-->

Menguak Pagar Laut : Siapa yang Diuntungkan, Siapa yang Dirugikan?


Oleh : Meidy Mahdavikia

Peristiwa pagar laut yang kini sedang hangat diperbincangkan bukan hanya sekadar persoalan pembangunan fisik di pesisir, melainkan mencerminkan lebih dalam tentang korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini berakar dari sistem sekuler yang cenderung berpihak pada kepentingan oligarki.

Dilansir dari (bbc.com, 30/01/2025), proyek-proyek reklamasi dan penguasaan wilayah pesisir sering kali melibatkan kepentingan korporasi besar yang memperoleh keuntungan besar dari sumber daya alam yang seharusnya menjadi hak rakyat.

Kegagalan Sistem

Dari fenomena ini terlihat bahwa kasus pagar laut sering kali terjadi di wilayah pesisir, di mana pembangunan infrastruktur modern dilakukan dengan berbagai cara, termasuk mengorbankan hak akses masyarakat lokal, terutama nelayan tradisional. Padahal, laut merupakan sumber penghidupan dan identitas budaya bagi masyarakat pesisir.

Namun, dengan adanya praktik pemagaran laut, masyarakat seolah dijadikan kambing hitam oleh aparat negara yang berkolusi dengan korporasi. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana sistem hukum dan pemerintahan sekuler gagal melindungi kepentingan rakyat.

Salah satu penyebab utama fenomena ini adalah dominasi korporasi dalam lingkaran kekuasaan, yang dikenal sebagai korporatokrasi. Dalam sistem sekuler, negara cenderung menjadi fasilitator yang tidak tegas dalam menindak praktik koruptif. Akibatnya, kepentingan korporasi terus menggerogoti sumber daya rakyat.

Di satu sisi, pembangunan modern dijanjikan sebagai solusi untuk kemajuan ekonomi. Namun, kenyataannya justru membuka peluang bagi oligarki untuk menguasai dan mengeksploitasi aset strategis. Para pejabat, yang seharusnya melindungi rakyat, justru sering kali bersilat lidah dan berlepas tangan saat menghadapi kasus seperti ini.

Hilangnya Kepercayaan terhadap Hukum dan Pemerintahan

Kasus pagar laut semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum dan pemerintahan. Pelanggaran hukum kerap terjadi tanpa konsekuensi pidana bagi para pelaku, sementara pejabat yang terlibat seolah mendapatkan perlindungan dari sistem yang ada.

Akibatnya, rakyat terutama yang hidup di pesisir merasakan langsung dampak kebijakan yang berpihak pada segelintir elit kaya dan berkuasa. Sementara itu, keadilan dan kepastian hukum bagi mereka tetap menjadi angan-angan.

Solusi dalam Perspektif Islam

Dalam konteks ini, solusi yang ditawarkan oleh Islam menjadi sangat relevan. Dalam pandangan Islam, kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. 

Sistem ekonomi Islam menekankan pentingnya keadilan distributif, di mana kekayaan tidak boleh hanya berakhir di tangan segelintir orang, tetapi harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

Islam juga mengajarkan bahwa setiap pemimpin dan pejabat harus menjalankan aturan syariat, bukan semata-mata berdasarkan logika sekuler atau keuntungan duniawi. Dalam sistem kedaulatan syariah, hukum-hukum Allah menjadi sumber tertinggi yang tidak dapat dinegosiasikan. 

Dengan demikian, praktik korporatokrasi yang merugikan rakyat dapat ditekan karena tidak ada ruang bagi kesewenang-wenangan yang mengabaikan prinsip keadilan.

Kedaulatan Syariah Solusinya

Jika negara bertransformasi dari sistem sekuler ke sistem berbasis nilai-nilai syariah, maka para penguasa akan lebih berani mengambil tindakan tegas terhadap praktik penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :

“Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari)

Penerapan prinsip kedaulatan syariah tidak hanya mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi negara, tetapi juga membuka peluang untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Peristiwa pagar laut merupakan manifestasi nyata dari lemahnya kontrol hukum dalam sistem sekuler, yang memungkinkan segelintir korporasi dan pejabat menguasai serta mengeksploitasi sumber daya strategis. Solusi dari perspektif Islam, yang mengedepankan kedaulatan syariah dan keadilan distributif, dapat menjadi jalan keluar untuk mengembalikan hak rakyat atas sumber daya alam.

Dengan menerapkan nilai-nilai syariah dalam sistem pemerintahan, negara dapat melawan praktik korporatokrasi yang telah lama merongrong kedaulatan dan keadilan sosial di Indonesia.