Ironi Program Makan Bergizi Gratis dalam Sistem Kapitalisme
Oleh : Inne Mariana
Aktivis Dakwah
Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan program pemerintah yang mulai dijalankan di awal tahun 2025. Seperti yang telah disampaikan oleh Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Gizi Nasional (BGN) Muhammad Iwan Mahardan, ada total 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur yang siap beroperasi. SPPG sendiri, menurut dia adalah unit pelaksanaan program MBG yang nantinya bertugas memasok makanan untuk para penerima manfaat program. Berdasarkan data, SPPG tersebar di sejumlah provinsi, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Bali, Banten, DIY, Jakarta, hingga Gorontalo.
Adapun sasaran Program MBG ini adalah anak-anak sekolah mulai PAUD, SD, SMP, hingga SMA. Nantinya setiap siswa akan mendapatkan satu kali makan gratis sesuai dengan jadwal. Selain jadwal pembagian, menu yang dibagikan juga menjadi perhatian karena nantinya bisa berbeda-beda di tiap daerah dan akan disesuaikan dengan sumber makanan yang ada di daerah tersebut.
Fakta di Lapangan.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan dilakukan secara bertahap oleh pemerintah dan sudah berjalan dalam beberapa Minggu. Namun dilihat dari awal perencanaan program ini berlangsung ada beberapa fakta dilapangan :
Pertama, anggaran Rp. 10.000 per porsi untuk setiap siswa. Ahli Gizi SPPG Tanah Sareal Kota Bogor, Countessha Nichola menerangkan, menu MBG disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin siswa. Serta kebutuhan angka kecukupan gizi siswa dalam sehari dan akan terus dievaluasi setiap hari agar minat makan siswa dan pemenuhan gizi terpenuhi (Kompas.id).
Pemenuhan mulai dari sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan serat. Di mana untuk siswa PAUD, TK dan SD kelas III diberikan makan pagi dengan kecukupan pemenuhan gizi 20-25 persen. Sedangkan siswa SD kelas IV sampai VI, siswa SMP serta SMA diberikan untuk makan siang dengan pemenuhan gizi 30-35 persen. Dengan anggaran Rp. 10.000 per porsi untuk setiap siswa.
Program MBG bertujuan untuk memenuhi gizi anak-anak sekolah guna mencegah terjadinya stunting. Stunting sendiri masih menjadi salah satu permasalahan penting yang terjadi dalam tumbuh kembang anak-anak negeri ini. Dengan anggaran biaya Rp.10.000 per porsi, apakah bisa memenuhi gizi anak-anak disaat harga bahan pokok serta kebutuhan lainnya naik, ditambah adanya kebijakan kenaikan PPN 12 persen.
Kedua, libatkan UMKM untuk pertumbuhan ekonomi. Badan Gizi Nasional (BGN) yang menjadi penanggung jawab utama program MBG telah menunjuk 190 dapur utama yang disebut Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 26 provinsi. Dapur utama ini nanti nya bertanggung jawab dalam penyaluran makanan untuk penerima di setiap wilayahnya. Selain itu, BGN akan memastikan bahwa bahan makanan yang digunakan berasal dari produk lokal. Dan dalam pelaksanaannya pemerintah juga akan menggandeng Koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam penyediaan bahan baku. Peluang baru yang dijanjikan pemerintah terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dianggap angin segar. Namun faktanya terdapat sejumlah tantangan besar yang dihadapi dalam hal kontribusi dari persyaratan administrasi, di mana bagi pengusaha kuliner yang ingin bergabung harus berbadan hukum, seperti CV, PT, Yayasan atau Koperasi dengan biaya yang cukup tinggi dan menggunggah dokumen resminya melalui situs yang telah tersedia. Keterbatasan sosialisasi bagi pelaku usaha merupakan hambatan lainnya, terutama bagi pengusaha yang kurang familiar dengan teknologi. Selain itu, pemerintah juga harus bisa memastikan yang menjadi vendor benar dari UMKM, bukan pengusaha besar dengan embel-embel UMKM.
Ketiga, rawan korupsi. Program yang terbilang ambisius dan berlangsung secara bertahap ini dibayari oleh negara dengan anggaran yang fantastis, yakni Rp400 triliun pada tahun 2025, dengan menjangkau target penerima 82,9 juta. Angka ini sama dengan anggaran pembangunan infrastruktur di APBN 2025. Menurut studi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), model sentralistik yang dijalankan pemerintah dalam program ini memiliki celah serta rawan korupsi sebesar 12% per tahun atau setara Rp 8,52 triliun dari total anggaran. Dari mulai pengadaan bahan baku, distribusi, hingga pengelolaan anggaran lainnya.
Ironi dalam sistem Kapitalisme.
Kesenjangan pendidikan dan pangan yang terjadi pada sebagian besar masyarakat akan terus terjadi selama sistem kapitalisme digunakan.
Program MBG yang digadang mampu menyelesaikan permasalah masyarakat, tak ubahnya hanya menambah permasalahan lainnya seperti program-program sosial sebelumnya yang telah berjalan namun gagal dan tidak tepat sasaran.
Anggaran yang mencapai Rp.420 triliun lebih pun nanti nya tak luput dari korupsi. Ironi serta kesenjangan bagi sebagian masyarakat merupakan keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Jelas diketahui bahwa sistem kapitalisme telah membuat jurang pemisah mana yang kaya dan mana yang miskin.
Dalam sistem kapitalisme para kapitalis dirancang untuk lebih dimenangkan dan diutamakan daripada rakyat kecil. Rakyat hanya menjadi objek pelampiasan hawa nafsu dengan mengeruk kekayaan alam yang sejatinya milik rakyat. Permasalah stunting, kesenjangan sosial bahkan kemiskinan yang semakin melanda masyarakat merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ini.
Maka pertanyaannya, apakah cukup dengan program MBG atau program sosial sejenisnya menjadi solusi dari masalah ironi pangan dan stunting? Sebab program-program tersebut tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya.
Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini bersifat individual. Artinya, negaralah yang harus memastikan semua rakyat individu mendapatkannya. Dan negara juga yang akan melakukan berbagai upaya guna menjamin pemenuhannya. Dalam pemenuhan pangan, negara akan mengatur urusan pengelolaan tanah guna mewujudkan swasembada pangan. Negara juga memastikan distribusi pangan terjadi merata hingga tidak ditemukan satu individu yang tidak mendapatkan nya. Dan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya hanya dapat terlihat jelas dalan sistem pemerintahan Islam dengan dilakukan nya penerapan Islam kafah yang akan mampu memberikan jaminan, bukan saja pangan namun hidup rakyatnya.
Wallahu A'lam Bisshawwab
Posting Komentar