Harga Rumah Melambung, Gaji Stagnan: Masa Depan Gen Z Suram?
Oleh : Rini Mumtaz Sabrina
Akhir-akhir ini, Generasi Z sering kali dinilai sebagai generasi yang memiliki banyak masalah. Dimulai dari julukan "mental tempe" karena sedikit-sedikit mengeluh dan mudah merasa tertekan, kurang melek finansial karena lebih memilih menghamburkan uang dengan embel-embel self-reward daripada investasi, dan kini mereka dianggap tidak peduli terhadap masa depan karena membelakangi salah satu kebutuhan primer, rumah sebagai tempat tinggal.
Banyak yang menilai bahwa hal tersebut memang layak dijadikan ciri dari Generasi Z belakangan ini. Namun nyatanya, berbagai stereotip tersebut dapat kita bantah, terutama stereotip terakhir yang mengatakan bahwa Generasi Z dianggap tidak peduli terhadap masa depannya karena membelakangi kebutuhan terhadap tempat tinggal pribadi.
Hal tersebut dapat dibantah setelah kita melihat bahwa realitanya, banyak Generasi Z yang justru mengkhawatirkan apakah di masa depan mereka mampu membeli rumah sendiri atau tidak. Mereka memiliki keinginan yang cukup tinggi untuk hal itu, namun seakan meragukan diri sendiri karena melihat perekonomian mereka yang mengambang sementara harga rumah kian menjulang.
Realita Dunia Kerja
Banyak dari mereka yang baru saja lulus kuliah merasa kesulitan mencari kerja. Sekalipun telah mendapatkan pekerjaan, sering kali gaji mereka tidak cukup untuk biaya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga besar ditambah jangka waktu yang panjang.
Hal ini sering kali menjadi alasan mengapa Gen Z kesulitan memiliki rumah di usia muda. Selain itu, tak sedikit dari mereka yang masih memiliki hutang cukup besar, serta masih harus menanggung kebutuhan harian orang tua dan keluarga yang kian bertambah (sandwich generation). Mau tidak mau, mereka mesti membagi gaji yang pas-pasan itu untuk kebutuhan hidup keluarganya.
Hal ini tentunya semakin mempersempit kesempatan bagi mereka untuk memiliki rumah sendiri di usia muda. Hal tersebut membuktikan bahwa stereotip yang sudah melekat di masyarakat, khususnya generasi boomer yang terbilang cukup melek finansial, dapat dipatahkan dengan membeberkan fakta-fakta di balik terjadinya hal tersebut.
Hal ini juga dapat dibuktikan melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2019 yang menunjukkan bahwa Generasi Z menghadapi tantangan besar dalam memiliki rumah. Menurut data dari penelitian tersebut, faktor seperti kenaikan harga properti yang cepat serta hutang Generasi Z yang tinggi membuat mereka kesulitan untuk menabung uang untuk pembayaran uang muka atau memenuhi syarat untuk mendapatkan hipotek.
Kebutuhan Papan, Tanggung Jawab Siapa?
Sayangnya masalah ini di selesaikan secara parsial, negara justru menawarkan program – program rumah subsidi dengan basis komersial karena menggandeng para investor dan korporasi lahan. Ini menunjukan, negara lepas tanggung jawab.
Padahal masalahnya adalah melemahnya daya beli akibat biaya hidup, termasuk property yang semakin mahal ,namun income tidak mencukupi, artinya ada ke-tidak sejahteraan di tengah – tengah masyarakat.
Kata Sejahtera Yang Jauh Dari Rakyat
Jauhnya kata sejahtera bagi rakyat ini, di sebabkan di terapkannya system ekonomi kapitalisme. System ekonomi ini menganut asas kebebasan kepemilikan. Hal ini sudah di jelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin An – Nabhani dalam kitabnya Nidzomul Iqtisadi.
Akibatnya kebutuhan pokok seperti rumah, di monopoli oleh korporasi dan menjadi sector komersial. Akhirnya, harga property semakin mahal, sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat.
Kemudian sector pertambangan, juga legal di kuasai oleh korporasi. Alhasil, negara kehilangan sumber pemasukan strategis untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Belum lagi system lapangan pekerjaan hari ini, di kendalikan oleh industry.
Inilah, yang membuat rakyat tercekik karena kebutuhan mereka di kuasai oleh korporasi.
Jaminan Islam Untuk Seluruh Masyarakat Tidak Terbatas Generasi
Jika system kapitalisme gagal menjamin ketersediaan rumah bagi Gen Z, maka tidak dengan system Islam. System Islam yang secara praktis di wujudkan oleh Daulah Khilafah, bisa menjamin kesejahteraan masyarakatnya.
