-->

Kisruh Pagar Laut: Kapitalisme Serakah dan Pengkhianatan terhadap Kepemilikan Umum


Oleh : Nada Mazaya

Polemik pembangunan pagar laut bukan sekadar isu teknis atau solusi terhadap abrasi dan banjir rob. Di balik proyek ini, ada kepentingan besar para taipan dan korporasi yang ingin menguasai laut demi kepentingan bisnis mereka. Dalih perlindungan pesisir hanyalah kedok, sementara yang sebenarnya terjadi adalah perampasan hak masyarakat—khususnya nelayan—atas laut yang sejatinya merupakan milik umum.

Dalam Islam, konsep kepemilikan sudah diatur dengan jelas. Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishadi fil Islam menjelaskan bahwa laut, sungai, dan sumber daya alam yang melimpah adalah milik umum (milkiyyah 'ammah), yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau korporasi demi kepentingan pribadi. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Hadis ini menunjukkan bahwa laut dan kekayaan yang ada di dalamnya tidak boleh menjadi objek privatisasi oleh segelintir orang yang berkolaborasi dengan penguasa. Namun, inilah yang terjadi dalam proyek pagar laut. Di baliknya, ada kepentingan bisnis properti, reklamasi, dan penguasaan wilayah laut yang akhirnya hanya menguntungkan segelintir elite pemilik modal.

Dampak Kapitalisasi Laut

Harus diakui kapitalisasi laut akan berdampak pada kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan. Pertama, mengusir nelayan dan masyarakat pesisir. Nelayan yang selama ini mengandalkan laut untuk mencari nafkah semakin terpinggirkan. Mereka dilarang melaut di sekitar pagar laut atau dipaksa pindah karena proyek ini. Kedua, penguasaan laut oleh korporasi. Dengan dalih investasi dan pembangunan, wilayah pesisir diserahkan kepada konglomerat untuk reklamasi, perhotelan, dan bisnis lainnya. Ini mengubah laut yang seharusnya milik umum menjadi properti eksklusif mereka. Ketiga, kerusakan lingkungan yang parah. Pagar laut mengubah ekosistem, menghancurkan biota laut, dan justru memperburuk abrasi di wilayah lain yang tidak terlindungi. Ini membuktikan bahwa proyek ini bukan solusi, tetapi justru masalah baru.

Solusi Islam: Mengembalikan Kepemilikan Laut kepada Umat

Islam menetapkan bahwa sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak boleh diserahkan kepada individu atau korporasi. Negara dalam sistem Islam (Khilafah) bertugas mengelola sumber daya ini untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir orang. Jika negara justru menyerahkan laut kepada para taipan, maka ini adalah pengkhianatan terhadap amanah kepemimpinan.

Kisruh pagar laut ini menunjukkan wajah asli kapitalisme: rakus, menindas, dan hanya berpihak pada yang kaya. Selama sistem ini masih bercokol, kepentingan rakyat akan terus dikorbankan demi keuntungan para pemilik modal. Solusi sejati bukan sekadar menolak proyek ini, tetapi mengganti sistem yang memungkinkan perampasan semacam ini terjadi. Hanya dengan kembali pada aturan Islam, hak rakyat atas laut dan sumber daya lainnya bisa dijaga dengan adil.

Pagar laut bukan solusi, tetapi alat para taipan untuk memperkaya diri. Islam menolak segala bentuk privatisasi laut dan sumber daya alam oleh segelintir orang. Jika rakyat ingin lepas dari cengkeraman kapitalisme yang serakah, satu-satunya jalan adalah kembali kepada aturan Islam yang menjamin keadilan bagi semua.

"Dan janganlah kamu memberikan kepada orang-orang yang bodoh harta (milik umum) yang Allah telah jadikan sebagai pokok kehidupan." (QS. An-Nisa: 5)

Wallahu a’lam bish-shawabi.