-->

Kebijakan Baru Ala Kapitalisme, Kian Menyulitkan Rakyat


Oleh : Gien Rizuka

Beberapa waktu lalu, masalah kelangkaan gas elpiji di eceran menjadi isu yang cukup meresahkan masyarakat. Gas elpiji (LPG) merupakan salah satu bahan bakar yang sangat penting, terutama bagi rumah tangga dan usaha kecil. Namun, dikarenakan pemerintah mencium beberapa faktor penyalahgunaan atau gas (LPG) yang dilakukan oknum, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan baru.

Pemerintah tidak mengizinkan gas elpiji (LPG) untuk dijual eceran atau secara perorangan dengan alasan utama untuk memastikan distribusi yang adil dan pengawasan yang lebih mudah. Dengan kebijakan ini katanya pemerintah setidaknya akan mampu mengontrol di beberapa aspek.

Misalnya, dalam tahap penyalurannya. Dengan mengatur penjualan gas elpiji dalam jumlah tertentu dan melalui agen atau pangkalan resmi, pemerintah bisa memastikan bahwa gas elpiji didistribusikan secara merata ke seluruh masyarakat dan tidak disalahgunakan.

Kedua, penimbunan. Menurut pemerintah jika gas elpiji dijual eceran, kemungkinan besar akan ada oknum yang menimbun atau menjual dengan harga lebih tinggi di pasar bebas. Dengan mengatur distribusinya melalui agen resmi, pemerintah dapat mencegah spekulan dan menjaga harga tetap stabil.

Ketiga, pengontrolan harga gas. Pemerintah mengkhawatirkan penjualan gas elpiji secara eceran dapat memicu fluktuasi harga yang tidak terkendali. Sistem distribusi yang terpusat bakal membantu menjaga harga jual yang wajar dan sesuai dengan kebijakan subsidi pemerintah.

Ke empat, agar subsidi tepat sasaran. Sebab pemerintah meniliai adanya risiko gas LPG yang seharusnya digunakan untuk rumah tangga akan disalurkan ke sektor industri atau komersial yang membutuhkan gas dalam jumlah besar, namun tidak disesuaikan dengan harga subsidi.

Namun, kebijakan pemerintah ini ternyata tidak diiringi dengan persiapan yang matang, sebab kesulitan dalam mendapatkan menyebabkan antrian yang menelan korban jiwa. Kejadian ini mencerminkan sebuah permasalah serius yang perlu diperhatikan pemerintah sendiri.

Hasil dari kebijakan pemerintah yang baru, rakyat mesti mengantri berdesakan untuk mendapatkan gas elpiji dengan harga yang lebih terjangkau, terutama pada saat kelangkaan atau lonjakan permintaan. Belum lagi jika tempat tinggal masyarakat jauh dari agen gas. Mereka harus berkendara atau pun berjalan berkilo-kilo meter ke tempat agen gas tersebut.

Aturan ini juga dapat menimbulkan bahaya yang sangat besar, mengingat gas elpiji adalah bahan yang mudah terbakar. Ketidakamanan dalam antrian, atau penggunaan peralatan yang tidak sesuai, bisa mengakibatkan ledakan atau kebakaran. Selain itu, ketidakteraturan dalam pengelolaan distribusi juga bisa menyebabkan kekacauan yang memperburuk situasi masyarakat.

Secara umum, tragedi seperti ini menunjukkan pentingnya perbaikan dalam sistem distribusi gas elpiji agar masyarakat bisa mengaksesnya dengan aman tanpa harus menunggu dalam antrian yang berisiko. Pemerintah dan pihak terkait perlu meningkatkan pelayanan, serta mengedukasi masyarakat tentang cara aman dalam menggunakan gas elpiji. 

Mengingat, pemerintah adalah pengurus rakyat. Jadi, seharusnya kebijakan-kebijakannya tidak boleh menyusahkan rakyat. Bukankah Rasulullah mengingatkan dalam sebuah hadist “Ya Allāh, barangsiapa yang mengurusi umatku lantas dia merepotkan (membuat susah) umatku, maka repotkannlah dia.”(HR Muslim)

Kalau pun pemerintah serius ingin mengontrol tentang pendistribusian gas, harga dan sebagainya, cukuplah negara mengambil tata cara yang memudahkan. Dengan menyediakan gas hanya di agen saja, tentunya strategi ini bukannya menyolusi, malah menggali lubang permasalahan baru. Aturan baru ini buat masyarakat ribet dan bisa bertaruh nyawa. Padahal gas merupakan salah satu kepemilikan umum (al-milkiyyah) yang seharusnya rakyat tidak susah-payah untuk mendapatkannya.

