-->

MENGKRITISI PEMBATALAN IJAZAH MAHASISWA STIKOM


Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Mengagetkan apa yang terjadi di STIKOM untuk membatalkan piagam para lulusannya. Barusan STIKOM (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi) Bandung menjadi sorotan, setelah melakukan pembatalan kelulusan dan menarik ijazah terhadap 233 mahasiswa periode 2018 hingga 2023 (www.detik.com, Minggu 19 Januari 2025) (1).

Tim evaluasi kinerja akademik, Eka, dari Direktorat Jenderal pendidikan tinggi Dikti menyebut bahwa terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses kelulusan di STIKOM Bandung. Beberapa kejanggalan ini diantaranya perbedaan nilai akademik dan jumlah satuan kredit semester atau SKS, dengan data di pangkalan data Dikti. Selain itu ijazah mahasiswa periode 2018 hingga 2023 tidak mencantumkan penomoran ijazah, at Pin dan belum dilakukan uji plagiasi terhadap karya mahasiswa.

Kasus penarikan ratusan ijazah mahasiswa STIKOM ini menunjukkan buruknya sistem pendidikan di negeri ini, karena asas yang tidak benar yaitu sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Berpatokan pada sistem pendidikan sekuler karena sistem kapitalisme yang diterapkan oleh sebuah negara. Pendidikan sekuler telah mengabaikan terbentuknya kepribadian generasi. Dengan demikian, tidak ada standar Halal Haram yang mendasari perilaku generasi yang dicetak oleh sistem ini.

Pendidikan sekuler kapitalis telah meletakkan pendidikan sebagai barang komoditas, sebab pendidikan dipandang sebagai jasa yang boleh diperjualbelikan atau dijadikan ladang bisnis. Konsep pendidikan yang demikian menjadikan pendidikan rentan dikapitalisasi, bukannya fokus mencerdaskan generasi dan membentuk mereka sebagai salah satu pilar peradaban. Institusi pendidikan malah fokus mengambil keuntungan dengan berbagai cara dan dengan dalih ilmu itu mahal. Misalnya kelulusan yang dipertanyakan.

Sebenarnya bukan kasus pertama kasus jual beli ijazah. Bahkan sudah banyak kita temukan ini merupakan buah dari asas kapitalisme yang menjadikan ijazah sebatas formalitas. Padahal ijazah adalah pengakuan atas kompetensi lulusan peserta didik. Pada semua aspek tujuan pendidikan; baik kemampuan maupun kepribadian seseorang, selain asas pendidikan yang salah, negara dalam sistem kapitalisme juga hanya berperan sebagai regulator dalam mengatur urusan rakyat. Termasuk Pendidikan. Berdasarkan prinsip kemaslahatan, subjektif dampaknya muncul peluang penyelewengan di berbagai unsur dan level. Baik penyelenggara pendidikan, pelaku pendidikan, hingga objek pendidikan.
Berbeda dengan penerapan sistem pendidikan Islam dalam bingkai negara Khilafah. Islam menetapkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mencetak SDM berkualitas dan terampil. Sebab negara adalah raa’in atau pengurus serta pelayan rakyat. Rasulullah bersabda :
“Imam atau Khalifah adalah raa’in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (Hadis Riwayat Al-Bukhari).

Oleh karena itu, negara wajib menyusun kurikulum pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh syariat. Dalam kitab Usus At-Taklim Al-Khilafah atau sistem pendidikan dalam negara Khilafah karya Syekh Atha Bin Khalil Abu Rasytah dinyatakan bahwa ada tiga tujuan pendidikan Islam :
Pertama. Membangun kepribadian Islami, yakni pola pikir dan pola jiwa yang Islami dengan cara menyempurnakan pembinaan.

Kedua. Seiring dengan berakhirnya jenjang pendidikan sekolah, anak didik membutuhkan keterampilan dan pengetahuan agar dapat berinteraksi dengan lingkungan. Bisa berupa peralatan Inovasi dan berbagai bidang terapan lainnya. Seperti penggunaan peralatan listrik dan elektronika, peralatan pertanian industri, dan lain-lain.

Ketiga. Mempersiapkan anak didik untuk dapat memasuki jenjang perguruan tinggi dengan mempelajari ilmu-ilmu dasar yang diperlukan baik yang termasuk ilmu agama seperti bahasa Arab, Fikih, Tafsir dan Hadis; maupun ilmu sains seperti Matematika, Kimia, Fisika dan lain-lain.
Dari tujuan tersebut, sangat jelas bahwa pendidikan Islam ditujukan untuk mencetak generasi yang siap membangun peradaban Mulia, bukan berorientasi materi.

Sistem Islam telah mendudukkan pendidikan sebagai wadah melahirkan ahli ilmu yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan umat. Oleh karena itu, capaian-capaian pendidikan akan diukur atau dinilai berdasarkan tujuan pendidikan.

Peraturan administrasi dalam Islam bersifat mubah, juga harus ditujukan untuk mencapai tujuan pokok pendidikan yakni membangun kepribadian Islam bagi peserta didik dan agar mereka menjadi ahli ilmu.

Sedangkan teknis administrasi dalam sistem Islam, dikembalikan pada tiga indikator kunci; yakni aturan yang sederhana, cepat dalam pelaksanaan, dan dilakukan oleh person yang mampu atau profesional.

Islam menjadikan semua aspek kehidupan berasas akidah Islam, termasuk dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Hal ini menjadikan semua pihak terkait. Menyadari bahwa seluruh amal mereka akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah. Mereka memahami bahwa segala sesuatu harus distandarkan pada standar halal dan haram. Karena itu, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan didorong oleh ketaatan pada aturan Allah; termasuk dalam menjaga kualitas dan kredibilitas institusi pendidikan. Negara akan menjamin dan mengawasi agar semua berjalan sesuai dengan syariat Allah.

Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang ditanggung negara, sehingga semua rakyat dapat mengaksesnya dengan gratis. Negara akan menyediakan dana yang besar untuk memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mencetak generasi pembangun peradaban Mulia. Melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang kuat tangguh dan mandiri, negara memiliki sumber daya untuk membiayai semuanya tanpa harus tergantung pada pihak lain.
Dengan demikian hanya pendidikan berasaskan akidah Islam yang mampu membangun dan menopang peradaban mulia dan menjauhkan pendidikan dari jebakan kapitalisme.
Wallahualam Bisawab

Catatan Kaki :
(1) https://www.detik.com/jabar/berita/d-7739809/7-fakta-stikom-bandung-batalkan-223-ijazah-lulusan-2018-2023