semakin memperkuat fakta kejahatan genosida ini. Jelas sekali, Warga Gaza menderita, mereka butuh bantuan kita. Apalagi sebagai seorang Muslim jika satu tubuh seorang muslim sakit, maka sakit pula ia. Analogi ini sejatinya tidak perlu ditafsirkan secara rinci karena apa yang di depan mata sudah sangat nyata adanya dan diperlukan kerja sama dalam membentuk satu opini secara massif untuk melawan genosida di Palestina sehingga kemerdekaan dapat diraih.

Persoalan ini tidak hanya berada di Palestina saja, kurungan dalam penjara ini juga turut mengunci diri kita karena sikap abai terhadap persoalan umat di seluruh dunia. Sebagai seorang pemuda Muslim juga harus mengupayakan kebebasan diri dari penjara dunia dengan bersemangat dalam belajar dan berupaya mengembalikan masa kejayaan Islam di masa lampau.[]