LPG Langka, Bagaimana Sikap Penguasa Seharusnya
Oleh : Mutia Syarif
Beberapa waktu lalu, LPG dikeluhkan langka di berbagai tempat. Hal demikian terjadi karena adanya perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi untuk bisa mendapatkan stok gas melon untuk dijual. Kebijakan ini pasti akan menyulitkan bahkan dapat mematikan bisnis pengecer bermodal kecil dan memperbesar bisnis pemilik pangkalan.
Dalam kebijakan tersebut nampak sekali bahwa para penguasa negeri ini lebih pro kepada pengusaha besar.
Perubahan tersebut adalah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme, karena salah satu sifat sistem ini adalah memudahkan para pemilik modal besar (pengusaha besar) untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi (migas) dengan memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA yang sejatinya milik rakyat. Lagi-lagi rakyat menjadi korban. Para pedagang bermodal kecil harus kembali pasrah atas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pemerintah negeri.
Padahal sejatinya, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini pada perorangan/perusahaan. Karena dalam Islam, sumber daya alam (SDA) merupakan kepemilikan umum. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad dari jalur Hiban bin Zaid asy-Syar’abi Abu Khidasy, dari seorang laki-laki sahabat Nabi saw.
Namun dalam sistem kapitalisme seperti sekarang ini, segala macam SDA diperbolehkan untuk diprivatisasi. Sehingga rakyat berperan sebagai konsumen. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, rakyat dibiarkan mencari sendiri. Mengapa demikian, karena peran negara kapitalis hanayalah regulator. Pemberian subsidi bagi rakyat dianggap membebani APBN. Sehingga sedikit demi sedikit, subsidi ditiadakan. Padahal rakyat sudah dipalaki berbagai macam jenis pungutan pajak, masih juga dipersulit dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Maka jelas, sistem batil ini tidak akan pernah menyejahterakan rakyat.
Islam menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum, dan mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat, sesuai dengan fungsi negara sebagai raa’in. Jadi, hasil pengelolaannya wajib dikembalikan kepada rakyat, untuk pemenuhan kebutuhan rakyat, semisal di bidang kesehatan dan pendidikan, serta untuk membangun berbagai fasilitas umum yang diperlukan oleh rakyat. Penguasa, dalam hal ini wajib memudahkan rakyat mengakses berbagai kebutuhannya akan layanan publik, fasilitas umum dan sumber daya alam yang merupakan hajat publik, termasuk migas. Sehingga rakyat dapat hidup sejahtera dan mudah mengakses segala kebutuhan hidupnya.
Wallahu a’lam
Posting Komentar