-->

Pagar Laut Tangerang: Bukti Lemahnya Negara di Bawah Kapitalisme


Oleh : Dina Aprilia

Dalam menghadapi polemik pagar laut yang berada di kawasan pantai utara Tangerang, Banten, pemerintah melalui kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mencabut dan membatalkan 266 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut. Hal ini dikarenakan sertifikat tersebut berada di luar garis pantai sehingga tidak boleh diprivatisasi karena cacat prosedur dan material.

Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid menjelaskan bahwa berdasarkan PP nomor 15 tahun 2021, Sertifikat yang belum mencapai lima tahun dapat dicabut dan dibatalkan tanpa proses pengadilan. Sebagai langkah penegakan hukum, kementerian juga akan memeriksa petugas yang bertanggung jawab dalam mengesahkan sertifikat tanah tersebut (kompas.com, 22 Januari 2025).

Namun, terlepas dari tindakan yang kini diambil pemerintah, faktanya laporan terkait pemagaran laut ini sudah ada sejak Agustus 2024. Sayangnya, kasus ini baru mendapatkan perhatian serius setelah viral di media sosial. Keterlambatan respons ini menunjukkan bahwa pemerintah seolah membiarkan kasus ini terjadi dan baru bertindak ketika ada tekanan dari publik. Ini menjadi bukti lemahnya kontrol serta ketidakseriusan negara dalam mengurus kepentingan rakyat.

Di sisi lain, kasus ini juga menunjukkan bagaimana sistem kapitalisme bekerja. Dalam sistem ini, negara sering kali tunduk pada kepentingan para kapitalis, membuka peluang bagi mereka untuk mengeksploitasi sumber daya alam demi keuntungan pribadi. Negara bukan lagi pemegang kendali penuh atas urusan rakyat, melainkan hanya bertindak sebagai regulator yang bergerak sesuai kepentingan pemodal.

Padahal, dalam Islam, sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk kepemilikan umum. Tidak boleh ada individu atau korporasi yang menguasai dan memanfaatkan aset tersebut untuk kepentingan pribadi. Rasulullah Saw. bersabda:

“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Hadis di atas menegaskan bahwa sumber daya yang menjadi kepemilikan umum tidak boleh diprivatisasi, seperti yang terjadi pada kasus pagar laut ini. Selain itu, pemagaran laut ini juga berdampak negatif bagi nelayan setempat. Akses mereka ke laut jadi terhambat, sehingga mengganggu aktivitas melaut yang menjadi sumber utama penghidupan mereka. Tak hanya itu, ekosistem laut pun ikut terganggu. Struktur pagar yang dibangun secara masif di sepanjang garis pantai berpotensi merusak habitat biota laut, mengubah arus laut alami, dan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem yang bisa berdampak jangka panjang bagi lingkungan pesisir. Bahkan, pemagaran ini berpotensi menyebabkan terganggunya Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berada di kawasan tersebut (kompas.com, 23 Januari 2025).

Apa yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, tanah yang sifatnya umum, seperti laut dan pantai, termasuk dalam kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta. Islam dalam institusi negara khilafah akan menjaga agar aset-aset negara dapat diakses dan dimanfaatkan oleh rakyat secara adil. Selain itu, negara akan langsung turun tangan apabila ada pelanggaran kepemilikan umum. Negara juga mewajibkan aset-aset kepemilikan umum dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat, bukan untuk kepentingan bisnis atau elit tertentu.

Hal ini hanya bisa terwujud dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), yang menerapkan aturan Allah secara menyeluruh. Khalifah sebagai pemimpin tidak hanya berperan sebagai pengatur, tetapi juga sebagai penjaga amanah, memastikan bahwa kebijakan negara sepenuhnya berpihak kepada rakyat, bukan kepada korporasi. Lebih dari itu, kesadaran umat akan kebobrokan sistem kapitalisme menjadi langkah awal menuju perubahan. Namun perubahan tidak akan terjadi dengan berdiam diri, maka dibutuhkan perjuangan yang dilakukan secara kolektif melalui dakwah ideologis yang menyerukan Islam sebagai satu-satunya solusi hakiki bagi seluruh permasalahan umat.
Wallahu a’lam bi-ash’shawab.