-->

Living Together, Bagaimana Pandangan Islam?

Oleh : Ni'matul Khusna
Aktivis Dakwah

Kosan seribu pintu yang ada di Cikarang, Kabupaten Bekasi, dikenal dengan kosan bebas. Artinya banyak penghuni dari pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Pengakuan dari beberapa penghuninya, praktik open BO menjamur di sana. Setiap malam lalu lalang perempuan maupun laki-laki yang dicurigai sebagai "pemberi jasa" terlihat di kosan seribu pintu Cikarang. 

Fenomena living together ini populer di kalangan gen z dan milenial, yakni gaya hidup yang menjadi ajang "tes drive" sebelum menikah. Tanpa adanya ikatan pernikahan, pasangan bebas mengenal tanpa adanya tekanan. Salah satunya dari faktor ekonomi, mereka lebih memilih tidak menikah demi menghindari tanggung jawab. Trend living together ini adalah hasil dari penerapan sistem kapitalisme. Sikap individulis, menanamkan kebebasan masuk dalam hubungan. Selain itu sistem kapitalisme membuat standar kehidupan pernikahan yang tinggi, mahal, pesta mewah, serta banyak tuntutan sosial lainnya. 

Kecenderungan terhadap lawan jenis merupakan salah satu penampakan dari naluri kasih sayang (gharizah nau) yang harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi maka akan menimbulkan kerusakan. Untuk memenuhi gharizah nau ini Islam memberikan solusi yaitu dengan menikah. Mengapa demikian, karena Islam secara tegas melarang pergaulan bebas. 

Firman Allah taala dalam QS Al-Isra ayat 32 :
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.“

Dengan menikah, hak dan kewajiban lebih jelas antara suami-istri. Allah memberikan peran kepada suami sebagai pemimpin rumah tangga yang wajib memimpin, melindungi dan memberi nafkah kepada keluarganya. Di samping itu, Allah memuliakan wanita dengan memberi peran sebagai Ibu dan pengatur rumah (ummun warabat al–bait) yang bertanggung jawab mengatur rumahnya di bawah kepemimpinan suami.

Sabda Rasulullah :
“…Dan wanita adalah penjaga tanggung jawab dalam rumah suaminya dan anak-anaknya”.

Pernikahan bukan hanya sekadar hubungan romantis, tetapi akad yang sangat kuat atau mitsaaqqan ghaliidhan untuk menaati perintah Allah, menjalankannya sebagai bentuk ibadah, serta sebagai sistem sosial yang saling menjaga. 

Tujuan pernikahan dalam Islam sesuai firman Allah dalam QS. Ar-Rum ayat 21 :

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” 

Jika ingin saling mengenal untuk jenjang pernikahan, ada namanya ta'aruf yaitu mengenal calon pasangan dengan menjaga syariat bukan dengan living together. Dalam konsep ta'aruf jelas tujuannya untuk pernikahan, bukan untuk pacaran. Kedua belah pihak berkenalan mengetahui visi misi pernikahan satu sama lain dengan disertai perantara yang paham betul mengenai proses ta'aruf sehingga bisa lebih terjaga interaksinya. 

Dari sisi ekonomi, jika kalian miskin maka Allah akan kayakan. Allah SWT berfirman :

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚإِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗوَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32).

Selain itu dari sisi nasab, pernikahan akan menjaga dan memelihara kemurnian nasab, perwalian, hakim waris, melestarikan keutuhan kehidupan manusia, membina keturunan umat manusia sebagai khalifah di muka bumi. 

Agar terciptanya pergaulan sesuai aturan Islam, peran negara sebagai raa’in dan junnah (pengurus dan pelindung rakyat) berkewajiban mengeluarkan aturan pergaulan dan haramnya zina serta mendekatinya, termasuk memberikan sanksi sesuai Islam sebagai berikut :

Pertama, bagi pezina yang belum menikah, wajib didera seratus kali cambukan dan boleh diasingkan selama satu tahun. Firman Allah taala dalam QS An-Nur ayat 2 :
“Wanita yang berzina dan pria yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat. Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” 

Kedua, bagi pezina yang sudah menikah, harus dirajam hingga mati. Ketika seorang pria berzina dengan wanita, Nabi ﷺ memerintahkan menjilidnya, kemudian ada kabar bahwa ia sudah menikah (muhshan), maka Nabi ﷺ memerintahkan untuk merajamnya. (Abdurrahman al-Maliki, Sistem Saksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm. 30—32).

Inilah solusi Islam yaitu mulai dari menerapkan aturan-aturan menjauhi zina, melarang pergaulan bebas, hingga memberi sanksi bagi yang melanggar. Solusi ini tidak bisa sempurna kecuali dengan menerapkan syariat Islam secara kafah. Oleh karena itu tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan generasi negeri ini kecuali kembali kepada penerapan aturan-aturan Allah. 

Wallahu A'lam Bisshawwab