Dalam Khilafah, masyarakat di permudah untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka mulai dari sandang, pangan hingga papan (perumahan) mereka. Kemampuan Khilafah tersebut di sebabkan karena Khilafah memiliki pandangan yang tepat terkait perannya sebagai Negara, serta paradigm kebutuhan rumah untuk rakyat.
Khilafah hadir sebagai Ra’in (pengurus) umat, sebagaimana hadits Rasulullaah SAW ; “Imam adalah Ra’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari)”
Keberadaan negara sebagai ra’in akan memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sebab , kebutuhan – kebutuhan tersebut akan di sediakan dengan asas pelayanan, bukan komersial layaknya negara kapitalisme.
Disisi lain dalam pandangan islam, rumah tidak hanya di nilai sebagai tempat untuk berteduh lebih dari itu, rumah dipandang sebagai tempat untuk menjalankan syariat, seperti syariat aurat. Islam memiliki hukum meminta izin, baik dari orang di luar rumah maupun di dalam rumah. Sehingga harus ada pemisahan kamar untuk orang tua, anak laki – laki , anak perempuan dan anggota keluarga lainnya.
Rumah juga memiliki fungsi ibadah, sehingga perlu ada mushola. Fungsi ekonomi, sehingga perlu ada dapur. Fungsi edukasi, sehingga perlu ada ruang belajar atau perpustakaan. Dan juga ruang – ruang lain yang di butuhkan.
Kemudian antar rumah, harus ada jeda halaman. Hal ini penting, mengingat rumah menjadi implementasi hukum syara’ agar pandangan orang luar tidak langsung mengarah pada aktivitas di dalam rumah, sehingga privasi penghuni rumah tetap terjaga.
Islam juga menetapkan bahwa setiap orang berhak untuk memiliki rumah yang layak, karena itu merupakan salah satu hal yang dapat mem-bahagiakan manusia.
Rasulullaah SAW bersabda ;“Ada empat perkara yang termasuk kebahagiaan, (yaitu) istri shalihah, tempat tinggal yang lapang, teman atau tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman” (HR. Ibnu Hibban)
Atas dasar inilah, islam memandang rumah (hunian) adalah salah satu kebutuhan asasi (primer) selain sandang dan pangan.
Syariat mengatur agar seseorang bisa memiliki rumah, bisa dengan cara membangun rumah sendiri atau dengan bantuan pihak lain, melalui jual beli, pemberian ataupun warisan. Rumah menurut islam, bisa berupa milik pribadi atau bisa juga sekedar hak guna pakai seperti rumah pinjaman atau rumah kontrakan.
Peran Khilafah Dalam Menyediakan Kebutuhan Rumah
Disinilah peran negara Khilafah, negara akan memudahkan seseorang mendapatkan rumah dengan beberapa mekanisme :
Pertama, Khilafah menciptakan iklim ekonomi yang sehat. Termasuk didalamnya aturan upah tidak berdasarkan UMR, namun berdasarkan aqad ijarah. Upaya ini membuat rakyat termasuk gen Z memiliki penghasilan yang cukup untuk memiliki rumah, baik rumah pribadi maupun rumah sewaan.
Kedua, Khilafah tidak menerapkan praktek ribawi dan melarang penerapannya termasuk dalam jual beli kredit perumahan. Upaya ini akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan rumah dengan harga terjangkau, tidak terlilit hutang cicilan rumah yang mangandung riba, yang menjadikan pelakunya berdosa karena melanggar hukum syara’.
Ketiga, Khilafah menghilangkan korporasi perumahan, sehingga tidak akan ada monopoli kepemilikan lahan dan menutup celah Land Banking, yaitu penguasaan atas lahan yang luas tetapi belum di garap. Upaya ini akan membuat rakyat bisa membeli tanah dan property tanpa harus melalui para pengembang dengan harga yang sangat mahal.
Terkait lahan, syariat memiliki aturan bahwa jika ada lahan yang selama tiga tahun di telantarkan oleh pemiliknya, maka lahan itu akan di ambil oleh negara untuk di berikan kepada orang yang sanggup mengelolanya.
Keempat, Khilafah bisa memberikan insentif atau subsidi kepada rakyat untuk ke-maslahatan hidup mereka, termasuk untuk memudahkan mereka memiliki hunian. Khilafah juga bisa membuat regulasi pemanfaatan sumber daya alam bahan baku rumah, agar mudah di peroleh masyarakat.
Seperti inilah solusi syar’i agar masyarakat, termasuk gen Z dapat memiliki rumah dengan layak.
Wallahu’alam bishawab
Posting Komentar