-->

MEWASPADAI TREN BARU LIVING TOGETHER

Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Memprihatinkan! Kosan seribu pintu di Cikarang Bekasi sudah lazim dikenal sebagai tempat gaul bebas. Penghuninya kebanyakan tak peduli dengan kondisi sekitar. Bahkan ada pula pasangan yang tinggal bersama di kosan tersebut tanpa ikatan pernikahan, karena minimnya pengawasan. Tren ini dinamakan “Living Together” atau hidup bersama alias kumpul kebo (www.mojok.co, Kamis 30 Januari 2025) (1).

Fenomena living together makin tren, terutama di kalangan Gen Z dan Milenial, dengan dalih gaya hidup yang dianggap lebih praktis dan realistis. Padahal dulu dianggap tabu. Sebagai ajang uji coba, apakah ada kecocokan pasangan di kehidupan sehari-hari. Hidup bebas sudah menjadi gaya hidup. Karena ikatan pernikahan dianggap beban, sehingga pasangan merasa lebih bebas buat eksplor hubungan tanpa tekanan sosial. Tren ini juga sering dikaitkan dengan kebebasan finansial dan sosial, di mana pasangan memilih untuk tidak menikah demi menghindari tanggung jawab ekonomi yang lebih besar. Dengan hidup bersama, pengeluaran hidup akan lebihj hemat.

Tren living together adalah hasil dari penerapan sistem sekuler kapitalisme saat ini. Mengutamakan individualis yang tinggi dan kebebasan dalam membangun hubungan dengan lawan jenis. Sehingga banyak orang lebih memilih kumpul keboj daripada menikah, karena dianggap lebih fleksibel, praktis, tanpa harus terikat dengan tanggung jawab jangka panjang. Ini didukung dengan sistem kapitalisme yang juga mendorong normalisasi tren ini; mulai dari industri hiburan. Ditambah kondisi masyarakat yang sekuler karena jauhnya kehidupan mereka dari agama, bahkan pendidikan yang semakin liberal. 

Kapitalisme berakibat tekanan ekonomi tinggi, sehingga standar kehidupan pernikahan pun tinggi pula. Sedangkan kondisi perekonomian semakin menghimpit karena meroketnya harga kebutuhan pokok dan melambungnya pajak. Karena tuntutan keluarga dan lingkungan, harus mengadakan pesta pernikahan yang mewah, mahal yang mahal, dan sewa gedung yang fantastis. Sehingga banyak pasangan akhirnya memilih kumpul kebo dulu karena merasa pernikahan yang terlalu mahal, atau berbagai tuntutan sosial yang membutuhkan banyak biaya; seperti tuntutan harus menafkahi anggota keluarga yang lain.

Pernikahan di dalam Islam bukan sekadar hubungan romantis, tapi merupakan ibadah. Untuk pasangan yang ingin mengenal lebih dalam sebelum menikah, Islam sudah menyediakan konsep ta'aruf. Yaitu bertukar visi dan misi pernikahan dengan calon mempelai perempuan, dengan selalu didampingi mahramnya. Proses ini memudahkan seseorang mengenal calon pasangan dengan tetap menjaga batasan syariat. Oleh karenanya kumpul kebo bukan solusi yang dibenarkan. 

Islam juga mengajarkan sistem sosial (Nizham Ijtimaiy), di mana ada perincian yang detil berkaitan dengan syariat pergaulan dengan lawan jenis. Ini dijelaskan oleh seorang ulama mujtahid mutlak, Syekh Taqyuddin An-Nabhany dalam kitabnya Nizham Ijtimaiy fil Islam. Yang ternyata penerapan sistem sosial sesuai Islam ini tidak bisa berdiri sendiri, namun butuh penerapan sistem Islam lainnya. Seperti system pendidikan, sistem sanksi, sistem ekonomi, dan lain-lain. Karenanya, dibutuhkan penerapan Islam secara kafah; yang hanya bisa dalam naungan Khilafah.

Khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam yang akan menjamin penegakan hukum Islam di tengah-tengah kehidupan. Karena tegaknya Islam di muka bumi secara kafah (menyeluruh) menjadi konsekuensi logis iman syariat akan diwujudkan dalam bentuk undang-undang, yang akan diterapkan di tengah kehidupan oleh Khilafah. Karenanya Khilafah dikatakan Tajrul Furud/Mahkota Kewajiban. Tanpa adanya Khilafah, akan sulit mencegah kemaksiatan dengan tuntas. Termasuk mencegah masifnya tren negatif living together.

Khilafah akan menyediakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, secara berkualitas dengan tarif terjangkau, bahkan bisa gratis. Ini akan membentuk kepribadian Islam, di mana pola pikir dan pola sikap warga menjadi Islami. Dalam kurikulumnya juga akan diajarkan sistem pergaulan dalam Islam, juga fikih berkaitan dengan pernikahan. Sehingga warga yang pria dan wanita akan memahami bagaimana membangun interaksi dengan lawan jenis yang tepat sesuai Islam, dan paham hal serta kewajiban sebagai suami istri. Sehingga saat usia mereka baligh, mereka akan siap untuk berumah tangga; tanpa pernah terpikirkan untuk kumpul kebo.

Khilafah juga akan menjamin kebutuhan dasar rakyat tercukupi. Mulai sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Sehingga bagi warga yang siap menikah, beban ekonomi tak akan menjadi kendala. Bahkan Khilafah, dengan aset negaranya yang melimpah berasal dari Baitul Mal di mana asset terbesarnya adalah Sumber Daya Alam (SDA) yang merupakan kepemilikan umum yang sepenuhnya milik rakyat, maka akan mendukung warganya yang masih lajang dengan mendanai biaya nikahan mereka. Mulai dari pecatatan administrasi yang cepat dan gratis, biaya mahar, biaya resepsi walimatul ursy, rumah, bahkan kendaraan. Bahkan nikah usia muda akan dimudahkan oleh Khilafah, selama sudah baligh dan paham akan fikih pernikahan.

Inilah detil pengaturan tentang pergaulan antara pria dan wanita dalam Islam, yang akan membuat warga tidak akan takut menikah karena akan didukung sepenuhnya oleh Khilafah. Karena Khilafah memang ada agar sistem pergaulan dalam Islam tegak di muka bumi, yang akan menjadi jaminan terlindunginya Islam, umat Islam; serta darah, harta, kehormatan dan nyawa manusia secara keseluruhan. Seperti yang telah terjadi saat Khilafah jaya selama 13 abad lamanya, menjadi mercusuar dunia dengan menegakkan peradaban yang cemerlang serta mencakupan cakupan wilayah yang sangat luas, mencakup 2/3 peta dunia lama.

Wallahualam Bisawab

Catatan Kaki : 
(1) https://mojok.co/liputan/ragam/sisi-gelap-kosan-seribu-pintu-cikarang/2/