Miris!! Tren Baru Living Together Mewabah di Cikarang
Oleh : Nurika (Aktivis Dakwah Masyarakat)
Kosan seribu pintu di Cikarang-Bekasi menjadi tempat favorit pergaulan bebas, banyak penghuni yang hidup serampangan tidak peduli dengan kondisi sekitar bahkan ada pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan, karena pengawasan yang minim.
Melansir dari mojok.co menyatakan bahwa salah satu kontributor Mojok pernah menghitung kalau jumlah kamar kos yang sebenarnya bukan 1.000, tapi malah lebih. Yakni 2.600-an kamar. Yang bikin permukiman ini menarik bukan soal jumlah kamar kosnya yang banyak. Tapi kehidupan para penghuninya. Saya sendiri berbincang dengan dua orang kawan yang saat ini bekerja di Cikarang dan ngekos di kosan 1.000 pintu. Mereka membagikan sisi gelap pekerja yang tinggal di tempat tersebut hingga menyebut kalau kos-kosan 1.000 pintu adalah “Las Vegas-nya Cikarang”. (30/1/2025)
Miris sekali fenomena perzinahan dan living together alias tinggal bareng tanpa menikah makin populer, terutama di kalangan Gen Z dan Milenial. Dulu dianggap tabu, sekarang jadi gaya hidup yang dianggap lebih praktis dan realistis. Tren living together ini menjadi ajang "tes drive" sebelum menikah, sehingga bisa tahu kecocokan pasangan di kehidupan sehari-hari.
Alasan lain adalah karena gaya hidup bebas. Tanpa adanya ikatan pernikahan, pasangan merasa lebih bebas buat eksplor hubungan tanpa tekanan sosial. Selain itu faktor finansial juga memengaruhi, mereka beranggapan bahwa akan lebih hemat biaya hidup jika bersama, daripada hidup sendirian.
Tren living together kemungkinan besar akan terus berkembang seiring perubahan gaya hidup modern. Tren living ini juga sering dikaitkan dengan kebebasan finansial dan sosial, dimana pasangan memilih untuk tidak menikah demi menghindari tanggung jawab ekonomi yang lebih besar.
Bukan tanpa sebab tren living together ini adalah buah hasil dari penerapan sistem kehidupan sekuler-kapitalisme. Dimana sistem ini menghasilkan sikap individualis yang tinggi, menanamkan nilai kebebasan termasuk dalam membangun hubungan. Sehingga banyak orang lebih memilih living together daripada menikah, karena dianggap lebih fleksibel tanpa harus terikat dengan tanggung jawab jangka panjang. Ditambah paham sekulerisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan makin membuat kaum muslimin kehilangan jatidirinya, seorang muslim yang seharusnya terikat dengan hukum syara dalam segala aktivitas kehidupan namun dipaksa untuk hanya taat di wilayah ibadah saja.
Mirisnya lagi, sistem kapitalisme ini memang mendorong normalisasi pada tren semacam ini mulai dari industri hiburan, media, dan kondisi masyarakat sekuler bahkan pendidikan yang semakin liberal. Ditambah lagi sistem ekonomi kapitalisme membuat standar kehidupan pernikahan menjadi makin tinggi sedangkan kondisi perekonomian menghimpit. Sehingga banyak pasangan akhirnya memilih living together dulu karena merasa pernikahan terlalu mahal, harus ada pesta mewah, atau berbagai tuntutan sosial yang membutuhkan banyak biaya.
Pernikahan didalam Islam bukan sekadar hubungan romantis, tapi juga komitmen ibadah dan sistem sosial yang saling menjaga. Dengan kembali pada prinsip-prinsip Islam, masyarakat bisa menghindari jebakan gaya hidup liberal yang sering kali membuat hubungan jadi sekadar transaksi untung-rugi.
Untuk pasangan yang ingin mengenal lebih dalam sebelum menikah, Islam sudah menyediakan konsep ta'aruf. Proses ini memudahkan seseorang mengenal calon pasangan dengan tetap menjaga batasan syariat. Oleh karenanya living together bukan solusi yang dibenarkan.
Islam lebih menganjurkan pernikahan sebagai jalan yang berkah, aman, dan penuh keberkahan. Jadi, living together bukanlah sekadar tren, tapi juga hasil dari budaya kapitalisme sekuler yang makin mengutamakan individualisme liberal dibandingkan komitmen sejati. Saatnya kembali pada aturan Sang Pencipta untuk mencegah pasangan muda terjebak pada aktivitas maksiat yang berbahaya. Saatnya kembali pada aturan Islam yang Kaffah.
Wallahu'alam bish-shawab
Posting Komentar