Dan informasi yang mesti kita tahu, Indonesia merupakan salah satu negeri penghasil gas yang jumlahnya luar biasa. Bahkan di 2015, Pertamina mendata, bahwa Indonesia masuk 10 besar negara penghasil gas terbanyak di dunia (pertagas.pertamina.com, 23/10/20). Mestinya data ini menunjukkan bahwa negeri mampu memasok gas ke rakyat secara cuma-cuma, tanpa berbagai drama dan negara tidak usah capek lagi mengontrol harga gas.

Jika terjadi penimbunan, hal ini bisa dijadikan cerminan bagi pemerintah bagaimana rakyat curang karena negara sendiri pun mencontohkannya. Mengedukasi rakyat harus jujur, sedangkan pemerintah sendiri banyak berkhianat. Tidak akan tercipta rakyat baik, bila saja para pemimpinnya masih zalim.

Kekacauan para pemimpin dalam mencari solusi, bentuk nyata dari penerapan sekularisme. Di aturan sekulerisme kapitalisme memprioritaskan pelayanan bagi para oligarki. Sebut saja kasus yang sedang mencuat tentang laut yang dipagari di beberapa wilayah. Terdapat beberapa klaim dari aparat setempat bahwa pagar tersebut ilegal, tapi mengapa bisa bertahan hingga bertahun-tahun? Negara seolah cuek dengan praktik pagar laut ini dan ada pun ditindaklanjuti itu pun pasca viral. Berarti di sini begitu nyata jika negara pro pada yang berduit. Karena belakangan tersiar kabar pagar laut Tanggerang akan dijadikan Pantai Indah kapuk 2 (PIK 2), yang disinyalir kerjasama negara dengan orang-orang kapital.

Begitu pun dengan pengaturan gas alam. Sistem kapitalisme menjadikan negara tidak mau kalah rugi dalam hal gas. Begitu ada aksi penimbunan gas, negara langsung bereaksi mengetok kebijakan baru. Katanya kebijakan baru agar distribusi gas merata, tapi justru menuai tragedi di masyarakat. Sebab yang diperhatikan negara adalah bagaimana cara melayani para oligarki, yang seolah rakyat dijadikan anak tiri, yang akhirnya menimbulkan spekulasi bahwa kebijakan yang lama maupun yang baru tak ada bedanya, semua membebani rakyat. 

Islam memiliki pandangan yang sangat komprehensif mengenai pengelolaan sumber daya alam dan penggunaannya untuk kesejahteraan umat manusia. Islam mencantumkan bahwa semua sumber daya alam adalah milik Allah dan sebagai manusia ditugaskan untuk merawat bumi dengan baik. Oleh karena itu, dalam pemanfaatan sumber daya alam pun terlebih dahulu harus dilakukan secara seimbang, tanpa merusak ekosistem atau mengeksploitasi secara berlebihan. Hal ini sejalan dengan aturan Al-Qur'an yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam (QS. Ar-Rahman: 7-10).

Islam memawajibkan umatnya untuk memanfaatkan sumber daya alam tidak hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat dan rakyat secara luas. Kekayaan alam yang diperoleh harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia keseluruhan mau itu muslim atau pun umat lainnya.

Islam mengajarkan bahwa sumber daya alam harus dikelola dengan prinsip keadilan. Melalui negara hasil dari pengelolaan alam tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi harus memberikan manfaat yang merata kepada semua orang, pada orang yang kaya apalagi orang yang kurang mampu. 

Untuk pergantian kebijakan, Islam yang memiliki aturan sempurna bakal memberikan panduan dalam mengelola masalah agar tidak menimbulkan masalah lebih besar. Dalam hal ini, prinsip-prinsip yang terkandung dalam syariat Islam, seperti keadilan, kasih sayang, dan musyawarah, menjadi dasar dalam membuat kebijakan atau keputusan.

Sebab dalam Islam, keadilan adalah dasar dalam pengambilan keputusan. Kebijakan harus mengutamakan kepentingan umum dan tidak merugikan pihak tertentu. Keputusan yang adil akan membantu menyelesaikan masalah tanpa melahirkan masalah baru.

Wallahualam..