-->

Kelangkaan LPG Bukti Lemahnya Peran Negara Dan Kuatnya Kuasa Korporasi

5 minute read

Oleh : Hasna Hanan

Dikutip dari laman berita Jakarta, Beritasatu.com  - Dalam sepekan terakhir, gas elpiji atau LPG 3 kilogram mengalami kelangkaan di sejumlah wilayah, termasuk di Kelurahan Pasar Manggis, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.

Berdasarkan pantauan Beritasatu.com di salah satu pangkalan elpiji 3 kilogram, stok gas melon subsidi itu sudah langka sejak seminggu terakhir. 

Sementara dilaman Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia memastikan bahwa LPG 3 kg tidak mengalami kelangkaan untuk saat ini. Hal tersebut merespons isu yang beredar terkait kelangkaan LPG 3 kg di Jakarta.
Meskipun tidak mengalami kelangkaan, Bahlil tak menampik bahwa terdapat pembatasan pembelian LPG 3 kg bagi setiap rumah tangga. Hal ini dilakukan guna memastikan distribusi LPG 3 kg yang lebih tepat sasaran.

"Langka sih enggak, saya pastikan enggak. Tapi memang setiap rumah tangga dibatasi. Contoh satu rumah tangga katakanlah per bulannya 10 tabung, tiba-tiba ada yang beli 30 tabung, ya pasti kita batasi dong," ujar Bahlil ditemui di Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Fakta adanya kelangkaan LPG yang terjadi ditengah masyarakat, harusnya tidak boleh terjadi, karena itu sudah menjadi kebutuhan sehari-hari rakyat, apalagi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan penjelasannya ternyata memang ada pembatasan penjualan LPG ukuran 3 kilogram di tingkat pedagang eceran per 1 Februari 2025.

Menurutnya pembatasan tersebut dilakukan untuk mencegah adanya penyalahgunaan penggunaan LPG 3 kg. Ia pun mengingatkan bahwa LPG 3 kg hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berhak menerima subsidi, bukan untuk keperluan industri.

Dikesempatan lain dikutip juga pendapat  - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman yang mendesak agar data masyarakat miskin di Indonesia diperbaiki. Hal itu, ujarnya, langkah pertama yang harus dilakukan agar menyelesaikan permasalahan dalam penyaluran liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi 3 kg.
Dia menyebutkan, diperlukan solusi permanen agar subsidi yang digelontorkan oleh pemerintah bisa disalurkan secara tepat sasaran.

"Kalau subsidi tertutup ada catatan penting mohon dibenahi data orang miskin supaya tepat sasaran semua," ujar Maman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT Pertamina (Persero), di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Carut Marut Persoalan LPG, Sistem Kapitalisme Gagal

Berita yang beredar ditengah masyarakat sangat miris, sampai terjadi antrian panjang hingga membawa korban akibat kelelahan menahan lapar karena untuk memasak makanan terhalang tidak adanya tabung LPG di toko ecer yang biasa mereka beli, ini adalah bentuk kedzoliman dari  ketidakberdayaan pemerintahan dalam meriayah rakyatnya. Berbagai bentuk perubahan mekanisme yang mereka lakukan agar distribusi LPG itu tepat sasaran sebenarnya belum mampu menyelesaikan persolan yang mendasar.

Perubahan tersebut adalah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme, karena salah satu sifat sistem ini adalah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi (migas) dengan memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA yang sejatinya milik rakyat. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini pada perorangan/perusahaan.

Sehingga pemerintah seakan subsidi yang diberikan kepada rakyat itu adalah beban berat yang harus dikeluarkan pembiayaannya ketika tidak tepat sasaran dan yang disalahkan korbannya kembali rakyat dan pelaku industri kecil. Disinilah negara dalam sistem Kapitalisme yang tidak menjadikan rakyat sebagai kewajiban yang harus dipenuhi kebutuhannya tidak memandang miskin ataupun kaya semua dalam periayahan negara dan hanya dalam sistem Islam berbeda dengan kapitalisme. 

Khilafah Menyelesaikan Problem LPG 

Islam menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum dan mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat. Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah (Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah) halaman 83 menjelaskan bahwa segala sarana umum untuk seluruh kaum muslim yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang jika tidak ada akan menyebabkan perpecahan, terkategori milik umum.

Ini berdasarkan dalil sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah).Air, padang rumput, dan api merupakan hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari dan jika hilang, manusia akan terpecah untuk mencarinya.

Oleh karenanya sumber migas, yaitu tambang migas, ia terkategori milik umum berdasarkan hadist, “Sesungguhnya Abyadh bin Hamal al-Mazaniy bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis, ‘Apakah Anda mengetahui apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah Anda berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda, ‘(Kalau begitu) tarik kembali darinya.'” (HR Tirmidzi).

Berdasarkan hadist ini, tambang yang depositnya besar (seperti air yang mengalir) termasuk milik umum. Walhasil tambang migas terkategori milik umum. Negara tidak boleh memberikan izin kepada perorangan atau perusahaan untuk memilikinya dan mengeksploitasinya. Negara wajib melakukan eksploitasi barang tambang tersebut mewakili kaum muslim. Kemudian hasilnya digunakan untuk memelihara urusan-urusan kaum muslim. Hal ini sesuai dengan fungsi negara sebagai raa’in (pengurus urusan rakyat) sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Setiap dari kalian adalah raa’in (pemimpin/pengurus) dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”(HR Imam Bukhari).

Negara Islam (Khilafah) akan memudahkan rakyat untuk mengakses berbagai kebutuhannya terhadap layanan publik, fasilitas umum, dan SDA yang merupakan hajat publik, termasuk migas dan LPG. Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah (Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah) halaman 95 

Khalifah tidak terikat oleh aturan tertentu dalam pendistribusian ini. Khalifah berhak membagikan harta milik umum seperti air, listrik, minyak bumi, gas, dan segala sesuatu yang diperlukan kepada rakyat yang memerlukannya untuk digunakan secara khusus di rumah-rumah mereka dan pasar-pasar mereka secara gratis.

Khalifah boleh menjual harta milik umum ini kepada rakyat dengan harga yang semurah-murahnya atau dengan harga pasar. Khalifah juga boleh membagikan uang hasil keuntungan harta milik umum kepada rakyat. Semua tindakan tadi khalifah pilih dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat.

Khilafah juga menyediakan fasilitas bahan bakar selain LPG untuk memasak ketika dirasa hal itu lebih efektif dan efisien. Misalnya menggunakan LNG (gas alam) yang dialirkan melalui pipa ke rumah-rumah warga. Semua bahan bakar tersebut dipastikan terjangkau oleh rakyat, atau bahkan gratis sehingga tidak ada rakyat yang merasakan kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar bagi rumah tangga maupun usahanya.

Dengan solusi ini, tidak akan terjadi kelangkaan bahan bakar dalam Khilafah yang menyulitkan rakyat seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. Wallahualam bissawab